Selasa kemarin, pada tanggal 27 Januari 2015, gue
hangout sama seorang cewek. Ciyeee, Yoga, ciyee. Yoi. Gue pergi sama dia ke
Taman di daerah BSD, Serpong.
Awalnya gini, sekitar pukul 04.15 gue terbangun.
Baru kali ini, ketika menganggur gue bisa bangun terlebih dahulu daripada bunyi
alarm. Sebagai pengangguran, gue merasa bangga. Soalnya, jarang banget gue bisa
bangun pagi. Pasti selalu bangun siang. Hehe. Sehabis ibadah, gue tidur lagi.
Pukul 07.00, henpon gue berbunyi. Gue berusaha melek, pas dilihat... “YOG, BANGUN MANDI! NANTI KESIANGAN”. Ternyata alarm lagi. Anjir! Ganggu orang tidur aja. Gue lupa, itu alarm beberapa hari yang lalu diset untuk jadwal interview. Gausah ditanya, sukses apa nggak tes wawancaranya. Udah pasti dong... KAGAK!
Abaikan soal tes wawancara.
Gue tidur lagi karena masih
ngantuk.
Sekitar pukul 10.00 henpon berdering kembali. Kali ini, gue hafal betul. Kalo itu adalah bunyi BBM. Bukan alarm kutu kupret bin kampret itu lagi. Berusaha ngucek-ngucek mata, dan melihat dengan jelas pesan BBM itu.
“Bro, di mana?”
“PING”
Anjirrrrrr. Dari cewek ternyata. Temen baik gue, si Yuni. Pesan itu bukan lagi, “Invite nih temen gue. Ganteng, baik hati,
rajin menabung, jago manjat. 2A5F6Gxx”
Sumpah. Hal paling ngeselin
adalah broadcast yang promote pin.
Apalagi yang dipromosikan seorang cowok. Gue merasa hina.
Tapi hari Selasa itu, gue
bukanlah korban promosi pin lagi. Daftar kontak yang sering promosi pin telah
gue hapus semua. MAMPUS LU PARA KAMPRET! Lebih baik henpon gue sepi daripada
rame hanya karena broadcast. Itulah
prinsip gue.
Dengan cepat langsung gue balas. Jari-jari yang awalnya lemas karena bangun tidur, mendadak ereksi. Halah,
bahasa gue.
“Di rumah. Kenapa?”
Gue tunggu 15 menit. Tidak ada
balasan. Dan berakhir ketiduran lagi.
Pukul 11.00 henpon berdering
kembali. Gue bangun lagi. Gampang sekali rasanya terbangun hanya karena bunyi
henpon. Tetapi setelah dicek, BBM kosong. Notifikasi WA ada banyak. Tiga dari grup
berbeda, lalu satu dari PM (Personal Message). Gue buka yang PM.
“BBM pending, WA aja. Lu hari ini nggak kemana-mana, kan?”
“Temenin gue, yuk. Mau nggak?” itu pesan lanjutan BBM dari dia.
Gue yang males-malesan dan sedang
asik melukin guling membalasnya dengan biasa.
“Nggak tau juga. Temenin ke mana?”
Dibalas lagi, “Ke kampus, Bro.
Anterin bayaran kuliah susulan.”
Biar lebih enak, gue buat
percakapan aja deh.
Gue: Yah, gue belum mandi. Hehe.
Yuni: Dih, jorok! Yaudah, mandi
dulu sana.
Gue: Emang berangkat jam berapa,
sih?
Yuni: Abis Zuhur. Mau ya? Gue
yang jemput deh. Pake motor gue.
Gue: Hmm, oke. Gue mandi
sekarang kalo gitu.
Yuni: Nanti gue kabarin lagi.
Mandi sekarang itu hanyalah
wacana. Gue ngulet-ngulet di kasur lagi. Sampai jam menunjukan 11.45.
“ANJRIIIITTTTT CEPET AMAT INI JAM,” batin gue. Yang langsung berlari ke kamar mandi.
***
Singkat cerita, gue sudah mandi
dan salat.
Gue yang sedang di kamar mendengar salam dari seorang wanita di depan. Setelah itu, “Ada Yoga, Bu?”
“YOGGGGG,” teriak nyokap gue dari depan.
“Iya,” ujar gue pelan.
Iya, dia Yuni. Dia nggak ngabarin
dan bilang otw, tiba-tiba udah depan
rumah. Kaget juga kan. Bagus gue udah mandi. Kalo belum, pasti wajah gue penuh
kemaluan. (dibaca : rasa malu)
Gue pamit sama orang tua mau ke
kampus nemenin Yuni. Ketika memakai sepatu, nyokap kemudian bertanya, “Punya
duit, nggak?”
“Punya, kok,” kata gue pelan.
Yang memang sebenarnya gue punya duit. Biarpun, itu hanya dua ribu. Yang
penting punya duit, kan? Lagian, gue udah malu dikasih duit. Apalagi hanya untuk
jalan sama wanita. Hahasek.
Setelah itu kami berdua jalan
menuju kampus. Jalanan hari itu tumben sekali tidak banyak asap kendaraan, tidak
ada suara klakson yang menggangu ketika lampu lalu lintas baru
berubah menjadi hijau, dan tentunya tidak ada polisi tidur. Yaiyalah, lu lewat jalan
raya. Bego!
Lalu, di daerah Ciputat yang
sebentar lagi sampai ke kampus, ”Udah makan belum, Bro?” teriak Yuni di telinga sebelah kiri.
“Udah, sih, tadi pas sarapan,” jawab gue jujur.
“Makan dulu, yuk? Gue belum sarapan, laper banget.”
Duh, gue kan lagi berhemat. Masa jajan, lagian masih kenyang, sih.
“Ayo, dong, Bro. Sarapan kan tadi. Gue laper banget seriusan, temenin gue makan. Nanti di ayam bakar yang waktu itu, belok ya.”
Tiba-tiba setir belok ke kiri begitu saja. Entah, konspirasi semesta macam apa ini? Logika gue untuk berhemat lenyap. Gue justru parkir di depan “Warung Ayam Bakar”.
Yuni memesan paha, gue memesan
dada. Yak, seorang lelaki seperti gue memang suka dada. Gausah munafik, deh.
Soalnya, dada dagingnya banyak. Ini gue lagi ngomongin ayam, ya.
Kami mulai makan dengan lahap.
Sekitar 15 menitan, nasi di piring Yuni sudah habis. Sedangkan di piring gue
masih banyak. Gila, ini si Yuni nggak makan berapa hari? Yang kemudian terucap
begitu saja dari mulut gue, “Laper lu, Yun?”
“Hehe, iya, Bro.” Dia nyengir
sambil mencuci tangannya di air kobokan.
Gue mendadak kenyang. Tapi, gue
nggak mau terlihat cemen. Masa cowok makanya dikit. Kata-kata di dalam pikiran
gue mulai berisik.
Katanya mau gemuk? Masa nasi seporsi sama ayam bakar aja nggak habis?
Payah. Pantes aja lu kurus. Makan lu dikit banget!
Mubazir, Yog. Ini mahal, loh. Kalo nggak dihabiskan, lu sama aja buang-buang duit.
Yak, dengan cepat gue mengunyah
nasi itu, padahal nasi di dalam mulut masih ada. Gue langsung memasukan nasi ke dalam
mulut lagi. Yang penting nasi di piringnya cepat habis. Meskipun mulut gue
seperti ikan lohan monyong-monyong. Sumpah, kalo ngaca gue pasti jelek.
Akhirnya, nasi pun habis juga. Tetapi ayamnya masih banyak. Gue mencoba menawarkan ke Yuni. “Eh, bantuin dong. Ayamnya masih banyak, nih.”
“Gue juga kenyang, Bro.”
ARGGGHHHHH. Kalimat, “Berhentilah sebelum kenyang” sepertinya bukan panutan lagi. Gue makan dengan membabi buta.
“Gue kira, nggak bakalan habis.
Eh, habis juga,” kata Yuni sambil tersenyum meledek.
Gue tersenyum pula, tapi terlihat
najis.
Setelah itu, Yuni ke kasir
meminta bill-nya. Gue cek dompet. Gue
buka perlahan-lahan. Alhamdulillah, masih ada duit. Namun, Yuni justru sudah
membayarnya.
Kami melanjutkan perjalanan menuju kampus. Di perjalanan gue berpikir: Sebagai lelaki, gue kurang suka dibayarin. Selagi gue memang masih ada uang. Tapi, gimana ngomongnya ya? Kalo gue diem aja, gue ketauan banget nggak punya duit. Kalo gue nanya, nanti malah dibilang, “Sekalian ya, bayarin gue juga.”
Gue pun dilema.
Kami melanjutkan perjalanan menuju kampus. Di perjalanan gue berpikir: Sebagai lelaki, gue kurang suka dibayarin. Selagi gue memang masih ada uang. Tapi, gimana ngomongnya ya? Kalo gue diem aja, gue ketauan banget nggak punya duit. Kalo gue nanya, nanti malah dibilang, “Sekalian ya, bayarin gue juga.”
Gue pun dilema.
***
Kami sudah sampai di kampus dan segera membayar uang kuliah serta mengurus UTS susulan si Yuni. Kemudian ia bertanya, “Lu udah bayaran, Bro?”
Gue menjawab dengan sejujur-jujurnya, “Alhamdulillah ya... belum sama sekali.”
Dia melirik gue dengan tatapan
tidak biasa. Sepertinya kagum atas ketampanan gue ini. Halah. Padahal, Ini
orang belum bayaran kuliah, kok, santai amat. Seolah-olah yang punya kampus.
Kampus di hari itu tidak sepadat di hari Sabtu dan Minggu. Cewek-ceweknya juga lebih bening. Reguler memang asoy. Beda sama kelas karyawan, yang kepalanya pusing harus kuliah sambil bekerja. Sehingga mukanya ruwet... seperti gue.
“Eh, yang tadi, gue habis berapa?”
tanya gue.
“Yang tadi apaan?” kata Yuni sok
polos.
“Itu tadi yang kita makan.”
“Makan apaan, sih?” Yuni masih
berpura-pura. “Udah, santai aja.”
Alhamdulillah, rezeki anak sholeh. Walaupun gue nggak sholeh. Modal
nama ‘Sholihin’ aja.
Selesai bayaran, Yuni mengajak gue ke tempat lain, “Eh, abis ini kita ke Taman Tekno, yuk,” kata Yuni bersemangat.
“Itu di mana ya? Kayaknya pernah denger. Tapi gue nggak tau jalan,” kata gue.
“Udah santai aja, gue tau arah
jalannya.”
Kami menuju ke taman tersebut. Yuni hanya bilang
lurus-lurus doang. Beberapa saat kemudian, Yuni mulai lupa karena tak kunjung
sampai.
“Eh, di mana ya? Kayaknya waktu itu deket, deh, Bro. Kok sekarang nggak sampe-sampe ya?” tanya dia ke gue.
Gue yang nggak tau jalan malah
ditanya. Kacau.
Tapi gue tetep berusaha cool dan ketawa-ketawa mencairkan suasana.
Jangan sampai panik kalau nyasar. Karena panik itu tidak menyelesaikan masalah. Oke sip.
Dengan tertawa-tawa, tak terasa kami sudah sampai. Jadi, kalau kalian sedang tersesat dan sudah bingung harus bagaimana, mending ketawa-ketawa aja. Palingan dianggap orang gila.
Di taman ini, tidak ada tarifnya
ketika di pintu masuk. Hanya membayar parkir tiga ribu rupiah saja untuk tukang
parkirnya.
Kami berdua mulai menelusuri
taman ini. Pertama kali melihat, terdapat kali yang warnanya cokelat, lalu
pepohonan entah apa namanya, dan banyak anak-anak yang masih berseragam SMA sedang pacaran.
Yap, gue melihat anak SMA itu
duduk berduaan di bawah pohon sambil memandangi kali yang berwarna kecokelatan.
Sungguh pemandangan yang absurd abis. Pacaran sambil nontonin air kali. Mending kalo airnya jernih, warnanya cokelat nggak enak dilihat, nggak ada bagus-bagusnya, deh. Dan mungkin, ada tokainya.
Yuni langsung minta difoto.
Setelah masuk dan berkeliling, isinya
orang pacaran semua.
“Duh, kok banyak amat yang
pacaran, Bro. Apalagi Sabtu-Minggu ya, pasti tambah rame. Salah kayaknya nih ke
taman,” kata Yuni.
“Lah, lu yang ngajak gue!” Gue sewot.
Tapi, kita berduaan gini juga mirip pacaran kan?
Padahal cuma jalan-jalan aja. Tetapi lelah juga rasanya.
“Eh, ke taman yang keduanya, yuk?
Nggak jauh dari sini, kok,” kata Yuni.
“Boleh.”
“Ada jembatan merahnya, keren pokoknya deh.”
Kami ke parkiran dan langsung
menuju taman yang kedua. Jaraknya tidak begitu jauh memang. Setelah sampai ke
taman yang kedua, bayar parkir lagi dua ribu rupiah.
Sama seperti di taman satu. Kami foto-foto
dan muter-muter taman. Gue yang melihat orang di taman
sebelumnya kemudian bertanya ke Yuni, “Yun, ini kayaknya orangnya yang tadi-tadi
lagi ya?”
“Ah, perasaan lu aja kali, Bro,”
jawab Yuni sotoy.
Setelah diperhatikan dengan
jelas, gue berpendapat kalau taman ini dengan taman yang sebelumnya nyambung.
Yuni masih tidak percaya.
Akhirnya, Yuni pun bertanya, “Eh, itu anak SMA yang pacaran
tadi ya?”
“Iya.”
Kami menelusuri jalan, dan
ternyata benar. Ini tamannya sama. Diibaratkan masuk dengan pintu yang berbeda.
“Duh, bego banget, yak, Bro. Ngapain kita parkir dua kali,” ujar Yuni.
“Lu, sih! Dibilangin sotoy!” kata
gue nyolot.
“Yeeeh, gue kan baru pertama
kalinya juga.”
“Sayang kan uang dua ribu,” kata
gue.
“Iya, ya. Tapi, yaudahlah. Dua ribu
doang.”
Dua ribu bagi seorang
pengangguran itu sangat berharga. Itu pun lumayan banget bagi gue. Beli cilok
dapet empat. Iya, kan?
***
Puas foto-foto, terus kami langsung berniat pulang. Tapi sebelum benar-benar pulang
ke rumah, kami mampir ke masjid di pinggiran jalan karena sudah pukul 17.00. Selesainya salat Asar, Yuni mengajak gue makan lagi.
“Gue pengin yang kuah-kuah, Bro. Pempek
kayaknya enak, di mana ya pempek yang enak?” tanya Yuni sambil memakai tali
sepatunya.
“Yah, gue alergi ikan.” Gue mencari alasan untuk hemat. #PengangguranHarusBerhemat
“Yaaahh. Apaan dong kalo gitu? Bakso Jawir apa?”
Mengingat harga Bakso Jawir yang
lumayan menguras kantong, gue mencari alasan lain.
“Gue nggak biasa makan sore. Gue biasanya kalo makan pas malem, abis Isya gitu,” jawab gue asal.
“Yailah, temenin gue, dong, Bro.”
Yuni merengek.
“Emang lu masih laper?” tanya gue. Pertanyaan itu bodoh. Udah tau orang ngajak makan, masih ditanya aja laper. YOGA OH YOGA. BODOH SEKALI KAU, NAK!
“Laper. Emang lu nggak, ya?” Yuni bertanya balik.
“Enggak begitu. Tapi, gue nggak biasa aja makan sore. Biasanya gue makan sekitar jam tujuh, pokoknya udah terjadwal,” jawab gue dengan jawaban paling logis.
“Emang lu kalo makan sore kenapa, sih? Muntah-muntah?”
“...”
“Kalo makan sore, perut lu bakalan sakit dan melilit?” tanya dia random. “Atau bakalan kejang-kejang?” lanjutnya.
Sebelum gue ditanya yang lebih parah lagi, seperti, “Kalo lu makan sore, lu bakalan berubah menjadi serigala?” atau “Kalo lu makan sore, dunia langsung kiamat?”
OKE, YUN. GUE NYERAH! GUE NGGAK
BISA ALASAN APA-APA LAGI. LU MENANG!
“Yaudah. Ayok, makan,” jawab gue antusias.
“Nah, gitu dong.” Yuni langsung ceria.
Padahal, niat gue hanya ingin dia ini jadi lebih hemat. Kan tunda sebentar buat nanti makan di rumah bisa.
Akhirnya, Yuni mengajak gue ke Bakmi DKI dekat Rawa Belong. Tapi, di tengah-tengah melahap makanan, Yu berkata pelan, “Gue kenyang, Bro.”
Gue hanya tertawa.
Kali ini kami membayar masing-masing. Yakali gue dibayarin mulu. Lain kali, kalau rezeki gue berlebih, pasti gue yang traktir. Doain aja yak, Yun. Hahaha.
Dia mengantarkan gue pulang,
percis seperti tadi menjemput gue.
“Makasih ya, Yun, untuk hari ini,” kalimat itu terucap begitu saja.
“Eh, gue dong, Bro, yang seharusnya bilang makasih.”
Sebuah panggilan “Bro” terasa
berbeda ketika dia yang mengucapkannya. Terasa nyaman di telinga gue. Seperti kata “sayang”. Mengingat
banyak kisah gue dengannya dulu, apalagi ketika pertama kali naksir dengannya, sepertinya serpihan-serpihan rasa itu belum juga hilang sepenuhnya. Tapi biarlah, gue hanya ingin melihat dia tersenyum bahagia. Dan seperti ini saja, rasanya kami sudah saling bahagia. Kami berdua tertawa. Kami menikmatinya.
Hari Selasa itu, sungguh membahagiakan. Terima kasih.
63 Comments
Ciee Yoga jalan sama cewek, ciee. Pantes aja di Bogor jadu hujan mulu. *eh....
ReplyDeleteApa hubungannya? -__-
DeleteYah, biar lucu aja. Gak lucu, ya? :3
DeleteHampir, Gung. :p
DeleteEmansipasi wanita. Wanita juga boleh modus sekarang. Minta anterin bayaran kuliah, padahal pengen jalan.
ReplyDeleteKok baru UTS (susulan) sih? Gue aja udah libur abis UAS.
Itu pinter banget, parkir 2 kali buat tempat yang sama. Kalian kompak. Kalian jodoh.
Bahaha, itu nggak direncanakan deh yang jalan.
DeleteBiasa, kelas karyawan itu kan beda.
Wakakakak, iya karena baru pertama kali ke situ. Maksudnya kalian jodoh? Apa bodoh?
Bukan bodoh, tapi jodoh. Jangan tanya kenapa, haha.
DeleteBoleh di-amin-i? Aamiinn. :))
DeleteWah lumyan juga tuh si yuni....
ReplyDeletelangsung aja yog gk perlu lama2 (btw tulisanmu ini brapa hari sih jadinya, kok baru ngepos lagi)
Haha iya lumayan.
DeleteLangsung apa?
Hmm, gue posting ada jadwalnya. :D Rabu dan Minggu, Bro. Jadinya cuma 2 jam aja kok.
Baru kali ini ada cowok di jemput cewek haha, emansipasi memang benar adanya.
ReplyDeleteBuat Yuni di luar sana, nanti tagih tuh janjinya si yoga buat traktir balik. Kalo bisa minta yang mahal haha
Yailah. Dijemput cewek emang salah? :/
DeleteHahaha. Janji cowok harus ditepati, tenang aja. :)
Cieee, yoga sekarang mainnya sama cewek. Tumben banget, yoggg. :)))
ReplyDelete( TUMBEN ) :))
DeleteAh gue mah gak usah komen banyak ah, cuma mau absen doang kok huahahaha :p
ReplyDeleteYa udah, gapapa. Makasih ya udah mampir. (Ceritanya gantiin Yoga. Yoga lagi nyuci di belakang)
DeleteTiwi : Ngeledek doang?
DeleteRenggo : Maksud lu apa? -___- Gue nggak nyuci. Tapi ngepel.
cie ilah yoggggg. keren banget ni emansipiasinya, berasa berani beda gitu :)
ReplyDeleteitu taman tekno bsd tanggerang kan?
hmm, gue jarang main ke tanggerang. paling ke poris doang..
Yoi. Berani beda.
DeleteIya, Tangerang.
Poris malah gue nggak tau. -__-
ciye yogaaaaaaa,, tanda-tanda nih.. ihiw wkwkwk
ReplyDeleteCiyee. Tanda apa, sih?
DeleteCieee Sikat yoog!! Tunggu apa lagi wkwkwkw... itu, foto pertama kok kakinya cuma satu? Hih!
ReplyDeleteSikat? Sikat gigi?
DeleteIya. Jangan-jangan hantu. Hih!
gue melihat sebuah pertanda :D hahaha goodluck lah ;)
ReplyDeletePertanda apa? Makasih. :)
DeleteItu kok si Yuni bra-bro-bra-bro melulu sih kenapa nggak Yang-yang aja :b
ReplyDeleteNarsis banget lu Yog. :((
Jagan-jangan bro-zone nih
DeleteDeva : Apalah arti panggilan, Dev. :p Gue kalo sama dia memang narsis gitu. Nggak ada urat malunya.
DeleteRenggo : Sirik aja. :p
Gue kalo ceritanya jalan berduaan, bawaannya pengin cepet-cepet close tab. T.T Yuninya udah baca postingan ini belom?
ReplyDeleteSama Haw, gue juga pengen cepet close tab
DeleteHaw : Jangan di-close dong. Baca dulu. Belum kayaknya.
DeleteRenggo : Taeeee. Jangan iri gitu dong.
Sama Haw, gue juga pengen cepet close tab
DeleteJangan, Mas. Baca dulu. Semoga nggak cemburu. *lah?
DeleteHahaha ngapain cemburu? Paling yang cemburu si Reza sama Agung:p
DeleteWA diseriusin. :(
Deleteciee yoga,,,hehehe kayaknya yuni suka tuh sama kamu.hehe
ReplyDeleteHahaha. Mungkin. :))
Deleteudah di jemput di bayarin pula, begh apalagi yogg kode nya udah terlalu keras tuh :p
ReplyDeleteHahaha. Kode apaan? :D
DeleteOh, man, sweet banget. Bikin ngiri itu video-nya tauk.
ReplyDeleteJangan iri dong. :(
Deletevideonya keren banget,,manyun-manyun gitu :D
ReplyDeleteHahaha, iya. Iseng aja manyun. :p
Deletehhahaha ciee pake dijemput segala yoggg...
ReplyDeletesikattt pa hajiii XD
Maksudnya gimana? Pak Haji disikat? Giginya? Nanti Bu Haji marah lagi. :(
DeleteUdah Yog, dari pada jomblo, gak jelas. Hajar blehh!!
ReplyDeleteManis ko Yunu. wkwkwkwkw
Lu yang nggak jelas.
DeleteYunu itu siapa, Zis?
ngiri ah,, hehee salam kenal mas..
ReplyDeleteSalam kenal, Mas.
DeleteYog, wajah penuh kemuluan maksudnya itu muka lu dipenuhi alat vital? :))
ReplyDeleteDi Bekasi boro-boro ada tempat kayak gitu, flyover baru jadi aja disembah-sembah hahaha
Bangkek! Itu udah dijelasin juga di tulisan. :(
DeleteAnjeeerrrr. Sedih amat. Sabar ya, Nak.
Cieee yang mau hemat tapi ga jadi :D
ReplyDeleteItu bercanda kok tulisannya. :/
DeleteCieeeee cieeee so sweet banget sih kalian. Jadi iri deh :(
ReplyDeleteCiye. Loh, kok iri? Jangan iri dong. :(
DeleteKita juga bisa kok jalan. Eh gimana?
Hahaha habis sweet banget sih kalian.
DeleteSemoga cepet balikan ya, Bro. Kalian cocok deh \:D/
Begitulah kami. Caileh.
DeleteBentar-bentar, kok balikan? Ada yang salah ini.
Yuni boleh jugak. Boleh di-php-in. Eh, maksudnya boleh dipacarin. :P
ReplyDeleteOke, mulai sekarang perkenalkan. Yuni itu adalah... :))
DeleteSiapa? ._.
DeleteCieeeeeee beruntungnya kencan,sama wanita yang beruntung. Yuni itu nama panjangnya siapa, Yog? Yunikah ya?
ReplyDeleteYuni Sarah. XD
DeleteHmm, bisa tuh bisa. Yunikah boljug-boljug. :)
sesuatu bangat ama si yuni..hihihii...
ReplyDelete—Berkomentarlah karena ingin, bukan cuma basa-basi biar dianggap sudah blogwalking.