Pernah gak kalian melihat hantu terus merinding sampai rasanya pengin teriak dan nangis, tapi akhirnya malah diem dan gak bisa berbuat apa-apa?
Boleh dijawab, boleh enggak. Tapi yang penting jangan gantungin aku selama berhari-hari dengan alasan, “Aku lagi fokus UN, nanti aja jawabnya.”
Kalo gue pernah, dulu pas masih kecil. Gue agak lupa pas umur berapa, seingat gue kayaknya pas masih kelas 1 atau 2 SD. Awalnya, gue lagi jagain Sadam (adik gue, saat itu umur dia baru sekitar 2-3 tahunan) di kamar karena gantiin tugas Nyokap yang mau mandi sore dan salat Magrib.
Saat sedang asyik mengajak dia bercanda, tiba-tiba Sadam menangis kencang. Gue nggak tau apa yang salah dengan bercandaan gue. Gue bertanya, “Kenapa, kok nangis?”
Dia tidak menjawab dan tangisannya pun semakin keras. Saat gue sekilas mengalihkan pandangan, gue melihat Nyokap lagi berdiri salat Magrib di sebelah kasur di pojokan kamar. Tapi setau gue Nyokap masih berada di kamar mandi. Setelah gue lihat lagi, rupanya itu bukan Nyokap. Itu adalah hantu bungkus—atau yang lebih dikenal pocong. Gue hanya bisa menutupi muka dengan bantal karena gak bisa teriak ataupun menangis.
Kali ini, gue merasakan hal yang sama. Namun, gue bukan melihat hantu lagi. Gue baru saja melihat video ini.
Gue sarankan untuk menontonnya terlebih dahulu. Tapi kalo kuota lagi sekarat, ya tonton aja pas dapet wifi atau kuota lagi banyak. Ehehe.
Sumpah, habis menonton video itu hati gue rasanya tertusuk-tusuk. Gue speechless sampai sekujur badan merinding, setetes embun mengalir dari sudut mata, dan juga cepirit di celana.
Video yang kalian tonton barusan adalah tentang Perahu Pinisi.
Pinisi adalah kapal layar tradisional khas asal Indonesia, yang berasal dari Suku Bugis dan Suku Makassar di Sulawesi Selatan. Kapal ini umumnya memiliki dua tiang layar utama dan tujuh buah layar, yaitu tiga layar di ujung depan, dua di tengah, dan dua di belakang. Dua tiang layar utama tersebut berdasarkan 2 kalimat syahadat, sedangkan tujuh buah layar merupakan jumlah dari surah Al-Fatihah.
Perahu Pinisi ini gambarnya juga sempat tercetak di uang kertas 100 rupiah. Dan ternyata, gue masih menyimpan uang itu di dompet. Ini bukti gambarnya.
Galeri pribadi |
Di video itu, bahkan ada seorang bapak yang berharap anaknya bisa meneruskan pekerjaannya kalau nanti sudah besar. Jadi, anak-anak itu terus menggantikan orangtuanya agar budaya ini tidak musnah. Apalagi gue semakin terenyuh ketika ada bapak-bapak yang bilang, “Saya cinta sekali pekerjaan ini.”
Gue jadi inget sama cerita pembuka di bukunya Pandji, Indiepreneur,
“Orang Indonesia itu aneh, ya,” ujar orang Jerman kepada Koes Pratomo Wongsoyudo, ayah Pandji.
“Aneh bagaimana?”
“Kalau bikin ukiran bisa detail sekali, indah, presisi,” ujar orang Jerman sambil menunjuk ke sebuah ukiran kayu jepara yang menempel pada tembok hotel. “Tapi... orang Indonesia kalau bikin tangga, anak tangganya nggak presisi banget. Ada yang 20 cm, ada yang 21 cm, dan 20,5 cm. Nggak bisa presisi, nggak bisa rapi. Kenapa begitu, Koes?”
“Yang bikin ukiran itu berkarya, yang bikin anak tangga itu bekerja.”
Dan gue menyimpulkan sesuatu,
Walaupun mereka—para pembuat Perahu Pinisi—tidak menulis karya sastra seperti novel, cerpen, atau puisi; mereka tidak melukis atau mendesain gambar; mereka juga tidak bikin video di Youtube. Namun, menurut gue, mereka juga tetap berkarya dalam membuat perahu. Mereka berkarya dengan hati.
Dan yang paling unik dari Perahu Pinisi ini adalah proses pembuatannya. Dikerjakan oleh tangan-tangan ahli sebanyak 10 orang yang dipimpin oleh 1 orang. Pemimpin ini biasa disebut sebagai Punggawa (kepala tukang). Perahu ini dibuat dengan menggunakan peralatan yang begitu sederhana. Yap, semua bagian kapal ini dibuat dari kayu. Perakitan Perahu Pinisi juga tidak menggunakan paku (paku besi). Papan kayu itu saling disatukan dan dipaku cuma dengan menggunakan kayu sisa pembuatan badan kapal. Gokil.
Memang, sih, pembuatannya butuh waktu lama sekitar 1-2 tahun. Tapi, proses pembuatan perahu itu tanpa menggunakan catatan ataupun gambar. Tidak ada catatan seperti perhitungan ukuran, tidak ada gambaran dan desain perahu, dan tidak ada hal detail lainnya yang direkam ke dalam bentuk tulisan ataupun bentuk lain. Semua pengetahuan yang dimiliki itu tersimpan di kepala Punggawa dan diturunkan selama beratus-ratus tahun kepada penerusnya hanya lewat lisan.
Luar biasa.
Gue berdoa dan berharap semoga kebudayaan itu tidak akan pernah lenyap. Aamiin.
--
“Bagaimana manusia budaya itu? Dia dinilai dari prestasinya, dari apa yang dipersembahkannya pada sesama.” — Pramoedya Ananta Toer
Sumber referensi:
https://id.wikipedia.org/wiki/Pinisi
http://www.gocelebes.com/kapal-pinisi/
61 Comments
Serem amat itu pas kamu liat pocong. Beneran, Yog?
ReplyDeleteKeren emang pembuat perahu itu. Kalau saya jadi Luffy, udah saya ajak jadi shipwright.
Bener, Ris. Semoga itu yang terakhir kalinya deh. :')
DeleteAhaha. Boleh juga. :D
Ya Allah jangan sampe deh liat yang begituan.
ReplyDeleteWOW.
udah pernah nonton proses pembuatan kapal pinisi di Unyil, tapi kayanya unyil gak ngejelasin perihal filosofi syahadat dan ayat surat al-fatihah deh, disini jadi tau kalo kapal pinisi ada makna hebatnya. :3
Mantap. berkarya enggak melulu yang orang-orang jaman sekarang anggap ya, bisa lewat apa aja. Yang penting berasal dari hati.
Iya, jangan sampe. :)
DeleteGue juga tau karena baca referensi itu, Bah. :D
Hehehe. Iya. Dari hatinya, bukan untuk ikut-ikutan. :))
Karena Unyil sekuler. Sementara Yoga masih ada sisi religiusnya.
Deletenice yog, berkarya... bukan bekerja, gw udah lupa loe liat pocong diatasnya.. tapi "berkarya bukan berkerja" kena banget ke gw
ReplyDeleteItu cerita pocong cuma intro soal speechless melihat sesuatu aja, kok. :))
DeleteSerem banget pernah lihat hantu bungkus, Yog. :( Anak seumur Sadam memang biasanya peka duluan sama penampakan gitu ya: (
ReplyDeleteKeren gilaaaa. Nggak ada catatan atau ukuran pasti buat bikin perahu itu. Cuma dari perintah Punggawa. Keren keren. Pekerjanya udah bukan kayak pekerja ya, Yog. Tapi seniman. Bikinnya dari hati banget :)
Iya. Aku juga berharap semoga kebudayaan perahu pinisi nggak bakal lenyap dan punah. Aamiin :)
Anak seumur sadam, peka juga gak ya, sama kode perempuan? :(
DeleteIch: Hooh. Anak kecil emang sensitif sama hal kayak gitu. Iya, Cha. Jadi langsung ditanem di mindset mereka.
DeleteAamiin.
Dibah: Dibah minta dikasih pocong!
Iya, ya. Kenapa anak kecil bisa ngeliat begituan. Giliran udah gede, gak bisa lagi. Mungkin karena masih polos kali, ya. Wkwkwk
ReplyDeleteKeren. Dan itu salah satu alasan, kenapa gue bangga jadi orang Indonesia. :D
Mungkin, Yu. Eh, tapi gue juga masih polos ampe sekarang, kok. Wakaka.
DeleteHidup Indonesia! :)
Ah iya, gue juga sempet baca yang kutipan Indiepreneur, tapi yang gratisan. Hehehe, belum sanggup beli versi cetak.
ReplyDeletePerahu Pinisi ini terkenal banget. Gue malah baru tau kalo prosesnya segitu kerennya. Tanpa catatan. Apalagi yang paling keren, tanpa paku. Subhanallah.
Dari quote yang terakhir, kayaknya kita diajak jadi manusia berbudaya :)
Gue akhirnya beli, waktu itu lagi ada diskon 10-20%. Tapi tetep mahal buat gue. Di atas 50, sih. Ahaha. :))
DeleteIya, dipakunya pake kayu juga. Gokils.
Yang bisa bermanfaat bagi sesama. :)
Itu duit 100 masih Yog?
ReplyDeleteKalo emang masih, gokil. Duitnya penuh sejarah. Hehe
Play di rumah aja videonya, di kantor buffer :p
Gue masih punya. Ada di dompet. Ehehe.
DeleteUdah nonton videonya? :)
Pernah denger juga cerita tentang ini, waktu masih sekolah eh sekarang di ingetin lagi sama lu xD
ReplyDeleteKarena kita sebagai sesama memang harus saling mengingatkan, Wid. Ehehe. :D
DeleteWaduy belum pernah dikasih tau sama hantu secara langsung. kata orang tua sih kalo udah pernah nampak yang gituan sekali, mata batinnya udah kebuka. Jadi tingkatin lagi Yog, mungkin lo punya jiwa Indigo kedepannya.
ReplyDeleteKalo gue belum siap. :(
2 Tiang 7 layar. Filosofinya dalam juga. gue jadi tambah yakin kalo nenek moyang kita dulu kalo ninggalin warisan budaya pasti ada maksut tertentunya. Kayak Wali Songo yang bikin lagu gundul2 pacul, lir ilir, dll. yang bukan cuma lagu, tapi setiap liriknya ada pesan yang mo disampaikan.
Aamin. semoga para punggawa ini tetap pada lajurnya, melestarikan perahu Pinisi ini. \w/
TIDAAAKKK!!! Gue nggak mau. :(
DeleteEh, Lir Ilir itu juga, ya? *brb gugling* Gue taunya yang Gundul-Gundul Pacul aja. :D
Sebenernya yang bagus ya begitu, mengandung pesan yang pengin disampein. Ehehe. Etapi gak tau juga, sih. :))
Aamiin. \:D/
Eng... nggak ngarep liat hantu lagi deh -_- soalnya waktu kecil dulu pernah sekitar pukul 1 pagi gitu aku iseng ngintipin jendela kamar, pas lagi liat, tiba-tiba ada muka pocong nampang persis di depan jendela yang aku intip. Suwer, itu momen horror yang pernah aku alami -_-
ReplyDeleteFyuuuuh, Perahu Pinisi ya? Klasik, indah dan menawan sih kalau dilihat-lihat :') lebih suka sama orang yang berkarya ketimbang bekerja :')
Ahaha. Ya, sama. Gue juga nggak mau lagi.
DeleteNilai seni klasiknya bagus ya, Feb? :)
Wah sudah lama gk lihat uang 100 lama it #galfok
ReplyDeleteKeren pesan yg tersirat didlmnya, berkarya dgn hati 👍
Akhirnya sekarang bisa lihat lagi di blog ini, ya. Ehehe. :D
Deleteserem tapi menarik :D
ReplyDelete“Yang bikin ukiran itu berkarya, yang bikin anak tangga itu bekerja.”
ReplyDeletejadi pengen baca buku pandji xD
Baca, Kak. Bagus tuh! :D
Deletehmm jadi kesimpulannya berkarya sama bekerja itu beda ya ?
ReplyDeleteBener juga, berkarya itu orientasi nye menyenangkan secara kepuasan.
Tapi kalau bekerja itu, orientasinya nunggu gaji. Tapi kalo gaji udah turun, tetep menyenangkan juga sih.
Beda di titik kepuasan kali yaa.
Iya, betul. Titik kepuasan.
DeleteMeskipun sama-sama melakukan suatu pekerjaan, tapi kedua hal itu berbeda. Bedanya, sih, kalo bekerja itu seperti ada keterpaksaan. Kalo berkarya, ya karena dia ingin. Para karyawan juga bisa berkarya. Dia melakukan pekerjaannya dengan senang hati dan ingin berprestasi di bidang itu. Bukan karena takut sama bos. Gitu. CMIIW. :D
Loh kamu nulis udah kayak nulis artikel pelajaran sejarah. Hehehe
ReplyDeleteItu kamu sedih nonton begituan? Aku nonton anime sport aja udah berkaca-kaca. Spion.. Wkwk
Ehehe. Lumayan buat pembelajaran. :D
DeleteKirain kaca di pensil rautan. :(
Alhamdulillah,, yaa akhirnya bisa kebuka jugaa..
ReplyDeleteAnak kecil emang biasanya lebih peka.. huh serem..
2 tahun bikin perahu, lama juga ya.. ckkckk
Baru tau filosofinya perahu 2 tiang 7 layar, 2 syahadat dan 7 ayat al fatihah. keren juga..
Orang kerja mengharap gaji, tuntutan profesi beda sama orang berkarya. kepuasan batin bener juga sih.. yah meskipun juga karya dijual juga pada akhirnya tapi tetap mempertahankan nilai budaya.. Salut :)
Alhamdulillah. Makasih udah mau main ke url yang baru. :D
DeleteEhehe. Lumayan, Rum. :)
Salut banget. Nggak banyak yang mau begitu.
Gw sih belom pernah lihat setan, dedemit atau sejenisnya.. Bersyukur belum pernah lihat.
ReplyDeleteTapi gw belum paham apa hubunganya ketemu setan sama pembuatan perahu itu. Apa karna gw belum lihat videonya kali yah. Mungkin.
Sebenernya itu buat pembukaan aja, sih. Gue nggak tahu harus bilang apa sehabis nonton video itu. Mencoba cari hal yang berkaitan. Eh, malah keingetan hantu. Hahaha. :)
DeleteGilaaak yaa ternyata kapal pinisi itu bener-bener detail banget. Emang, sih, apapun yang dilakukan dengan 'hati' pasti hasilnya juga akan terlihat kereeeen :))
ReplyDeleteHohoho. Kapal Pinisi memang gokil. Yoi, Mas. :))
Delete:( Gue merinding. Baca ini sendirian di kantor. Hantu bungkus di pojokan kamar. Sereemm
ReplyDeleteGue baru tahu dengan filosofi 2 tiang 7 layar. Kereeen ih.
Salut juga dengan orang yang kayak gitu. Membuat karya bener-bener dengan hati. Demi kepuasan batin sendiri :))
Itu pembukaan doang, kok. :D
DeleteYaapps. karena batin memang perlu diisi. Jangan sampe kosong. :))
Halah.
Bisa bikin perahu tanpa rancangan itu kereeeen O(∩_∩)O
ReplyDeleteTernyata orang indonesia hebat-hebat ya Yog, mereka (para pekerja) semangat banget ngerjainnya meskipun untuk bikin satu kapal butuh waktu yang sebentar, saluut sama mereka
Yang gak sebentar maksudnya hhe, njiiir buru" ngetiknya ngeri blog lu menghilang tiba-tiba soalnya hahha, penyakit lama
DeleteHo'oh, Vir. Semuanya tertanam di kepala begitu aja. Salut! :D
DeleteEmang masih suka penyakitan ini blog gue, ya? :(
yog, akhirnya blog lu sudah bisa gue buka pake pc gue
ReplyDeletesebelomnya entah kenapa malah tulisannya not found gitu hahhaha
ih gue paling serem sama po co ng...takut banget...karena kan itu pakaian kita di akhir kehidupan aduhhhh
gue nih ya, kalo liwat pkarangan yang ada puun pisangnya suka berimajinasi yang engga engga, takut ada putih-putih nongol gitu
e bisaan aja ni dari cerita hantu njut ke filosofi duit cepean
emang yog kalo ditelaah secara harfiah penjabaran kata berkarya itu luas..
yang jelas semua yang menghasilkan sesuatu apapun bentuknya bisa disebut dengan berkarya
Hahaha. Iya, beberapa pada ngeluh eror. Maaf atas ketidaknyamanannya ya, Mbak. :(
DeleteWaduh, jangan dibayangin sampe segitunya. :D
Iya. Di KBBI pun arti berkarya seperti itu. :)
liat video ini gue jadi inget berita tentang reklamasi itu haha, kampret.
ReplyDeletetapi yang lebih merinding gue baca ini yog
“Yang bikin ukiran itu berkarya, yang bikin anak tangga itu bekerja.”
bekerja dan berkarya bedanya jauh banget, bekerja cuma buat uang, berkarya tentang kepuasan, kalaupun dapet uang, itu bonus dari karya yang kita buat. gitu kali ya.
dan iya, kebudayaan itu tidak bisa dibuang begitu saja, gue setuju sama bapak yang di menit 5 itu.
Nah, bisa dibilang begitu. Kadang terlalu ngejar uang sampe lupa sama kepuasan hati. Lupa bahagia. :D
DeleteMerinding pas nonton itu ya, Er. :))
merinding yog, dapetnya malah gue jadi ngelamun :3
DeleteAku baru tau nama si perahu itu adalah pinisi, pembuatannya yang ternyata lama, dan juga dikasih ingatan perihal berkarya - bekerja. Trims Yog!
ReplyDeleteGue dulu juga nyebutnya kapal layar. Karena emang nggak tahu namanya. Ahaha. Sama-sama, Sya! :)
DeleteEug belum pernah lihat begituan, sih. Cuma di mimpi doang.
ReplyDeleteEh kayaknya gue pernah nonton ini nih..
Indonesia memang kaya dengan kearifan lokalnya. Semoga terus terjaga biar bisa dipelajari anak cucu kita.
Baguslah, Mif. :D Wih, keren udah pernah nonton! Aamiin ya, Rabb.
DeleteJadi, berkarya dan bekerja adalah dua hal yang berbeda?
ReplyDeleteSebenernya sama, tapi ada yang ngebedain. Menurut saya begitu. Kalo salah, mohon maaf dan tolong dikoreksi. :D
DeleteItu seriusan cerita liat hantu bungkus? Itu teh Sadam nangis karena liat begituan? Hah geuning serem :(
ReplyDeleteWaaahhhh, aku baru tau lho 2 tiang dan 7 layarnya di Perahu Pinisi itu ada maknanya. Makasih, lho.
Masya Allah. Keren. Merancangnya paling keren, tanpa "resep". Mereka berkarya dengan hati. Emang, bener. Dengan instruksi yang menurutku abstrak, proses lama tapi jadinya luar biasa.
Seriusan. Ya, tapi itu dulu. Udah lama, kan. :))
DeleteHohoho. Iya, Ris. Gue juga sebenernya baru tahu. Makanya gue berbagi. Ya, siapa tau aja ada yang bisa dipetik dari tulisan ini (ini tulisan apa gitar, Yog?).
Maaf Yog baru sempet kemari, dan alhamdulillah-nya sekarang akbaryoga(dot)com bisa gua akses lewat laptop. Yeah!! *kegirangan sendiri*
ReplyDeleteWow, pembukaannya keren, pake unsur horor (apa gua doang yang merasa pembukaannya keren? :p). Gua sendiri belom pernah sih Yog ngelihat hantu begitu, tapi kalopun suatu saat ngelihat, pastinya gua juga akan shock haha :D
Videonya keren Yog. Gua baru tahu proses pembuatan perahu Pinisi sampe sebegitunya. Dua tiang layar utama dan tujuh buah layar, ternyata jumlah tersebut ada maknanya, dan subhanallah sekali maknanya religius. Sebuah pengingat akan kebudayaan kita yang ngga boleh diremehkan gitu aja, ya ngga? Jelas kapal Pinisi adalah kapal tangguh yang dibuat dengan "hati". Tanpa catatan atau gambar, menggunakan peralatan yang begitu sederhana, semua bagian dari kayu, tanpa paku besi, proses pengerjaan 1-2 tahun... wow, LUAR BIASA! Semoga kebudayaan leluhur yang agung macem begini ngga lenyap.
Gua malah udah ngga nyimpen lagi uang kertas 100 rupiah Yog hehe.
Itu yang percakapan si orang Jerman sama bapaknya Pandji simple but meaningful. Perbedaan berkarya dan bekerja. Karya yang timbul dari hati pasti sangat bermakna.
Pembukaannya keren, penutupnya pun keren, pake kutipan Pram :D
Manusia budaya dilihat dari prestasinya dalam mempersembahkan sesuatu ke sesama.
Hehehe. Santai aja, kok. Bebas berkunjung ke sini kapan aja. Nggak ada paksaan.
DeleteWah, syukur deh kalo udah bisa. :D
Aamiin. Jangan sampe sebuah kebudayaan kayak gini lenyap deh. Budaya dalam negeri yang bagus begini kudu dilestarikan. Kalo bisa budaya-budaya negatif dari luar juga berkurang dah. Ehehe. :))
Yoih, Bay. Obrolannya simpel tapi maknanya dalem. :D
moga2 ya Yog, masih banyak generasi mudanya yg bisa membuat perahu pinisi ini.. aku jd tau juga kalo kapal ini ga dibikin sembarangan dan ada artinya dari tiap layar dan tiang..
ReplyDeleteTrus yg ttg pocong, haiyaaaa, aku merinding bacanya... beneran ituuu??? suami lg outing ke lombok ini ;p.. kebayang2 jadinya -__-
Aamiin. Semoga ya. Saya juga awalnya nggak tau. Setelah baca-baca jadi tau. :D
DeleteHahaha. Beneran, Mbak. Udah lama banget itu, kok.
hahahaha serem amat >.<
ReplyDeleteitu kok bisa masih nympen cepean merah?
Lumayan deh seremnya dulu. Sekarang kalau diinget juga masih merinding. Maaf baru bales sekarang. Bisalah. Emang mengoleksi. :)
Delete—Berkomentarlah karena ingin, bukan cuma basa-basi biar dianggap sudah blogwalking.