Wuih, udah bulan April aja. Udah ganti domain baru pula. Ehehe. Oke, maaf kalo pamer. Hari ini adalah Sabtu pertama di bulan April. Ng... nanti malam Mingguan ke mana nih, ya? Sejujurnya, udah lama gue nggak keluar rumah di malam Minggu. Seingat gue, terakhir malam Mingguan itu pas tanggal 19 Maret 2016. Yaelah, Yog! Belum ada sebulan aja udah ngeluh lama.
Gue masih ingat dengan jelas tentang malam itu. Di mana gue malam Mingguan untuk menghadiri acara Malam Puisi Jakarta.
***
“Parkirnya tolong agak pinggiran ya, Mas. Ini buat jalan soalnya,” kata pemilik kafe kepada gue yang sepertinya parkir tidak rapi. “Maaf nih sebelumnya.”
“Oh, iya-iya, Bang.” Gue tersenyum dan langsung menggeser motor. Setelah sudah memarkirkan motor dengan benar, gue pun masuk ke dalam Jung Coffee, tempat diselenggarakannya Malam Puisi Jakarta. Karena masih banyak meja yang kosong, gue memilih meja yang posisinya menghadap ke tempat pembacaan puisi.
Gue menaruh tas, kemudian memanggil pramusaji untuk memesan menu. Gue memilih french fries dan es teh manis. Maklumlah, lagi berhemat. Sambil menunggu pesanan itu datang, gue memainkan HP. Tadinya mau update location di Path, tapi nggak tau kenapa malah nge-chat Santi (teman yang katanya mau hadir ke acara ini), “Lu udah di mana, San?”
Karena belum ada balasan, gue mengeluarkan buku kumpulan cerpen “Rasa Cinta” dari dalam tas, lalu... gue kipas-kipas. Ya, kagaklah! Gue membacanya. Lagi asyik-asyiknya membaca, tiba-tiba fokus gue terganggu oleh suara seorang cowok yang sedang mengetes mikrofon. Belakangan diketahui, dia adalah MC acara Malam Puisi Jakarta. Karena gue lupa namanya, maka sebut saja dia Agus.
Gue melanjutkan membaca buku kumpulan cerpen dan terlarut dalam ceritanya. Tak lama setelah itu, hape gue bergetar. Fokus membaca pun kembali hilang. Gue mengecek hape, ada WhatsApp dari Santi. “Ah, bawel lu! Kayak dateng aja, segala nanya-nanya mulu.”
Sial. Emang, sih, dari tadi gue nanya-nanya mulu. Tapi, kan, yang akhirnya sampe duluan itu gue woy! Jadi, ceritanya gue iseng ngerjain dia kalo males dateng ke acara ini. Berbagai alasan gue sebutkan; “Ah, malem Minggu macet. Kafenya juga jauh dari rumah gue”, “Gue lagi bokek, malu nanti kalo mesennya es teh manis doang”, “Nenek gue meninggal. Mau yasinan (padahal mah dari gue belum lahir, nenek gue udah meninggal)”.
Sekitar 5 menit berselang, gue melihat dua orang cewek yang baru saja masuk kafe. Salah satu dari cewek itu juga melihat gue dengan tatapan kesal dan langsung menghampiri gue. “Ngomong nggak mau dateng. Oke fine, lu udah bohongin gue, Yog!”
Ya, cewek itu adalah Santi. Dia langsung marah-marah nggak jelas dan protes sama gue. Gue hanya ketawa-tawa.
“Sini, Vik,” kata Santi memanggil temannya, Vika, seorang cewek berkerudung dan berkacamata yang sebelumnya juga pernah bertemu gue di kafe ini.
Kami pun duduk bertiga dan ngobrol-ngobrol soal Malam Puisi. Santi bercerita mengenai pengalamannya membaca puisi di malam Minggu kemarin. Saat sedang seru-serunya ngobrol, pramusaji datang mengantarkan pesanan gue.
“Ngomong nggak ada duit, itu kok sanggup beli kentang?” tanya Santi.
“Nggak enaklah kalo gue mesen es teh manis doang,” jawab gue sambil mencolekkan kentang goreng ke saus, kemudian memasukkannya ke mulut.
Santi tidak merespons lagi dan malah memesan macchiato, sedangkan Vika memesan menu yang sama dengan gue. Duh, ini Vika ngapa sama-samain, sih? Hahaha.
***
“Selamat malam,” ujar Agus membuka acara.
“Malam,” jawab gue pede.
Anehnya, semua orang yang ada di kafe malah berteriak “Puisi” dengan sangat keras. Gue terheran mendengarnya. Kenapa gue beda sendiri? Ternyata kalau ada seseorang yang mengucapkan kata “malam”, para peserta yang lainnya itu menjawabnya dengan kata “puisi.” Gue malah sotoy. Duh, malu abis. Pengin pulang aja rasanya. Ini memang pertama kalinya gue mengikuti acara Malam Puisi. Jadi, tolong dimaklumi, ya.
Acara Malam Puisi Jakarta ini pun dimulai dengan begitu meriah. Satu per satu peserta mulai tampil di depan dan membacakan puisinya dengan penuh semangat. Gue kagum bukan main sama orang yang berani membacakan puisi di depan orang banyak. Kapan ya, gue bisa begitu? batin gue.
Setelah para anak-anak Malam Puisi Jakarta sudah kebagian semua, kini Agus menawarkan kepada para peserta yang lain, “Ada yang mau coba maju?” Karena tidak ada yang maju, Agus itu melanjutkan, “Kalo begitu, saya yang pilih, ya.”
Mampus. Gimana kalo gue yang dipilih? Oleh karena itu, gue langsung menyibukkan diri dengan memakan kentang sambil mainan hape. Lucunya, Agus itu malah menunjuk ke meja gue.
Mati gue.
“Mau maju lagi kayak malem Minggu kemarin, Mbak?” tanya Agus. Yang ternyata ia berbicara dengan Santi yang duduk di sebelah gue.
Syukurlah. Hampir aja gue.
“Ng... nanti deh. Yang lain dulu aja,” jawab Santi.
Santi panik bukan main. Ia pun minta ajarin sama gue. Gue hanya bisa tertawa. Gimana gue mau ngajarin? Gue aja belum pernah tampil. Maka itu, ia langsung memanggil Danis—seorang teman yang tadi sudah sempat maju—untuk belajar baca puisi. Kini, kami duduk berempat.
“Ini gimana bacanya ya, Kak?” tanya Santi menunjuk sebuah judul dari buku puisi karya Adimas Immanuel.
“Gini...,” Danis pun mulai mencontohkannya.
Gue hanya bisa menyimak sambil ngeledek Santi yang lagi belajar itu.
“Yog, temen gue diajak ngobrol dong. Jangan didiemin.”
Yak, kampret emang. Bilang aja takut nggak konsen kalo digangguin. Gue pun akhirnya mengajak ngobrol Vika. Bodohnya, gue memilih topik skripsi sebagai pembuka obrolan. Gue emang udah lama nggak ngobrol sama cewek yang baru kenal. Ya, tapi nggak gitu juga, sih. Astagfirullah. Yog... Yog.
***
Santi sudah selesai tampil. Ada beberapa orang peserta mulai mencoba membacakan puisi untuk yang pertama kalinya. Dan entah kenapa, tiba-tiba gue ikutan bersemangat dan jadi pengin coba. Sayangnya, gue paling nggak suka tampil di depan umum. Gue emang terkadang suka menulis puisi, tapi nggak pernah mau untuk membacakannya. Apalagi di depan orang banyak. Bisa mati berdiri kali gue. Oke, ini lebay.
Di saat itu juga, Agus menunjuk gue untuk maju. Dia bilang, “Yak, Mas yang pake kemeja kotak-kotak kayaknya mau maju nih?”
“Ah, enggak kok,” jawab gue senyum-senyum sambil menggelengkan kepala. Tapi anehnya, gue malah berdiri dan maju ke depan. Tubuh gue kayak bergerak sendiri. Kini, gue sudah berdiri di depan—tempat membacakan puisi. Gue membatin, KOK GUE SOK BERANI GINI, SIH?!
Karena sudah terlanjur maju, gue hanya bisa menghela napas, lalu berkata, “Selamat malam.”
“PUISI,” teriak mereka semua.
“Nama saya Yoga Akbar Sholihin. Ini pertama kalinya saya baca puisi.”
Beberapa orang bertepuk tangan dan meneriaki gue “Wuiiiih keren”. Anjir. Belum baca aja udah diapresiasi begini. Gue grogi mampus.
“Judulnya ‘Pertelevisian’.”
Mereka semua mulai memandangi gue dengan tatapan nggak biasa. Mungkin ingin segera mendengar puisi gue. Jadi, puisi ini adalah karya gue sendiri yang pernah ditulis setahunan yang lalu. Tanpa menunggu lama, gue segera memulainya. “Hiperbola pertelevisian. Percintaan, perselingkuhan, perceraian.”
OMG, gue baru saja membacakannya. Sumpah, gue tegang bukan main (tenang, bukan anuan kok). Tangan gue memegang hape dengan gemetaran. Gue melanjutkan dengan nada yang lebih tinggi,
“Semua dianggap biasa.
Menjadi hidangan dan santapan.
Kami kunyah penderitaan. Kami teguk kesedihan. MEMBOSANKAN!”
Gue membacakan puisi itu dengan amarah.
“Musik yang klise
Sinetron sampai mati
Kejahatan tikus berdasi
Wanita busana seksi
Merangsang birahi
Semua terpublikasi
Kami butuh hiburan segar
Bukan sekadar mengikuti pasar
Oh, aku mulai sadar
Pertelevisian sangat hambar!”
Fyuhhh. Kelar juga.
Saat gue ingin kembali ke tempat duduk, Agus berkata, “Karena tadi yang pertama, maka ada yang kedua dong.”
Ya, Tuhan....
Gue berasa dikerjain gini. Demi harga diri, gue hanya diam di tempat sambil mencari daftar-daftar puisi gue yang lain. Sedihnya, yang ada di notes tinggal puisi cinta-cintaan. Mau tidak mau, gue pun membacakannya.
Sebelumnya maaf karena puisi yang kedua tidak bisa gue tampilkan.
Selesai membacakannya, gue kembali ke tempat duduk dan langsung meminum es teh manis supaya rileks. Setelah gue tampil, kira-kira masih ada 3-4 penampilan sebelum acara itu berakhir. Vika juga akhirnya maju. Dia segala bilang puisi itu karya Yoga pula. Wuahahanjeeer. Ah, pokoknya, acara Malam Puisi ini selesai sekitar pukul 22.00. Para peserta yang hadir pun diajak foto bersama. Ehehe.
Malam Puisi Jakarta |
***
Sepulang dari acara itu, gue hanya tiduran di kasur sambil melihat-lihat lini masa Twitter. Tiba-tiba ada mention masuk dari Santi. Ia memberi tahu gue tentang twit ini:
Kritik tentang televisi dilancarkan dengan gencar oleh Yoga yang pertama kali membaca puisi. Wih. pic.twitter.com/ayuLVTTIHv— Malam Puisi Jakarta (@MalamPuisi_JKT) March 19, 2016
Gue tersenyum bahagia. Sedikit tidak percaya kalau gue sudah berani tampil. Mungkin lain kali gue akan mencobanya lagi.
57 Comments
Yoga keren. Puisinya keren. Udalah gak tau lagi komen apaan. Udah berani gini, baca puisi itu keren banget.
ReplyDeleteUben juga keren udah komen di blog ini. :D
DeleteLah, ini perasaan kemaren gak bisa komentar gara-gara page not found, ini kenapa malah ada. Ane. Blog lo keren, Yog
DeleteWakakak. Maafkan, ya. :(
Deletebeeeeh jago bener, bisa tampil baca puisi... multi talenta ternyata yoga
ReplyDeleteAduh, multi talenta gimana? Wahaha. Masih satu bidang, kok. Yaitu, penulisan. :)
DeleteYoga ternyata pyisinya keren Yog. Jago juga bikin puisi lo.
ReplyDeleteLebih keren lg lo bisa tampil dan membacakanya. Ntaap
Nggak jago, kok. Masih belajar. :)
DeleteNtaplah. :D
Huhuuyy....!! Ciiee yang perdana baca puisi tentang pertelevisian...
ReplyDeleteAkhirnya.. berani tampil jugaa..
Vika, bawain puisi cintamu... yang bikin malah gak mau bawain.. Hahaha
Ahaha. Iya. Gue rada malu gitu kalo puisi cinta-cintaan. :(
DeleteWaaaa. Keren udah berani! Oiya. Selamat buat nama baru blognya~ ^^
ReplyDeleteEhehe. Itu sebenernya mah deg-degan juga pas maju. Oke, makasih. :D
DeleteMantap, Yog!
ReplyDeleteBtw, itu puisi yang kedua kenapa gak bisa di tampilin? Ada nama mantan disitu? Jadi gak mau ditampilin biar gak keinget-inget lagi? Wkwkwkw :D
Wakakak. Bukan. Karena itu... jangan deh. Biar jadi rahasia aja. :)
Deleteitu yang paling keren yog, beraninya!
ReplyDeletegue presentasi depan kelas aja grogi bukan main, apalagi didepan orang asing kayak yang lu lakuin. -_-
Gue juga presentasi suka grogi, kok. :))
DeleteTapi kadang kalo di depan orang asing cuek aja, belum tentu ketemu lagi sama orang itu. Jadi pede deh. Nggak perlu malu. XD
Uwuwu ikutan malam puisi, maju dan bacain puisinya juga :D keren Yog kritik di puisinya :D hihih
ReplyDeleteDi Jogja sering juga sih ada malam puisi beginian ._. tapi aku nggak pernah ikut. Aku mah apaan wkwkw :D
Ehehe. Biasalah, Yoga anaknya sok mengkritik gitu, Feb. :D
DeleteWah, cobain dong! Seru tau. :p
Saluuut!!
ReplyDeleteMalem itu lu berhasil ngalahin dua rasa takut lu Yog!
Pertama : udah berani baca puisi depan umum :)
Kedua : berani ngajak ngobrol si Vika meskipun openingnya . . . . Ya gitu dah muahahaha
Muahahaha. Taaaeekk. Gue ngajak ngobrol cewek itu nggak takut woy!
DeleteWah gila keren abis.. Beraninya bukan main haha :)) Ini blogger paling berbakat sih.. Banyak banget yang bisa dilakuin! Haha
ReplyDelete-jevonlevin.com
Ah, kamu bisa aja. :)
DeleteMumpung masih muda, sih. Coba-coba hal yang baru. Yang penting itu kegiatan positif. :D
Ciye ciyeeeee. Yang bacain puisi di depan umum. Bukan bacanya di voice note grup lagi. Hahahaha. Keren keren. Sangaaaaaar. Berani maju dan padahal udah nolak tapi akhirnya maju juga. Aku baca puisi di depan para kakak kelas aja gugupnya bukan main, Yog. Apalagi ini kamu di depan banyak orang yang suka puisi. :D
ReplyDeleteItu si Vika, kamu ajak ngobrol aja, nggak ajak main? Nama panjangnya Avika bukan? Dia yang main iklan Oreo itu bukan sih, Yog? *digampar Yoga*
Oiya, dulu gue pernah iseng baca, ya. :D
DeleteIbarat seorang kijang di kerumunan singa. :(
Ajak main apaan? :| Ng... itu kayaknya Afika deh. Pake "F" bukan "V".
Untung g sampe pingsan yog
ReplyDeleteCoba kalo pingsan
Saya yakin bakalan rame
Aturan mah pingsan j
Biarrame
Emangnya Ryan di serial Malam Minggu Miko.
DeleteGue gak selemah itu, Nik!
DeleteKeren lo yog.. hehe
ReplyDeletePasti abis ini ketagihan ya.. lanjut terus nulis puisi bang..
Ahaha. Gue udah jarang nulis puisi tapinya euy. Itu aja puisi setahunan yang lalu. :(
DeleteWihwihwiih.
ReplyDeleteBaca puisi di depan umum. puisi mengkritisi pertelevisian pula. :D
Ehehe. Sok banget ya gue. :D
DeleteUdah ada keberanian sekarang, makin kece deh yoga :)
ReplyDeleteAh, nggak juga kok. :)
DeleteBagus juga puisi kamu, Yog. Bisa juga ditambahin gini;
ReplyDeleteAnak mudanya pacaran, naik motor mahal,
Bapak tua suka daun muda,
Mertua hanya ingin harta menantunya saja,
Semua seakan biasa di sinetron Anak Jalanan
Jangan lupa saksikan!
Salam Perindo.
Yehhh, ini masih aja Anak Jalanan. XD
DeleteWaktu gue bikin, sinetronnya, kan, belum ada. :)
nulis lucu iya, nulis puisi iya, bacain iya, pesen kentang goreng iya. keren. apalagi pas mencolek kentang ke saus. itu keren abis.
ReplyDeletentap ah! udah berani, dan punya mental untuk...nyolek saus. gue aja gak berani. belum muhrim.
multi talent lu, nyolek bisa, nyuruput es teh bisa.
Tom, lu sehat? :/ Apa kerennya colek kentang ke saus?
DeleteBodo, Tom. Bodo. :(
Kenapa yang puisi cinta-cintaan enggak ditulis disini Yog? Huehehe.
ReplyDeleteKeren ya ada kafe buat baca puisi gitu. Btw, keren juga lo Yog baru pertama baca puisi di depan umum udah dapet apresiasi begitu. Bisa tuh video baca puisi lo diupload di youtube biar bisa diliat temen-temen blog. hehe.
Karena kurang bagus dan takutnya menye-menye. Ahaha.
DeleteGue nggak ngerekam video itu, Rih. Jangan juga, ah. Malu saya. :)
Hahaha, ngakak banget pas lo sala bales nyapa. Pasti berasa awkward banget Yog. Dari puisi pertama, gue juad penasaran sama puisi yang kedua. Eh, bdw, gue juga pernah loh bikin puisi masterpiece. Liat aja di blog #bukanpromo
ReplyDeleteTernyata udah pindah rumah yah, pantesan rumah yang lama udah dijadiin panti pijat~
Ng... ya gitu deh rasanya. Ahaha. Nanti ya kalo blogwalking. :p
DeleteBangkhee. Kagak woy!
Wuihi, gokilll. Maju baca puisi gitu. Jadi inget zaman SD maju ke depan kelas. Rimanya nyater banget. Btw, ngerti kan maksudnya nyanter?
ReplyDeleteDan, selamat datang domain baru. Udah lama nggak BW, pas ngeklik yoggaas nggak bisa. Baru inget udah pindah tempat. Hohoho
Ngerti, kok. Ngerti. :))
DeleteHohoho. Makasih udah maen ke tempat yang baru. :D
kereeen yogaaa.. puisimu juga enak dibaca, ga bosenin, ga bertele2, ga penuh kata berbunga yang malah bikin pusing dan ngerutin dahi supaya ngerti ;)
ReplyDeletepuisi termasuk yang ga bisa aku bikin. milih kata2nya bisa lamaaaaaa bgt.. itupun lbh sering nyerah karena kelamaan stuck.. makanya aku ga begitu doyan ama segala sesuatu yang berbau puisi.. tapi kalo dengerin org lain yang baca itu beda rasanya ;)..
Aaakkk. Makasih Mbak Fanny. :D
DeleteIya, milih diksinya itu paling lama. Gue juga masih belajar nih. Sering banget stuck. :')
Ho'oh. Bikin puisi sama denger orang baca puisi itu dua hal yang berbeda. Hehe.
Yang punya nama Santi dateng.
ReplyDeleteBagus lo yeee ngomongin gue didepan umum!
Hihhhhhhhhh!
Minta di yasinin yog? Sini
Waaaahhh, ada Santi. Maaf-maaf. Ahaha. :p
DeleteGak nyangka lu bisa nulis puisi asoy gitu Yog. Gua kira selama ini apapun yg lu tulis selalu mengandung unsur bokep. Wah! Hahahha... :D
ReplyDeleteTata, apa yang kamu lakukan ke saya itu jahat! :( *ceritanya jadi Cinta*
DeleteWuiiiiiiiihhh. Kece, Yog! Jadi penasaran apa puisi kedua lo, dan penasaran jg gimana kalo lo baca puisi. Kalo kopdar, lo baca puisi yak sebagai salah satu rangkaian acara!
ReplyDeleteGue ngga bisa bikin puisi deh. Syedih. Salut bgt sama temen temen yg bisa bikin puisi keren.
Jangan penasaran. Gak mau, ah. Saya pemalu. :|
DeleteSemua orang bisa, kok. Coba dulu. :D
Komentarnya muji semua, nih. Gue ngeledek ah.... "Keren lo yog." -_- #GAGALNGELEDEK
ReplyDeleteYa, bisa ikutan nimbrung sama yang suka puisi itu bagus. Karena, lo akan menemukan dunia-dunia baru yg sejatinya itu keren. Bagus puisinya yog. Gue mah, bisa apa? Nulis aja, masih belepotan.
Tau tuh, padahal gue pengin dikritik puisinya. Btw, makasih. :D
DeleteJangan merendah gitu, Her. Lu kan udah bikin buku. Gue aja belum. Ahaha. XD
Pujian gua dimulai dari fakta bahwa lo bawa buku bacaan ke kafe itu dan lo baca untuk ngisi keisengan. Mantap! :D
ReplyDeletePas lo ngasih nama "Agus", kok gua keingetan si Agus yang ada di cerbung Widy ya? Haha. Cie si Vika pake sama pula mesennya sama lo :p
Pujian kedua untuk keberanian lo baca puisi milik sendiri (ini yang harus ditekankan) di depan semua orang. Bukan sembarang perkumpulan, tapi di depan perkumpulan pecinta puisi pula! Gua mah mungkin ngga seberani lo Yog haha (bikin puisi aja ngga bisa gua, apalagi mesti baca di depan umum). Berarti di hape lo ada kumpulan puisi milik sendiri sejak lama, atau emang ada yang lo siapin untuk acara malam puisi itu?
Mm... topik skripsi sebagai pembuka obrolan itu bisa dibilang anti mainstream, tapi sepanjang lawan bicaranya tertarik, ya fine2 aja haha :D
Perjuangan nyusun skripsi soalnya emang bisa dikupas berjam2.
Two thumbs up deh buat lo, Yog, yang akhirnya berani baca puisi milik sendiri di depan umum :)
Duh, dipuji gini. Ahaha. Thankyou! :)
DeleteNggak. Gue nggak niat sama sekali buat baca puisi pas dateng. Gue cuma pengin tau, itu acara Malam Puisi kayak gimana. Penasaran. Eh, ternyata acara itu ngasih kesempatan ke pengunjung yang belum pernah baca puisi untuk baca. Semua pengunjung pun akhirnya pada baca.
Hahaha, ada beberapa. Gue emang kadang suka nulis-nulis di notes hape. Kadang cuma ide, kadang ya kalo suasananya pas bikin puisi. Ehehe. Sebenernya mah disiapin banyak buku kumpulan puisi, tapi gue sok-sokan baca punya sendiri. Belagu ya gue. XD
Wakaka. Tapi kayaknya dia lagi males bahas skripsi. Skripsi itu topik yang cukup sensitif. Gue jadi gak enak gitu ngobrolnya. :D
Hohoho. :)
Pertama kali komen untuk domain baru nih! yeyeyelalala~
ReplyDeleteBaru tau kalau malam puisi seperti itu, aku mah apa atuh mau ikut aja maluk :(
Wuiih Yoga mantap..mantap. Pingin rasanya om jdi anak muda lgi kayak Yoga biar bisa tampil didepan anak muda lain utk membuktikan eksistensi dan idealismenya. Tambah semangatnya Yoga.
ReplyDelete—Berkomentarlah karena ingin, bukan cuma basa-basi biar dianggap sudah blogwalking.