Kala sedang asyik menikmati waktu santainya, Gusi mendadak terluka parah. Ia merasa dirinya tertusuk oleh sesuatu. Ia pun bertanya kepada sesuatu itu, si penyebab dirinya terluka, “Kau siapa? Kenapa dirimu tiba-tiba muncul, lalu menyakitiku? Apa salahku?”
“Mudah sekali meminta maaf atas apa yang sudah terjadi. Lantas, gunanya dirimu itu untuk apa, sih? Sudah melukaiku, terkadang juga mengganggu geraham yang lain, kok masih saja tidak tahu diri. Kau seharusnya sadar, kalau dirimu itu tidak dibutuhkan!”
Geraham Bungsu pun heran. Ia memang belum tahu apakah dirinya kelak dapat bermanfaat bagi yang lainnya atau tidak. Yang jelas, ia ingat sebuah pesan sebelum dirinya lahir, lalu naik ke permukaan, dan merobek Gusi, “Segala yang terjadi dalam hidup ini, pasti ada alasannya.”
“Kenapa tidak menjawab? Kau sudah tidak berguna, sekarang tidak bisa berbicara pula. Aku akan terus protes kepadamu selama sakitnya belum kunjung hilang. Terluka seperti ini akan membuat diriku lebih cerewet.”
Geraham Bungsu pun membatin, apa betul aku tidak berguna?
“Hei, Geraham Tak Berguna! Masih belum bisa menjawab?” kata Gusi.
Geraham Bungsu menghela napas, lalu bilang, “Bukankah setiap hal itu berguna, ya?”
“Iya, kecuali dirimu.”
“Kupikir, aku bisa bermanfaat suatu hari nanti.”
“Ah, omong kosong!”
Sejak itu, Gusi selalu marah-marah kepada Geraham Bungsu. Berbagai macam cacian ia lontarkan dengan keji. Namun, Geraham Bungsu hanya bergeming. Ia bingung harus merespons apa lagi. Meminta maaf rasanya juga percuma. Ia tidak berniat jahat sama sekali kepada Gusi. Geraham Bungsu hanya tumbuh alami sesuai garis takdirnya. Sayangnya, takdir itu kurang mulus dan malah merugikan yang lainnya, yakni membuat Gusi sengsara. Jadi, mau tak mau ia cuma bisa memilih diam dan membiarkan Gusi menghina sepuasnya. Mungkin itu dapat menghapus kesalahannya yang tidak disengaja.
Beberapa minggu kemudian, barulah Gusi berhenti mencerocos. Geraham Bungsu mulai heran atas keganjilan itu. Tapi Geraham Bungsu tidak ingin bertanya apa-apa. Ia sudah merasa sangat bersalah sebab menyakiti Gusi. Mungkin diamnya Gusi adalah puncak kemarahannya dan ia tidak sanggup berkata-kata lagi karena menahan sakit, pikirnya. Oleh sebab itu, Geraham Bungsu hanya berdoa dalam hati untuk memohon maaf atas perbuatannya, dan semoga luka Gusi segera sembuh.
Yang sebenarnya terjadi, Gusi rupanya malu. Gusi sudah tidak merasa sakit lagi. Lukanya telah sembuh seiring berlarinya waktu. Apa yang dikatakan Geraham Bungsu benar. Semua hal itu berguna. Sebagaimana sakit, luka, dan penderitaan pun dapat berguna bagi dirinya sekarang. Gusi tumbuh menjadi lebih tebal dan kuat. Ketika Sariawan datang menyerang, Gusi juga sudah terbiasa menghadapinya. Bahkan tingkat kesakitannya masih jauh di bawah ketika Geraham Bungsu melukainya secara tidak sengaja itu.
Akhirnya, Gusi sekarang mengerti. Sakit dan luka yang kemarin itu telah mendewasakannya. Ia pun tersenyum dan merapalkan doa. Ia berharap semoga Geraham Bungsu tidak menyimpan dendam dan bisa memaafkan perkataannya pada tempo hari.
--
Gambar dicomot dari Pixabay, lalu gue tambahkan teks seperti biasa.
38 Comments
Harusnya ini jadi quote : Lukanya telah sembuh seiring berlarinya waktu. Apa yang dikatakan Geraham Bungsu benar. Semua hal itu berguna. Sebagaimana sakit, luka, dan penderitaan pun dapat berguna bagi dirinya sekarang.
ReplyDeleteIni campur kisah nyata atau gimana ya yog? Karena, cerita di atas bagiku seperti kehidupan sehari-hari.
Tentang bagaimana seseorang yang telah membuat terluka. Ya, awalnya ngerasa bahwa dia tak begitu penting harus hadir dalam hidup ini. Karena, hanya membuat luka.
Tapi, seperti katamu Seiring berlarinya waktu keadaan itu diputarbalikkan dan menjadi sebuah pemikiran.
Bagus ceritanya, yog.
Biar pembaca yang menyimpulkan mana yang cocok jadi kutipan. Ehe. Iya, mungkin karena cerita itu terinspirasi dari pengalaman sakit gigi ketika tumbuh geraham bungsu, Her. Wahaha.
DeleteMakasih. :D
Bagus ceritanya jok!.
ReplyDeleteTumben lambemu legi, Ris~
DeleteDari sakit gusi bisa jadi cerpen gini... GILS!
ReplyDeleteGua udah jarang banget ngeblog dan blogwalking, sekalinya mampir ke sini isinya makin mantep aja. Sama itu tuh, proyek WIRDY yang 5 blogger itu. Kalian kok kepikiran?! Goodjob!
Kurang kerjaan sebetulnya, sih. Tapi ide emang bisa dari mana aja.
DeleteAh, Tata bisa aja nih. Ketika jenuh sama suatu hal dalam ngeblog, kami memang berusaha mencari kesenangan itu lagi. Proyek bloger favorit mungkin salah satunya. :D
aduh iya paling males kalo geraham bungsu tumbuh
ReplyDeletengeganjel
hahaha asyik eh ceritanya
Ngeganjel doang mah mending, kalau bikin demam segala tambah malesin. :(
DeleteAnjaaaaayyyy... udah lama bet saya nggak baca cerita begini. Sesuatu yg biasa terjadi, dialami semua orang, namun didialogkan. Terakhir kayaknya baca dialog hati dan otak.
ReplyDeletePerkara sakit gigimu ini emang gak udah2 dari dulu. Itu si bungsu gak gede2 juga apa? Eh tapi udah ngasi petuah kayak org gede sih.
Dan, udah lama juga gue nggak bereksperimen bikin-bikin cerpen. Terus, jadilah ini. Proses penyempurnaan giginya emang lama kayaknya, Haw. Kan ada empat gigi juga. Atau, gue masih proses pertumbuhan~ Wqwq.
DeleteRealitanya saja, sakit gigi benar2 membuat hampir semua yg kita lakukan akan terasa kacau. 😅
ReplyDeleteBegitulah, Mas Dian. :(
DeleteUntung geraham bungsu bukan manusia, coba kalo manusia mungkin dia akan balas dendam.
ReplyDeleteMungkin karna ketidak tahuan kita yang membuat kita terkadang, meremehkan sesuatu atau seseorang. Hingga akhirnya kita tersadar bahwa yang dulu kita remehkan ternyata yang paling berpengaruh dalam hidup kita. Eh apaansi wkwk
Btw keren bang :D
Dendam tidak baik, Mas Asep. Iya, yang awalnya kita pandang buruk atau gimana, ternyata memiliki pengaruh baik. Makasih~
DeleteHanya dari hal kecil bisa memiliki pelajaran yang berharga. Super sekali yog! Suka banget sama postingan inj.
ReplyDeleteAku juga g tau apa guna geraham bungsu. Masa dimana geraham ini muncul, sumpah sakitnya minta ampun, apalagi waktu itu pas kuliah, banyak kegiatan. Rasanya g kuat, tapi kan lucu kalau ditanya kenapa? Masak perkara gigi tumbuh, kadang g masuk akal, cuman sakitnya itu bisa bikin satu badan ikut sakit semua.
Tapi dari situ, kita belajar, kalau kesakitan yang kita alami membantu diri kita membangun tameng agar semakin kuat. Nice post Yog!
Wah, terima kasih, Pit! :D Iya, sekujur badan lemas dan bikin males ngapa-ngapain. Hahaha. Kalau ada yang ngeledekin lemah, mungkin dia belum ngerasain sakitnya tumbuh gigi bungsu. XD
DeleteKayaknya setelah beberapa bulan main ke blog ini, ini jadi tulisan terpendek yang pernah aku baca :D
ReplyDeleteSesakit itukah? Gigi geraham bungsuku sampai sekarang belum nongol-nongol. Terus kalau denger cerita + habis mbaca tulisan ini, kok jadi tambah parno sendiri ya?
Padahal 2015 ada juga tulisan pendek yang cuma seratus kata. Haha. Tapi waktu itu belum main ke sini, ya?
DeletePertumbuhan setiap orang beda-beda, Mas. Dan, tergantung kondisi gusi dan giginya. Ada juga, kok, yang tumbuhnya baik-baik aja. Jadi nggak sampai kesakitan. :D
dasar tukang nulis!!
ReplyDeletesakit gigi aja jadi bahan postingan!!
Apa aja bisa jadi bahan tulisan, kok. :p
Delete((TUKANG NULIS))
Deletegusii ohh gusi. yang sering terjadi antara gusi dan aku adalahh gusi ku yang sering kepentok sikat gigi pas lagi nyikat gigi -_-
ReplyDeletePelan-pelan makanya kalau sikatan, Lam. Jangan kayak menyikat baju. Haha.
DeleteKayaknya pengalaman pribadi tumbuh geraham bungsu nih yang dibuat jadi cerita. Bagus banget tulisannya mas ;)
ReplyDeleteTerima kasih sudah bilang bagus banget, Mas. Nyatanya, tulisan ini yang baca sedikit. Kupikir, nggak bagus-bagus amat atau biasa saja. Hahaha.
DeleteAku sedang menunggu geraham bungsu numbuh. Belum muncul, ya nunggu aja. Tapi yang aku tangkap di sini, kehadiran sesuatu yang baru nggak akan bikin kita bakal kenapa-napa. Justru bakal bikin sesuatu yang beda dan lebih seru. Nice!!!
ReplyDeleteNggak usah ditungguin, nanti muncul sendiri. XD Pembaca bebas menafsirkan cerpen ini, Ris. Ehe. :)
DeleteYoga sekarang membaperkan diri lewat cerpen ya~ Eh iya nggak sih?
ReplyDeleteIni memang pengalaman pribadi sih ya kan. Sakit gigi memang menyiksa. Kitanya yang penyabar aja bisa jadi pemarah gara-gara sakit gigi. Huhuhuhuhu. Bagus tulisannya, Yogs. Kayaknya mulai muncul branding baru nih. Tukang nulis cerpen. Huehehe.
Membaperkan diri apaan, Cha? Hanya menuliskan kegelisahan dengan cara lain, yakni fiksi.
Delete((tukang nulis cerpen))
Nanti kalau suatu hari cerpen-cerpen gue bisa dibukukan, atau salah satunya ada yang dimuat di media cetak, udah pantas menyandang sebutan "cerpenis" dong?
Matur suwun, May. :)
ReplyDeleteOh, ternyata betulan mengokohkan gusi. Padahal gue nulisnya karena perasaan dan pengalaman pas sakit. Woahaha.
Gambar yang "pain is relative" itu, May? Mantap~
Kdg aku bingung, sakit karena geraham tumbuh kyk apa sih.. Kok aku samasekali ga inget masa2 gerahamku tumbuh yaaa.. Hahahahaha... Apa ga terlalu sakit, ato akunya mati rasa.. Soalnya dr sd kls 5 sampe smu, aku tuh udh puas bgt perawatan gigi. Krn gigi yg super jelek, maju, jarang2, trs ada saling numpuk. Jd nya sebelum dipasang behel, hrs dibenerin dulu. Gigi banyak yg dicabutin, disuntik gusi pake suntikannya yg mirip suntikan sapi -_-.. Msh kebayang suara gigi yg dipaksa lepas dr akarnya, ihhhh merinding yog inget nyaa.. Sakitnya jgn ditanya.. Pas gigi yg ga berguna udh dibuang semua, baru pake behel. Itu jg rasanya nyut2an kan.
ReplyDeleteApa krn puas ngerasain semua sakitnya, makanya aku ga sadar pas geraham muncul ya :p
Susah dijelaskan, Mbak. Yang pasti kayak bayi baru tumbuh gigi kali, ya? Kemarinan sewaktu tumbuh aku demam, pas nggak kuat nahan sakitnya sampai meneteskan air mata, susah mengunyah makanan, sariawan, dan seterusnya. :(
DeleteBisa jadi kayak gitu deh. Udah pernah tersiksa duluan jadi sakitnya nggak berasa. Atau, gigi bungsunya Mbak Fanny itu nggak bermasalah karena sudah perawatan. :D
Kalau aku jarang sakit gigi, kan. Jadi begitu tumbuh geraham, apalagi ada yang tumbuh miring, maka sakitnya keterlaluan.
Kasihan ya si Geraham Bungsu. Muncul secara tiba-tiba, bikin sakit Gusi, terus dicaci-maki. Betapa analogi sederhana gini yang bisa kita temuin di kehidupan sehari-hari. Merasakan "sakit" itu ngga ada yang enak, jadinya yang kena sakit bawaannya emosi terus, apa aja dianggap salah, padahal mah bisa aja itu buat kebaikan dia di masa mendatang.
ReplyDeleteDan untungnya si Geraham Bungsu diem aja, ngga ikut-ikutan emosi atau nyimpen dendem. Kalo iya, wah bisa jadi nanti cerpennya ada part 2, haha. Tapi emang bener sih, ngga selamanya emosi harus dibalas dengan emosi. Kayak kasus si Gusi di atas. Lama-lama dia malah malu sendiri, pas lukanya berangsur menghilang, dan dapet hikmahnya.
"Semua hal itu berguna", setuju Yog. Ngga ada yang muncul dengan sia-sia. Ah, cerpennya singkat tapi tetep bermakna. Keren :D
Iya, sakit yang dialami hari ini tentu bisa berguna di masa mendatang. Misal, jadi lebih menjaga kesehatan atau apa gitu. Hm, kalau sampai ada dendam mah nggak akan ada habisnya, Bay. Itu turun-temurun bisa-bisa.
DeleteMau singkat apa panjang, yang penting apa yang pengin gue sampaikan itu bisa pembaca terima, sih. Ya, meskipun awalnya cuma buat ngingetin diri gue sendiri. Hahaha. Makasih, yak!
Kok kepikiran sih bikin cerita tentang gusi dan geraham? unik.
ReplyDeleteIde bisa datang dari mana saja~ Dan, kata beberapa penulis, sering-seringlah melihat dari sudut pandang lain. Terus peka sama hal-hal di sekitar. :D
DeleteGila ya!
ReplyDeleteAku aja udah ga bisa mikir apa apa ini malah dijadiin cerpen
Terhina aku tu!
Wkwkwkwkwk
Rasa marah akan sakitnya bisa jadi konten. Begitu kan cara penulis bekerja? Ide bisa datang dari penderitaan.
Delete—Berkomentarlah karena ingin, bukan cuma basa-basi biar dianggap sudah blogwalking.