Mengungkapkan perasaan, bagiku sungguh berbeda dengan ajakan menjalin hubungan. Saat aku menyatakan perasaan kepada seseorang, artinya aku cuma ingin bilang. Tidak lebih. Jika orang itu juga merasakan hal yang sama, kurasa sudah masuk persoalan lain.
Namun, mengutarakan perasaan seperti itu juga tidaklah mudah. Apalagi untuk perempuan sepertiku. Di negaraku ini, budaya patriarki masih dijunjung tinggi. Tidak lazim rasanya seorang perempuan bilang duluan. Tapi aku bukanlah bagian dari sistem bodoh semacam itu. Aku nanti akan tetap menyampaikan sejujurnya.
Sayangnya, entah kenapa ketika nanti sudah berusaha jujur, aku pasti memiliki rasa takut akan penolakan. Aku takut jika orang itu tidak merasakan hal yang sama sepertiku. Lalu, apakah perasaanku ini tidaklah tulus? Tapi biar bagaimanapun juga, aku ingin berharap supaya cintaku tidaklah bertepuk sebelah tangan. Oleh karena itu, aku pun berniat curhat kepada sahabatku di kampus, Rani. Bercerita setidaknya akan membuatku lega. Tanpa berlama-lama, aku segera meneleponnya untuk datang ke indekosku.
***
“Jadi mau cerita apa?” tanya Rani, begitu dia sampai di indekosku.
Mau tak mau, aku segera bilang dan berterus terang, “Menurutmu, kalau ada seseorang yang mengungkapkan perasaannya, lalu salah satunya tidak memiliki perasaan yang sama, apakah setelahnya mereka tetap bisa berteman baik?”
Rani pun refleks tertawa.
Apanya yang lucu?
Begitu tawanya usai, barulah ia bilang, “Kau sedang jatuh cinta? Dengan pria mana? Coba sini kulihat fotonya!”
Ia kembali tertawa. Akhirnya, aku jadi ikutan tertawa mendengar pertanyaannya itu.
“Ya, anggap saja begitu. Nanti kuberi tahu setelah kau menjawabnya.”
“Ish, pelit! Siapa orangnya, sih? Heru anak Jurusan Pertanian yang tinggi keren itu? Yang pernah mengantarmu pulang?”
“Bukan!”
“Terus siapa? Arya yang tajirnya bukan main?”
“Dih, bukan juga!”
“Jangan bilang, kau juga naksir Yoga? Hei, aku udah duluan suka sama dia, ya!” Rani semakin menuduh yang bukan-bukan.
“Bukanlah. Bukan dia.”
“Oh, atau Pangeran—“
Belum sempat Rani melanjutkan perkataannya, aku segera memotong, “Kau jawab dulu pertanyaanku tadi. Aku janji nanti akan memberitahumu.”
“Berarti memang dia, ya?” tanyanya lagi, lalu seperti biasa dia kembali tertawa. Rani memang anak yang periang.
“Jawab dulu!”
“Iya-iya, aku jawab nih,” kata Rani, wajahnya berubah sewot. “Menurutku, semua itu tergantung orangnya, sih. Kalau kau sendiri tidak masalah dengan penolakan itu, mungkin masih bisa berteman baik.”
“Yang aku inginkan cuma bisa jujur akan perasaanku sendiri. Bisa jujur kepadanya. Tapi aku tentu ragu kalau nanti kami bisa tetap berteman. Takutnya, dialah yang tidak mau berteman lagi setelah aku jujur tentang perasaan ini.”
“Kenapa kau begitu pesimis? Belum juga dicoba.”
Aku sengaja tidak menjawab pertanyaannya. Menunggu Rani yang kelihatannya masih ingin berbicara lebih.
“Ya, seandainya ada seseorang yang mengungkapkan perasaannya kepadaku, meskipun aku tidak suka dengannya, kurasa kami masih bisa berteman. Asalkan dia tidak membuatku risih. Soal dia menangani perasaan sakitnya nanti, kan, bukan urusanku. Biarlah dia rasakan dan pikirkan sendiri. Setidaknya, aku akan tetap berterima kasih karena dia sudah jujur.
“Tapi kalau Yoga yang jujur soal perasaannya itu mah ... ah, aku nggak bisa membayangkannya terlalu jauh. Pasti bahagia banget. Mungkin juga pingsan di tempat.” Rani pun tertawa lagi sekitar sepuluh detik. “Ya, walau kadang aku juga memikirkan hal yang sama sepertimu. Seandainya aku yang bilang jujur seperti itu kepada Yoga, aku takut kalau kami nggak bisa berteman lagi. Namun, kalau sudah benar-benar nggak kuat memendamnya, aku pasti akan bilang.”
“Hm, begitu ya,” aku merespons singkat karena tidak tahu harus bilang apa lagi. Dan kenapa malah gantian dia yang curhat?
“Begitulah. Nah, sekarang giliranmu perlihatkan orang yang kaucintai itu.”
Sesuai janjiku, aku pun segera membuka galeri, mencari foto seseorang yang telah kucintai sejak lama. Sehabis ketemu foto yang kumaksud, lalu aku menyerahkan ponsel itu kepada Rani. Dia tampak terkejut saat melihatnya. Lalu tiba-tiba sebuah tamparan mendarat di pipi kiriku. Rani pun keluar dari indekosku tanpa berkata apa-apa. Aku pun mengelus-elus pipi yang ditampar itu sambil berpikir, memang apa yang salah kalau aku menunjukkan foto dirinya?
--
Gambar diambil dari Pixabay yang kemudian gue tambahkan teks.
61 Comments
Dari pada dipendam dan jadi pikiran karakan saja yang ada dalam pikiran
ReplyDeletemasalah jawaban utk urusan nanti
Foto yang ditunjukkan udah menjelaskan semuanya.
DeleteKudu dikatakan, biar tidak jerawatan. :'D
ReplyDeleteBukannya itu mitos?
DeleteLebih baik dikatakan saja sih. Biar plong. :)
ReplyDeleteOke, Mbak.
DeleteWah, ada Heru Arya Pangeran. Ada apakah ini? Apakah kesamaan nama tokoh hanya kebetulan semata? :3
ReplyDeleteBtw, si aku ini cewek yak. Kupikir cowok yg gak straight. Wkwkwk 😂😂😂
Bingung ngasih nama. Kebetulan nama tokoh itu keren, jadi dipakai saja. Hehe.
DeleteWqwqwq. Udah mendalami karakter seorang cewek belum? Lagi belajar nih.
Anjir, karena pake pov benda, gue kira ini diceritain dari sudut pandang lo, Yog. Ternyata bukan. Padahal udah mau judge aja, bisanya cewe diajak main ke indekos. Ternyata sama-sama cewe -__-.
ReplyDeleteKENAPA ADA HERU, ARYA, DAN PANGERAN WOY!?
Ehh, di paragraf ke dua ada dijelasin kalo dia perempuan euy, Gak fokus gue, saking terhenyak ke dalam dimensi ini, hahahahah.
DeleteIya, sama-sama cewek. Pikiranmu ngeres aja, sih~ Habisan bingung ngasih nama tokoh figuran. Yang kepikiran itu. Ehe.
DeleteFokus dijaga, Sob! Dimensi apaan, San? Dimensi kegelapan? Dormammu?
Rani mana mau. Di cerita sebelumnya kan dia udah ngerasain es krim spesial.
ReplyDelete"INI BUKAN JALAN GUE!"
Wahahaha. Rani normal~
Deletekukira endingnya ada give awaynya,(pikiran dompet kosong)
ReplyDeleteiya siapa ya cowoknya
part selanjutya kayaknya seru. ada kan mas?
Kalau give away, gue kasih label pasti. Itu kan labelnya fiksi dan cerpen. :( Cowok apaan, Mas?
DeleteTumben nih gak panjang. Nama tokoh dalam cerita benar-benar menimbulkan reflek anggukan. Bisa di dobel twist ini, ternyata raninya juga suka. Huahahaha.
ReplyDeleteNgeluarin draf kemarinan aja sih, Jog. Udah lama nggak nulis fiksi. Belum bisa panjang.
DeleteJanganlah. Rani punya Yoga uwuwuw~
Coba baca lebih jelas lagi, Mas Bim. Hahaha. Paragraf terakhirnya kurang jelas, kah?Iya, tergantung sikap orang itu. Dan, di cerita ini hubungan pertemanannya pun jadi ....
ReplyDeleteSaya harus baca paragraf terakhir 2x baru ngerti maksudnya apaan. hwahahaha.
ReplyDeleteEnding yang mengejutkan!
Kira-kira, habis ini gimana ya nasib keduanya?
Putus sudah pertemanan atau gimana, ka? ditunggu kelanjutannya! (kalau mau dilanjut sih itu juga) hehe
Nasib keduanya itu, coba baca judulnya lagi. Gue nggak pengin ngelanjutin cerita yang emang sengaja dibikin singkat, Nur. :D
DeleteIni, cewek sama cewek kah? o_O
ReplyDeleteSa ae ni, yang empunya blog tetep bisa ngeksis jadi list cowok idola Rani, ye? :D
Seperti yang lu baca, Wis. Enaknya jadi pencerita gitu, kan? Bisa jadi (si)apa aja yang kita mau. :p
DeleteSedari paragraf pertama sampai menengah bacanya serius. Kebawa suasan lagi ujan sekarang.
ReplyDeleteDidukung sama curhatnya Rani yg menambah penasaran.
Eh diakhir malah seperti itu :-D
Walau harus baca 2x diakhir biar lebih paham.
Nggak usah serius-serius, Mas Nanto. Ini bikinnya main-main, kok. :D
DeleteGue langsung paham sekali baca :)
ReplyDeleteKalau yang kaya begini mah kudu research dulu, dan benar2 despacito. Si tokoh utama kurang halus menyampaikannya. Intermezzonya kurang lama........dikasih contoh2 yang lain dulu, dikenalkan dunia begituan dulu.
Namanya di Indonesia yang kaya begini kan tabu banget.
((BENAR-BENAR DESPACITO))
DeleteDespacito awalnya gue bingung apaan, setau gue itu lagu. Eh, ternyata artinya perlahan, toh. Wahaha.
DeleteDari sekian banyak komentar, gue paling suka komentar lu. Jujur sama yang menurut lu kurang. Iya, tokoh utamanya emang masih kurang halus atau kurang cewek juga. Gue nulisnya cuma riset dikit gimana cewek ngobrol, apa yang dirasain cewek ketika suka sama orang terus takut bilang, dan sebagainya. Soal perkenalan contoh lain atau dunia begituan yang lu maksud, gue pikir nggak perlu. Itu akan menghilangkan efek kejutannya. Ya, meski ini juga nggak terkejut amat. Jadi, saran lu buat ngasih guyonan yang lebih, penjelasan lebih nggak bisa gue terapin. Sebab, cerpen pendek kayak gini yang 300-500 kata, beda sama cerpen 2.000 kata. Hehehe. Biar bagaimanapun, makasih, ya!
Bukannya hal semacam ini sempet ramai di Indonesia, ya? Ya, soal tabu kayaknya mah di negara ini sedikit-sedikit tabu. :)
waah.. twist ending. :)
ReplyDeleteHalo penyuka twist-nya Bang Nolan!
DeleteSaya sempat bingung tadi karena mengira kok mas Yoga berubah jadi perempuan -_- terima kasih kepada label tulisan yang telah menyadarkan saya hahaha :))
ReplyDeleteIni masih ada lanjutannya kah mas? Atau lanjutannya biar saya "pikirkan sendiri" ? :D
Iya, ini fiksi dan gue masih akan selalu laki-laki. :D Pikirkan sendiri~
DeleteCewek sama cewek, mereka pelukan, "cium", gandengan, itu dianggap gak aneh. Giliran cowok... Pikirkan sendiri. Aturan Rani jangan pergi, coba diajak ke tempat ruqyah ._.
ReplyDeleteKenapa harus diajak ke tempat rukiah? Dia, kan, nggak kesurupan.
DeleteCerpen asu. Selain karena twist ending, nama tokohnya itu sangat familiar. Hahahaha.
ReplyDeleteIni pake kau-kau gitu aku jadi ngebayangin Rani itu cantiknya kayak Tara Basro, Yogs. Tara Basro waktu di Pengabdi Setan pake kau-kau gitu soalnya. xD
Ya, biar ikut memeriahkan "Maaf untuk Keputusan Ini" dengan kalimat lain: "Pikirkan Sendiri". :p
DeleteGue belum nonton, Cha. Atau malah nggak akan nonton. Wqwq. Gambaran soal fisik, menurut gue kurang penting buat cerita singkat. Tapi ya, pembaca bebas membayangkannya. :)
njirr ternyata itu fotonya rani...
ReplyDeleteTadinya pengin fotokopi. Tapi nanti nggak nyambung. :(
DeletePayah Rani. Baru dikasih liat foto dia aja langsung marah. Padahal kan harusnya langsung cipok! *rusuh*
ReplyDeleteWanjeer langsung cipok.
DeleteLangsung bikin video indekos dong. Format MP4.
Adi: Tadinya gue juga sempet mau bikin gitu, terus takut dikomentarin, "Wah, Pro LGBT. Bakaaarrr!"
DeleteWulan: Bikin tutorial beres-beres indekos?
Wadaaw twist ending. Kereeeen yog :)
ReplyDeleteBtw, kenapa ada nama Heru, Arya juga Pangeran?
Ya udah, besok-besok pakai nama Ayu, Wulan, atau Permaisuri.
DeleteTwist-nya ketebak dari pas nolak-nolak buat nyebut nama cowok yang dia suka ke Rani. :))
ReplyDeleteYeah, ada yang bisa nebak. Ada beberapa kalimat yang emang dibikin untuk mengarahkan kejutannya ke sana. Terus, beberapa orang juga biasanya sok-sok curhat, padahal orang yang dimaksud itu yang dicurhatin. Haha.
DeleteAwwwww
ReplyDeletePerih nya cinta ternyata bukan di hati, tapi di pipi
:v
What a memorable confession
Ngilu tapi berkesan gitu ya hihihi
Mungkin perihnya bisa juga di kelamin. Haha.
DeleteSebuah cara yang salah untuk mengungkapkan perasaam. Tuh jadi kena tampar.
ReplyDeleteCeritanya keren, ngga keduga-duga bakal kayak gitu. Awalnya, sudah pesimis ceritanya mau dibawa kemana. Kirain, dia suka wortel, karena setelah kata 'Pangeran', tidak ada lagi lanjutan~
Salah atau benar tergantung persepsi, sih. Ternyata ceritanya nggak ke mana-mana. :(
DeleteTadinya nggak ngeh kenapa si Rani bisa nampar sahabatnya sendiri. Pas baca-baca lagi bagian akhirnya, ternyata ohh ternyata. Bangket! Twistnya sukses banget, bang! Gue hampir mengira kalau dia menyukai Yoga. :(
ReplyDeleteKarena kalau menyukai Yoga, ceritanya nggak bisa berhenti sampai situ.
DeleteWah bahas-bahas LGBT nih, FPI mana FPI!!
ReplyDeleteBtw baru blogwalking lagi, tulisan lu makin asoy, Yog. Lanjutken!
FPI mungkin ada di markasnya. Makasih, Jeh~
DeleteBelum ada yang komen, "Tapi setelah mengalaminya sendiri, gue jadi berpikir ulang buat gak percaya" nih?
ReplyDeleteNggak panjang ceritanya. Ini mengingatkan flash fiction di buku-el WIRDY. Oh iya, kapan bikin gituan lagi? Hehehe.
Belum. Mungkin memang nggak ada yang mengalami. Kapan, ya? Kurang tahu nih pada bisanya kapan. Tahun depan mungkin? Hahaha. Grup kita udah jarang bikin fiksi gitu, sih.
DeleteTulisan balasan gimana deh, May? Karena bawa-bawa Pangeran? Suka model begini gimana? Cerita sangat pendek dengan kejutan?
ReplyDeletePlot twist! :))) heran sama yang pada komen nggak nyambung apa ngga baca sampai habis ya.
ReplyDeletebtw, jadi ceritanya Rani suka sama Yoga... berasa mendadak ingat sesuaitu ~
Hahaha. Udah biasa dapet komentar nggak nyambung, Un. Nggak perlu kaget. Yoga di sini cuma nama tokoh karena nggak tau mau pakai nama apa lagi. Inget apaan deh?
DeleteMendapat pengakuan dari si-Aku, wajar sih Rani menamparnya, soalnya udah pernah ngrasain. Rasa shock, takut, kecewa, ilfeel, jijik, pokoknya semua rasa yang jelek-jelek bercampur. Hhee
ReplyDeleteTentang mengungkapkan perasaan, entah kenapa masih menjadi sesuatu yang sangat sensitif bagi saya. Menurutku, cewek atau cowok, ketika nggak ada niat untuk menikahi ya nggak pantas untuk mengaku mencintai. Ya sebenarnya ini masalah prinsip aja. Tapi bagiku, kalau cowok menyatakan perasaannya tanpa ada niat untuk segera melamar, maksudnya selain ngajak pacaran apa? And I think, kalau cowok ngajak pacaran itu nggak cool. Gimana mau cool kalau perintah Tuhan aja gak di indahkannya?. Begitu juga dengan cewek. Sama.
*Maaf, komentarnya jadi agak panjang*
Wah, padahal gue cuma membayangkan kalau itu beneran. Ternyata ada yang memiliki pengalaman pribadi kayak gitu. :|
DeleteHmm, kan ada orang niat menikah yang punya prinsip pacaran dulu biar mengenali orangnya. Ya, emang beda-beda, sih. :)
Kerennya pacaran lagian dari mana deh? Hahaha. Pacaran atau nggak pacaran juga sama aja. Nggak menambah keren. Tapi setiap orang punya pilihannya sendiri. Dan, kita nggak bisa memaksa orang lain mengikuti standar yang kita miliki.
Lalu, perintah Tuhan itu maksudmu menikah? Apakah nikah itu wajib? Mungkin ada ayat yang memerintahkan untuk menikah, tapi pernah denger juga ustaz yang bilang kalau nikah itu sunah. Malah ada yang bilang mubah. Jadi, hargai juga orang lain yang nggak pengin menikah. Mungkin dia punya alasan. Perbedaan seperti itu tentu nggak perlu diributkan. :)
PS: Komentar di sini bebas, kok. Mau panjang atau pendek nggak perlu minta maaf. Haha.
Maksudku perintah Tuhan yang melarang mendekati zina dalam hal ini pacaran. Hhee
DeleteCeritanya keren, ngga keduga-duga bakal kayak gitu. mantap mas
ReplyDelete—Berkomentarlah karena ingin, bukan cuma basa-basi biar dianggap sudah blogwalking.