Ada banyak cara untuk mencintai Indonesia, di antaranya: membeli dan menggunakan produk dalam negeri; bangga menggunakan bahasa Indonesia; berkunjung ke tempat-tempat wisata di Indonesia sekaligus merawat lingkungannya; melestarikan budaya-budaya di Indonesia, jangan sampai negara lain mengklaimnya; dan lain-lain.
Selain yang barusan saya sebutkan, Bank Indonesia saat ini sedang mengajak masyarakat Indonesia untuk mencintai Indonesia dengan cara lain, yakni membuat kampanye “Cinta Rupiah”. Ya, tentu saja kita bisa mencintai Indonesia lewat mata uangnya.
Sayangnya, masih ada beberapa orang yang kurang peduli terhadap rupiah, dan mungkin akan muncul berbagai pertanyaan tentang kampanye itu: “Untuk apa kita mencintai rupiah?”, “Apakah itu penting?”, “Manfaatnya untuk saya apa?”, dan seterusnya.
Selama ini yang kita tahu rupiah hanyalah mata uang, alat pembayaran, atau nilai tukar. Jadi, dengan menggunakannya saja mungkin kita sudah otomatis mencintai rupiah. Namun kalau saya coba mengubah sudut pandangnya, ternyata ada hal lain yang bisa saya temukan. Setelah saya rangkum, ada tiga manfaat dari mencintai rupiah:
Selama ini yang kita tahu rupiah hanyalah mata uang, alat pembayaran, atau nilai tukar. Jadi, dengan menggunakannya saja mungkin kita sudah otomatis mencintai rupiah. Namun kalau saya coba mengubah sudut pandangnya, ternyata ada hal lain yang bisa saya temukan. Setelah saya rangkum, ada tiga manfaat dari mencintai rupiah:
1. Menguatkan Nilai Tukar Rupiah
Kalau melihat nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing saat ini, rasanya sungguh memprihatinkan. Bisa kita lihat sekarang satu dolar sudah mencapai angka 13 ribu. Nah, supaya nilai rupiah tidak merosot lagi, rasanya kita perlu mencintai rupiah dengan cara menggunakan mata uang rupiah dalam setiap transaksinya.
Kebetulan, saya mantan mahasiswa Jurusan Ekonomi dan pernah mendapatkan mata kuliah Perekonomian Internasional. Kala itu, dosen saya menjelaskan kenapa nilai tukar rupiah akhir-akhir ini semakin turun dan bagaimana cara untuk menaikkannya? Beliau bilang, bangsa Indonesia saat ini terlalu banyak impor barang, bahkan beras pun impor.
Padahal, Indonesia termasuk negara agraris. Semestinya pertanian di Indonesia bisa dibenahi dan menghasilkan beras dari negara sendiri. Kemudian agar nilai tukar rupiah menguat, kita harus bisa mengurangi impor dan menaikkan ekspor. Untuk mengimpor barang, mungkin biasanya yang digunakan dalam bertransaksi ialah mengikuti mata uang negara yang menjual produknya. Sedangkan dalam ekspor, negara asinglah yang menggunakan mata uang Indonesia, yaitu rupiah.
Namun, transaksi dalam negeri pun konon masih ada yang memakai dolar atau mata uang asing lainnya. Ini jelas menyalahi aturan, sebab berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, pemerintah menetapkan kewajiban penggunaan rupiah di wilayah Indonesia.
Saya pun entah mengapa jadi teringat lagu anak tentang cinta rupiah.
Aku cinta rupiah, biar dolar di mana-mana
Aku suka rupiah, karena aku anak Indonesia
Aku cinta rupiah, biar dolar merajarela
Aku suka rupiah, karena aku tinggal di Indonesia
Lalu, saya juga jadi kepikiran tentang uang recehan (pecahan logam 100, 200, 500, 1.000) yang tergeletak di jalanan. Kenapa uang itu dibuang? Kalaupun uang itu terjatuh, kenapa tidak diambil lagi? Meskipun saya tahu itu jumlahnya tidak seberapa. Namun, itu tetap mata uang Indonesia dan masih laku, kan? Jika recehan itu dikumpulkan, toh nantinya juga akan banyak. Kita semestinya tetap mencintai rupiah dari nominal terkecilnya.
Kesimpulannya: nilai rupiah akan stabil dan cenderung menguat jika kita selalu mencintai rupiah dan bertransaksi menggunakan rupiah.
Sewaktu cetakan uang baru mulai beredar, yang pertama kali saya perhatikan adalah gambar pahlawannya. Sejujurnya, banyak wajah-wajah pahlawan pada cetakan uang baru itu yang sebelumnya tidak saya kenal. Terus saya sempat berpikir, buat apa segala cetak uang baru, sih? Apalagi saya pernah disangka bayar parkir pakai uang dua ribuan palsu oleh tukang parkirnya. Padahal, itu uang edisi terbaru dan tukang parkirnya yang mungkin belum mendapatkan informasi tersebut.
Tapi, lama-lama pemikiran dan pemahaman saya bergeser mengenai duit baru. Saya jadi ingat dulu pernah mencari tahu tentang pahlawan yang terpampang di rupiah keluaran terbaru. Bisa saya ambil contoh dari uang Rp50.000. Dulu, saya tidak tahu siapa itu I Gusti Ngurah Rai. Saya palingan cuma menebak kalau beliau adalah pahlawan asal Bali dari namanya. Tapi setelahnya saya coba mencari tahu lebih lanjut.
I Gusti Ngurah Rai adalah pahlawan Indonesia asal Bali yang meninggal dalam usia cukup muda, yaitu 29 tahun. I Gusti Ngurah Rai memiliki pasukan yang bernama pasukan “Ciung Wanara” yang melakukan pertempuran terakhir yang dikenal dengan nama “Puputan Margarana” atau pertempuran penghabisan di sebuah marga. Namanya kemudian diabadikan menjadi bandara di Bali, Bandar Udara Internasional Ngurah Rai.
Begitu pun yang saya terapkan saat ini pada uang baru. Awalnya, saya cuma tahu Juanda itu nama stasiun di dekat Gambir, Jakarta Pusat. Saya memang menduga itu nama pahlawan. Sayangnya, saya cuma tahu sebatas itu. Saya pun tidak tahu bagaimana wajahnya. Berkat uang baru inilah saya jadi mengenalnya. Dan, saya merasa malu karena baru tahu nama lengkapnya: Ir. H. Juanda Kartawijaya.
Tidak ingin bertambah malu, saya memutuskan untuk mencari informasi tambahan tentangnya. Beliau adalah Perdana Menteri Indonesia kesepuluh. Setelah itu, beliau menjabat sebagai Menteri Keuangan dalam Kabinet Kerja I. Kini, namanya diabadikan sebagai nama lapangan terbang di Surabaya, Bandara Djuanda. Lalu nama hutan raya di Bandung pun diambil dari namanya, Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda.
Jika dilihat dari sudut pandang yang berbeda, menurut saya mencintai rupiah memang terbukti bisa mengenang sosok para pahlawan Indonesia.
3. Mempelajari Budaya dan Daerah di Indonesia
Hal ini hampir sama dengan yang saya lakukan kala mencari informasi tentang para pahlawan yang tercetak gambarnya di rupiah. Beberapa tahun silam, saya sedang iseng memandangi gambar perahu layar di pecahan uang kertas Rp100. Namun, nama yang tertera adalah Perahu Pinisi, bukan Perahu Layar.
Karena didorong oleh rasa penasaran, saya pun tiba-tiba mulai mengumpulkan informasi tentang Perahu Pinisi dari berbagai artikel. Jadi, Pinisi adalah kapal layar tradisional khas asal Indonesia, yang berasal dari suku Bugis dan suku Makasar di Sulawesi Selatan. Kapal ini umumnya memiliki dua tiang layar utama dan tujuh buah layar, yaitu tiga layar di ujung depan, dua di tengah, dan dua di belakang.
Kemudian, yang paling unik dari Perahu Pinisi ini adalah proses pembuatannya. Konon, proses pembuatan perahu itu tanpa menggunakan catatan ataupun gambar. Tidak ada catatan seperti perhitungan ukuran, tidak ada desain perahu, dan tidak ada hal detail lainnya yang direkam ke dalam bentuk tulisan ataupun visual. Semua pengetahuan yang dimiliki itu tersimpan di kepala pemimpinnya (biasa disebut punggawa) dan diturunkan selama beratus-ratus tahun kepada penerusnya hanya lewat lisan.
Awalnya, saya tidak tahu apa-apa soal Perahu Pinisi itu. Berkat gambar-gambar yang ada di rupiah (selain gambar pahlawan), barulah saya bisa sekalian belajar dengan mencari tahu budaya tersebut. Jadi, kalau saya pikir-pikir lagi, ternyata rupiah bisa untuk sekalian mempelajari budaya dan daerah yang ada di Indonesia. Seperti yang ada di uang keluaran terbaru. Saya ambil contoh di uang Rp100.000, terdapat 2 gambar di belakang: Tari Topeng Betawi dan Raja Ampat.
*
Sehabis mengetahui manfaat dari mencintai rupiah, rasanya kita juga perlu merawat rupiah itu agar fisiknya tidak cepat rusak. Sejauh ini, kita pasti pernah menemukan uang yang lecek, kumal, ataupun robek dan diberikan selotip bening. Menyimpan dan menggunakan uang yang kondisinya buruk seperti itu pasti bikin malas, kan? Untuk mencegah rusaknya uang kertas itu, kita perlu merawatnya dengan 5 cara:
Jangan Dilipat
Saya pernah melihat ibu-ibu yang suka menggunakan dompet kecil sebagai tempat menyimpan uang. Karena ukuran uang yang lebih besar dari dompetnya, tentu saja uang itu perlu dilipat-lipat terlebih dahulu agar muat. Jika dilakukan terus-menerus, hal itu kelak bisa merusak uangnya. Nah, untuk menyiasati itu, lebih baik uangnya kita simpan ke dalam dompet yang lebih besar atau lebar agar rupiah tersebut tidak terlipat-lipat.
Jangan Diremas
Saat menerima uang kembalian sehabis berbelanja, biasanya kita menerima uang yang keadaannya tidak dalam keadaan bagus. Apalagi jika belanja di pedagang-pedagang kecil yang sering menyimpan uangnya di kantong. Terkadang, kita juga jadi ikut-ikutan menerima uangnya dengan langsung masukin kantong. Uang itu pasti tidak sengaja kita kuwel-kuwel atau remas. Sama seperti tadi, lebih baik uangnya kita masukkan ke dompet.
Jangan Dibasahi
Ibu saya pernah beberapa kali menemukan uang di dalam kantong celana saya ketika mencuci. Syukur saja uangnya tidak robek. Tapi tetap saja, uang itu pun basah dan mesti saya keringkan. Walaupun bahan yang digunakan untuk membuat uang itu bisa kuat terhadap air. Namun, itu tetap uang kertas dan kalau keseringan dibasahi tentu saja dapat rusak, bahkan sobek. Jadi, sebelum mencuci pakaian-pakaian kotor itu, sebaiknya kita periksa lagi apakah ada uang yang tertinggal di kantong.
Jangan Dicoret
Saya pernah beberapa kali menemukan uang yang dicoret-coret. Baik itu berupa nomor telepon, misalnya Agus 085789101112; wajah pahlawan yang dicoret atau dibikin seram; kutipan bijak; dan sebagainya. Padahal, banyak cara untuk berkenalan tanpa perlu mencoret-coret rupiah. Apalagi zaman sekarang media sosial sudah semakin banyak. Tapi, kenapa masih ada yang menuliskan nomor teleponnya di uang kertas? Begitu juga dengan yang bikin karya seni. Bagus, sih, menyalurkan kreativitasnya. Namun, bukankah ada tempat lain yang lebih sesuai? Bukankah bisa bikin karya seni di tembok (mural), bisa melukis di kanvas, dan bisa juga desain di aplikasi CorelDraw atau Photoshop?
Jangan Distepler
Sewaktu SD, saya pernah menerima uang THR yang keadaannya distepler. Lima lembar seribuan dijadikan satu. Mungkin maksud tetangga saya itu agar mudah ketika memberikan uang kepada anak-anak. Misalnya, tiap anak dibagikan rata Rp5.000. Jadi, ia menyiapkannya dari awal: 5 lembar uang seribu yang kemudian distepler dan berjumlah lima ribu. Sehingga nanti tidak perlu menghitungnya lagi saat memberikan kepada anak-anak yang bersilaturahmi ke rumahnya.
Namun, uang yang distepler itu tentunya akan meninggalkan lubang begitu steplernya kita buka. Lama-kelamaan, lubangnya mungkin akan membesar. Oleh karena itu, lebih baik cari alat lain seperti penjepit yang lebih ramah kertas dan tidak merusak rupiah.
*
Apakah mencintai rupiah itu penting? Jawabannya: tentu saja penting, sebab ini termasuk bagian dari mencintai Indonesia. Seperti yang saya ketik di awal tulisan, ada begitu banyak cara untuk mencintai Indonesia. Lewat tulisan ini, maka saya bisa memulainya dari mencintai mata uangnya. Saya ingin tulisan ini bisa jadi pengingat untuk diri saya sendiri agar bisa terus mencintai rupiah. Ya, syukur-syukur bisa juga mengingatkan dan bermanfaat untuk orang lain supaya lebih merawat rupiah. Aamiin.
49 Comments
Yoga sekarang pake saya sayaan nih ngomongnya?
ReplyDeleteSebagai orang yang punya embel-embel SE di belakang nama, sangat setuju dengan apa yang anda utarakan dalam artikel di atas.
Karena sesungguhnya bagaimana ingin mencitai kekasih jika rupiah saja tidak anda cintai. Betul apa benar?
Di blog sama medsos aja palingan, Jeh. Ketemu langsung pas ngobrol tetep "gue", kok. Asyiklah dikomentarin anak ekonomi. Setuju pula Hahaha.
DeleteTepat~
Mikirnya pas baca itu emang ke mana, May? :(
ReplyDeleteIya, saya pun pernah baca. Kalau saya pikir, mestinya emang kayak gitu. Nilai tukar uang apa pun itu jadi nggak laku lagi kalau bentuknya rusak. Bahkan yang kelipat banyak juga dianggep nggak laku, kan, di beberapa negara?
Padahal uang edisi terbaru ini keluarnya belum lama, ya. Namun, yang rusak udah banyak banget. Coba search uang dicoret deh. Banyak pahlawan yang dibikin karya seni. Miris. :')
Kuwel-kuwel adalah diksi yang asyik~ Wq.
Saya masih ingat waktu sekolah dulu sering banget dapet uang serebuan ada tulisan nama, nomor hp, alamat bahkan kalimat puitis
ReplyDeleteuang yang sudah di tambal2 di sambung
tapi memang masih diterima saja sama penjual dan pembeli
padahal sudah masuk pelanggaran penggunaan rupiah
untuk sekarang saya sudah jarang bahkan tidak pernah nemuin yang kayak gitu lagi
klo yg ditekuk, lipet masih banyak.. hehehe kadang saya juga bgitu si apa lagi uang yang serebu, duarebuan
kalo di kampung dan daerah2, uang yang sudah jelek banget masih bisa laku.. bahkan gambar pahlawannya udah kusang banget..
Zaman saya sekolah dulu juga banyak, Mas Adi. Baru-baru ini bahkan nemu juga. Cuma emang udah jarang banget kalau dibandingin 5 tahun lalu. Hehe.
DeleteYap, pedagang-pedagang kecil mah tetep nerima uang itu sebuluk apa pun bentuknya. :)
Jangan ngajarin atau ngingetin saya untuk cinta rupiah.
ReplyDeleteSOALNYA BAYAR UKT MASIH PAKE RUPIAH :')
Anyway, cara merawat rupiah....selain berdampak secara fisik, trus manfaatnya apalagi ya? Biar perumahaan uang gak mencetak ulang untuk mengganti rupiah yang rusak/jelek? Apa bang? Jawab ya.
Sejujurnya nih, kalau dipikiran gue, dilogika gue....yang masalah begini itu urusan orang-orang atas sana, para pembuat kebijakan dll. Urusan impor-impor itu. Ini masyarakat yang di bawah sebagai konsumen mah remahan cheese cake aja perannya.
TAPI.
Baru aja gue sadar. Para pembuat kebijakan di atas sana pasti juga menilai gaya/minat/kesukaan konsumen secara luas di Indonesia, maunya kayak mana? Dan mereka memustuskan untuk impor. Tolong bang, apakah logika gue ini masuk akal? Atau cuma khayalan aja? Soalnya ngomongin masalah Indonesia begini sebenarnya gue berapi-api, pingin nyentil di mana sih benang kusut masalah ekonomi di Indonesia?
Btw, Juanda itu juga nama bandara di Surabaya yang letaknya di Sidoarjo bang.
Saya suka menjelakkan fisik uang dengan nominal besar di dompet umik saya. Karena umik saya tidak suka uang jelek. Jadi agar uang tersebut pindah ke dompet saya. Pernah, ada 10k bagus dan 20k jelek. Yang diberikan ke saya, 20k jelek. Huehehehe.
Maaf, Mbak. Saya nggak ngajarin, kok. Kalau soal ngingetin, ya itu maksud saya ngingetin dalam kebaikan. Halah.
DeleteAduh, riset saya tentang itu baru sedikit lagi. Yang saya tahu, sih, emang itu aja. Biar biaya untuk cetak ulang uangnya bisa digunakan untuk pembangunan atau hal yang lain. Namun, saya sendiri juga nggak tahu banyak tentang itu. Saya belum berani berpendapat lebih.
Sejujurnya, saya juga nggak ngerti kenapa masyarakat kelas bawah seperti nggak berperan. Terlebih, para petani itu, kan? Mereka sedih pasti udah nanem padi susah-susah, gagal panen, dan seterusnya, eh pemerintahan malah impor beras karena harganya lebih murah. Meskipun harga yang ditawarkan petani itu terasa mahal, bukannya itu membantu perekonomian bangsa sendiri, ya? :(
Itu saya tahunya dari baca. Letak percisnya belum tahu karena saya belum pernah ke Sidoarjo dan Surabaya.. Terima kasih infonya, ya. :D
Pas baca ini saya jadi tahu soal proses ekspor-impor barang.. wuahaha.. Ternyata kalo ekspor berarti menggunakan mata uang Rupiah ya/ mata uang negara yg mengekspor. hmm.
ReplyDeleteSaya belum pernah ekspor barang, tapi dari yang saya pelajari sewaktu kuliah gitu sih, Yan. Ehe.
Deletehai yogaaaa whehehe sudah lama gue ga main kesini, btw gue baru tau ada lagu judulnya aku cinta rupiah, gue juga suka bingung orang buang-buang duit receh :( padahal 1jt, bakalan ga jadi 1jt kalau kurang 500 rupiah, ya gak? whehehe
ReplyDeleteoiya situ lagi, gue juga baru dari dari sini kalau impor juga berpengaruh sama nilai rupiah, ternyata banyak hal yg masih gue engga tau , mana itulah gunanya mbaca *eaaa
Dulu lagu itu padahal sempet rame, Ki. Haha. Kurang 100 juga jadi 999.900, nggak bisa sejuta deh~
DeleteYap, seperti yang kita tahu kala Rasulullah pertama kali menerima wahyu, malaikat Jibril menyuruh iqra~
Kayaknya aku pernah nglakuin semua itu, diremas - distepler - apalagi di coret-coret. Jaman SD dulu, rajin banget kalau pas dapet uang saku kertas, langsung dah tu nulis & gambar yang aneh-aneh.
ReplyDeleteOiya, kalau di stepler kan nggak boleh. Nah misal kita nemu uang sobek, terus kita sambung pakai isolasi gitu aman kan ya? :D
Syukur sekarang kreativitasnya pindah ke aplikasi buat ngedesain, ya? :p Kalau sobek coba tukerin ke bank aja, Mas. Kalau nggak salah, sih, boleh.
DeletePerahu Pinisi memang terkenal banget kak di daerah kami Sulawesi Selatan. Kebetulan saya orang Sulawesi Selatan. Hehe. Bahkan Universitas Negeri Makassar bangunannya terinspirasi dari perahu pinisi lho kak. Dan itu udah jadi icon kota Makassar banget. Jadi bangga deh perahu pinisi bisa diabadikan di lembaran rupiah. Pas terima uang, jadinya kita bisa belajar budaya dan sejarah kan kak. :D
ReplyDeleteWah, asyiknya! Saya juga suka banget perahu pinisi itu. Saya pernah nulis tentang itu, kan. Coba cari aja. :p Apalagi yang 2 tiang 7 layar itu punya makna. Yang mana 2 itu adalah kalimat syahadat dan 7 itu jumlah surah Al-Fatihah. Yap, begitulah. :D
Deletekalo dibilang mencintai, kayaknya nggak ada satu pun orang yg bilang nggak cinta, sih. terlebih kalo org tersebut tinggalnya di Indonesia. cuma keseringan kurang menghargai rupiah saja. saya sering ketemu dgn org yg di dompetnya ada mata uang lain. dollar, rinngit, riyal. semua amta uang itu rapi, lurus di dompetnya, tapi rupiahnya malah belipat2. entah apa alasannya.
ReplyDeletebudaya konsumtif yg mengharuskan impor juga bentuk gak menghargai rupiah, kan? walo begitu, tetap saja mengagungkan barang impor. jadi kayak ngaku mencintai pacar, tapi nggak menghargai. pacar tpai diremes-remes, dibikin marah hingga wajahnya berlipat, trus suka memuji pasangan org lain. ini saya komen apaan dah. gatau juga.
btw, lagu cindy senora masih sering saya puter sih barengan ama lagu2 anak lainnya. saya gapunya playlist terkini malahan.
Yap, lebih tepatnya kurang menghargai. Mata uang negara lain kalau nggak rapi konon nggak laku, Haw. :)
DeleteKenapa jadi ke pacar weyyy? Astagfirullah. XD
Saya juga kadang dengerin lagu anak untuk bernostalgia. Lagu terkini katanya, sih, bisa lihat di acara Breakout Net, Haw. Temen saya referensinya dari situ. Haha.
kadang saya juga heran bang kalau ada iklan cinta rupiah dulunya. kalau mau dipikir dolar juga lebih bagus nilai tukar atau jualnya. selain itu, selama saya belajar di kampung dalam pergaulan banyak diingatkan kalau uang bukan segala-galanya. bahkan uang bisa menghancurkan persahabatan atau hubungan kita kalau tidak bisa digunakan dan dianggap wajar serta bijak. tapi jujur selama ini saya hanya butuh uang, tapi saya juga sadar kalau itu hanya untuk kebutuhan hidup dan sisanya mungkin digunakan untuk lainnya yang lebih kepada nilai guna akhiratnya. selebihnya suka dengan gambarnya bang. semoga bisa dicukupkan dengan anggap begitu saja dan hanya itu.
ReplyDeleteIya, Mbah. Uang bukan segalanya, meskipun kalau pengin beli apa-apa tetap membutuhkan uang. Aamiin. Semoga kita selalu dicukupkan rezekinya dan merasa bersyukur. Supaya uang tidak mencelakakan diri~
DeleteSelama ini megang duit, tp ga prnah bacain nama2 pahlawannya. Fokusnya ke nominal doang sih absnya :') kdang baca, cuman slewatan. Gue malah sering bcain nama budaya/tarian doangg.
ReplyDeleteGue pun tipe org yg naro duit smbarangan smpe bntuknya ga karuan. Huahaa. Soal duit yg disteples.. Agak ngilu jg sih ngliatnya. Di kntor gue klo gajian ato ada uang apa gtu psti disteples. Dan itu cepean-gocapan. :'( udh gtu salah satu duit cepenya ditulisin nama kita pke pulpen merah pula.
Klo gue biasanya siasatin pake karet, digulung2 kyak ptasan. Tp diprotes, "ini duitnya napa meringkel-meringkel gini sih, Lu?!" Wkwk. Abs gmn yak? Yagitudeh ._.
Ehehe. Saya suka aja merhatiin nama-namanya. Terus saya cari tahu sedikit tentang itu.
DeleteLah, itu duit gajian kagak ditransfer, Lu? Dulu saya kerja cuma dikasih slip gaji aja. Uangnya mah diberikan lewat rekening. :D
Klo di indonesia klo mata uang asing seperti penjelasannya, Kadang masih berlaku cuma nilai tukarnya berkurang
ReplyDeleteTernyata bagian ngelipat2 gw kena nih, klo beli di warung biasanya dpt yg lecek,, ywdh terap lecej aja di kantong 😁😁😂😂
ReplyDeleteContohlah kondektur bus, Bang. Duit leceknya selalu dilurusin dan dirapikan~ XD
DeleteWaktu uang dua ribuan baru masuk, juga lagi tenar-tenarnya. Bareng teman2, kita adu banyak ngumpulin. Walaupun kita sudah tau yg akan menang itu teman gue yg bapaknya pegawai bank~
ReplyDeleteEnak dong duitnya rapi terus? Setiap ada yang jelek bisa dituker.
DeleteDulu aku pernah banget tuh nulis no hp ngasal di uang kertas dan suka setrika uang biar tetep bagus :D padahal ujung-ujungnya tuh uang bakalan dikasih keorang
ReplyDeleteWahaha, udah kayak pakaian aja disetrika, Ren. XD
Deletejadi ingat aku nabung uang koin selama beberapa bulan dapat sekitar enam ratus ribu, terus kemarin, baru beberapa minggu terakhir ini, buat ngopi dan belanja di minimarket dan bayar apapun pakai koin itu sampai habis, dan gue cuek saat mereka memandang aneh kepadaku ketika menghitung uang itu. haha
ReplyDeleteSaya juga pernah, Man. Santai aja walaupun dipandang aneh. Toh, kita bayarnya pakai rupiah. Pihak mereka nggak boleh protes. :D
DeleteWah, ternyata banyak juga ya manfaatnya. Aku sendiri paling sebal kalau ada yang corat-coret uang, uhuhuhu :')
ReplyDeletePadahal bisa coret-coret di buku gambar. :(
DeleteSetuju sih kalo semua orang memang hrs srg transaksi menggunakan IDR. Supaya mata uang kita kuat. Walopun jujurnya, aku msh juga menabung mata uang asing, itu karena utk keperluan traveling sih yog. Kebetulan bank ku jg menyediakan 11 mata uang asing, jadi aku pikir, drpd repot beli dr money changer, ya aku tabung pelan2 di rekening2 itu. So kalo udh waktunya mau traveling ksana, stok uangnya udh ada.
ReplyDeleteTapi tetep, untuk transaksi rutin, ato investasi reksadana yang jangka panjang, aku masih menggunakan IDR. :)
Saya malah nggak ngerti kalau bisa nabung gitu, Mbak. Pengetahuan saya akan perbankan emang cetek. Baru tahu ini. Haha. Mungkin itu persoalan lain, ya. Buktinya, Mbak Fanny tetep transaksi rutin pakai rupiah. :D
DeleteAku pribadi sangat tidak suka uang yang lecek or kusut gitu. Maka dari itu aku berusaha untuk menjaganya, terlebih jika dapat uang baru. Terkadang sayang untuk dibelanjakan..hha
ReplyDeleteBanyak orang yang tidak menyadari padahal dalam uang itu banyak hal yang bisa kita pelajari, seperti halnya siapa foto tokoh dalam uang tersebut, pemandangan mana, tari mana dan lain sebagainya.
Aku dulu sering buat tebak-tebakan malah, suka disama-samain sama uang kertas lima ratusan lagi, oh no :D
Aku sering banget dapet uang kembali yang terkadang sudah nggak layak menurutku, sobek, bolong gitu. Kalau di solasi masih aman ya, Mas. Atau baiknya uang-uang yang sekiranya rusak seperti sobek atau bolong. Lebih baik tukar ke bank aja kali ya..
Wqwq. Saya pun sering, Mas Andi. Uang baru saya sayang-sayang buat nggak dijajanin. Males memecah 100 ribu misal. Ternyata lumayan juga bisa berhemat. XD
DeleteUang gopean yang gambar orang utan? :p
Yap, mending ditukar ke bank. Selama benangnya nggak bermasalah, masih diterima setahu saya.
Ngomongin uang yang disetepler, bank ajah banyak yg kegitu...
ReplyDeletenyetepler..
apalagi bang icik-icik (kredit harian), sering banget tuh.
Kayaknya kurang menghargai seteplernya :)
Saya belum nemu bank yang stepler gitu, Mas. Selama ini kalau nerima uang dari bank ada penjepitnya yang juga terbuat dari kertas gitu.
Deleteaku juga sering nemu uang kertas waktu nyuci... tau-tau ngambang aja di mesin cuci. Berasa dapat rejeki, padahal uangku sendiri wkwkwk...
ReplyDeletememang sih, sampai sekarang masih saja orang menggunakan stepler untuk memudahkan dalam mengelompokkan uang...
Duit sendiri padahal, tapi pas nemu ya seolah mendapatkan harta karun~ Wahaha. Semestinya bisa mengelompokkan tanpa merusak, kan? :)
Deletetidak hanya penting tapi wajib khususnya bagi saya orang papa yang penghasilannya dibayar pake rupiah, tentu mencintai dan sangat mendambakannya setiap saat.
ReplyDeleteselain rupiah mah...liat bentuknya juga nggak pernah
Yuhu, wajib~
DeleteBelum pernah sama sekali? Lewat pencarian gambar di Google juga belum? Saya juga baru pernah lihat dolar zaman dulu punya temen yang pamer koleksinya.
Cinta rupiah? Banget.
ReplyDeleteI love money...
Wkwkwkwk
Btw, itu yang lima puluh ribuan buat gue dong. Dari pada dipajang doang. Lebih baik disedekahin ke gua. Ya kan???
APAAN DAH.
DeleteRiza: Itu foto udah lama, Mas. Uangnya juga sudah habis buat beli makan. Udah jadi kentut. Masih mau? :p
DeleteIcha: Sabar, Mbak. :(
Yang paling bikin saya cinta rupiah itu adalah gambar objek wisata di uang kertas itu, bikin pengen traveling ke tempat-tempat tersebut. 😄
ReplyDeleteIya, Mas, biar kayak traveler yang motret uangnya dengan latar tempat yang ada di uang tersebut. :D
Deletekalau saya cintai prosesnya mencintai dapat rupiah mas, jadi rupiahnya banyak otomatis cinta mata uang rupiah he.....
ReplyDeleteYa, mencintai pekerjaan itu, kan~ :)
Delete—Berkomentarlah karena ingin, bukan cuma basa-basi biar dianggap sudah blogwalking.