“Berkomentarlah karena ingin, bukan cuma basa-basi biar dianggap udah blogwalking.” Kalimat itu bisa kamu baca percis di bawah kolom komentar pada blog saya. Sebelumnya, kalau tidak salah ingat, saya menulis: “Jangan lupa memberikan komentar setelah membaca tulisan ini. Karena sebuah komentar bisa memotivasi bloger untuk lebih giat lagi menulis.”
Entah apa alasan saya mengubahnya beberapa bulan silam itu. Kalimat itu akan terlihat songong dan seolah saya tidak membutuhkan komentar di blog ini. Namun, bukan itu maksud saya. Saya tidak sesombong itu. Saya hanya merasa sebal ketika membaca komentar basa-basi di blog ini. Saya tidak perlu menjelaskan atau mencontohkan seperti apa komentar tersebut, kan? Yang jelas, salah satu teman bloger pernah curhat sekaligus bertanya kepada saya, “Kenapa masih banyak bloger yang komentar kayak baca judulnya aja, ya?”
Saya hanya tertawa dan tidak menjawabnya. Sejujurnya, saya pernah menanyakan hal itu kepada diri saya sendiri. Sayangnya, setelah itu saya berpikiran kalau diri saya ini terlalu jahat kalau menduga beberapa orang yang komentar di blog itu tidak membaca tulisan saya. Lagian, saya tidak punya bukti apa-apa. Saya tau dari mana kalau mereka nggak baca? Suuzan dong saya? Ya, walaupun setelahnya saya akan tetap jahat karena mengeluh, “Ini orang komentar cuma biar blognya dikunjungi balik apa?”
Kalau diingat-ingat lagi, ternyata saya memang suka menerka sebuah komentar yang tampak basa-basi. Saya sebetulnya tidak ingin menghakimi orang yang berkomentar. Tapi setelah memperhatikan beberapa bloger yang memilih untuk memberikan moderasi komentar di blognya, saya pikir kami memiliki satu keresahan yang sama: malas atau kesal kala membaca komentar yang nggak penting dan basa-basi.
Mungkin kemarin-kemarin saya resah sekali akan hal ini. Bahkan, beberapa kali menjadi ide tulisan blog yang isinya menyindir atau mengkritik mereka—para bloger yang komentar basa-basi tanpa membaca isi tulisan. Lalu sejak saya mengganti kalimat di bawah kolom komentar, saya tidak pernah memusingkannya kembali. Saya sekarang bersikap lebih cuek, sebab orang-orang seperti itu rasanya tidak akan punah. Begitu haus akan trafik. Peduli setan dengan baca tulisan blog, apalagi yang panjang-panjang. Yang penting udah komentar, pasti bloger itu gantian blogwalking. Ehehe.
Baru dalam pikiran saja, saya sudah merasa jijik. Seram juga membayangkan kalau saya punya pikiran sejahat itu. Setidaknya, itu jahat buat saya (kalau apa yang Rangga lakukan, baru itu jahat buat Cinta). Saya pun tidak ingin mencobanya. Lebih baik tidak usah berkomentar kalau niatnya cuma mengejar trafik. Omong-omong, tulisan saya sialan juga, ya. Saya sama jahatnya kalau mengomentari sifat jelek beberapa bloger itu. Membicarakan atau menuliskan tentang hal yang buruk memang mudah sekali. Sudah berapa paragraf yang saya tulis demi memancing ide-ide keluar, tapi hanya berisi keluhan. Kacau! Saya tidak mau terus-menerus meracau. Tulisan ini perlu diarahkan ke yang lebih benar dan bermanfaat buat pembaca (saya kurang yakin kala mengetik ini).
Jadi, awalnya saya hanya kepikiran suatu ide tentang berkomentar. Sehabis membaca tulisan Bayu Rohmantika: Asyiknya Mengomentari Adegan Dalam Sebuah Film, saya merasa punya versi sendiri, yaitu asyiknya mengomentari tulisan blog seseorang. Lucunya, saya malah berkomentar mengenai komentar para bloger yang tidak saya sukai seperti paragraf-paragraf sebelumnya. Saya sendiri termasuk orang yang hobi berkomentar di blog orang lain. Namun, saya berkomentar bukan untuk basa-basi. Saya memilih berkomentar seusai membaca tulisan blog orang lain karena memang ada sebuah keinginan.
Nah, dalam tulisannya itu, Bayu menuliskan kalau tidak ada komentar selama menonton berbagai adegan dalam sebuah film itu justru tanda bahaya. Bisa jadi filmnya membosankan dan membuat penonton tertidur. Jika saya mengaitkan ke dalam sebuah tulisan di blog yang sepi atau malah tidak ada komentar, maka saya pun sepakat dan tidak sepakat. Sepakat karena bisa jadi tulisan itu terlalu jelek. Jadi sebelum membacanya sampai habis, saya langsung menutup web itu. Boro-boro menuliskan komentar. Lalu saya bisa juga tidak sepakat, sebab bagaimana nasib para silent reader? Lagi pula setelah membaca tulisan Bayu sampai habis itu, saya pun nggak tahu harus berkomentar apa. Mungkin saking bagusnya.
Selesai membaca tulisannya, saya entah mengapa teringat diri saya sendiri. Saya pernah menegur orang tua saya yang mengomentari acara televisi. Baik ibu saya yang heboh sendiri ketika menyaksikan adegan kejahatan di sebuah sinetron, maupun ayah saya yang teriak-teriak kala menonton sepak bola atau bulu tangkis atau tinju. Mungkin saya memandang hal itu salah karena takut mengganggu tetangga.
Namun, apa yang Bayu tuliskan ada benarnya. Saya telah mengganggu kenikmatan orang tua saya. Siapa pun bebas berkomentar untuk menikmati apa yang dia tonton atau baca. Baik itu komentar yang berupa pujian, makian, kritikan, ataupun cuma komentar kurang penting. Sayangnya, di beberapa tempat memang ada peraturannya tersendiri. Seperti di bioskop atau perpustakaan yang tidak boleh berisik.
Lalu di blog pun semacam ada peraturannya sendiri. Dengan adanya fitur moderasi komentar, maka komentar-komentar yang ditampilkan itu terserah yang punya blog. Kalau itu spam, terdapat link aktif, atau dia tidak suka, berarti dia berhak menghapusnya. Saya termasuk orang yang membebaskan pembaca berkomentar apa saja. Saya tidak perlu repot-repot memoderasinya karena tidak setiap waktu bisa membuka blog. Kalau memang ada sebuah spam, toh saya tinggal menghapusnya nanti.
Kembali ke persoalan komentar di blog, saya merasa punya keasyikan khusus saat membaca komentar yang masuk di blog ini. Begitu juga saat saya memberikan komentar di blog orang lain. Saya mungkin senang mengekspresikan diri dalam berkomentar di blog. Beberapa tulisan bagus sering bikin saya mengomentari ini dan itu. Pokoknya apa yang menempel di kepala saya setelah membacanya. Yang paling sering saya lakukan adalah, saya bisa ikutan curhat kala membaca tulisan seseorang yang bagus.
Menurut saya, bagus tidak melulu soal diksinya yang menarik dan gaya bercerita yang bikin pembaca betah. Bisa saja karena tulisan itu memiliki sebuah “rasa” di dalamnya. Mungkin saya belum pernah mengalami kejadian yang dikisahkannya itu, tapi saat membaca ceritanya seolah-olah saya ikut merasakan apa yang orang itu tulis. Dia menulis karena hanya ingin bercerita dan tidak berharap bagus, tapi pembaca sering takjub dibuatnya. Ada beberapa orang semacam itu yang membuat pembaca jadi terhipnotis dan tiba-tiba mengetikkan sebuah curhatan panjang di dalam komentarnya.
Sebuah tulisan bagus memang memunculkan keinginan untuk berkomentar dan membawa-bawa pengalaman pribadi dalam komentarnya. Namun, ada juga yang beberapa kali memaksa saya menuliskan makian di komentarnya (biasanya terjadi ketika membaca tulisan fiksi dan saya tertipu). Dan, tidak jarang juga yang membuat saya bungkam.
Kalau mengingat tahun 2015, masa di mana saya benar-benar aktif ngeblog, saya pernah dikomentarin seorang teman saat kopdar, “Tiap blogwalking kok kayaknya ada aja komentarnya Yoga. Ke blog ini, ada Yoga. Ke blog itu, ada juga Yoga. Rajin bener dah.”
Saat itu saya pun tertawa dan menjawab, “Nggak rajin juga, sih. Gue cuma ngerasa asyik aja blogwalking, terus ngasih komentar deh. Mungkin itu cara gue mengapresiasi tulisannya biar dia semangat nulis.” Karena itulah, dulu saya bikin kesimpulan kalau sebuah komentar bisa memotivasi bloger dan menambah semangat menulisnya.
Namun, perlahan-lahan pemikiran saya bergeser sebab adanya komentar yang saya bahas di awal tulisan. Saya tidak akan menyinggungnya lagi. Saya saat ini cuma berpikir, kenapa dari dulu (pertama mengenal blogwalking) sampai sekarang, saya memiliki keasyikan sendiri dalam berkomentar di blog orang lain?
Apakah itu memang cara saya untuk menikmati sebuah tulisan blog? Kayaknya, sih, begitu. Saya memilih berkomentar karena ada keinginan berkomentar. Mungkin sama halnya seperti silent reader yang menikmati tulisan orang lain dengan diamnya. Mereka memilih diam karena hanya ingin jadi pembaca yang tidak menunjukkan dirinya kepada si penulis. Padahal, saya termasuk silent reader pada beberapa blog khusus. Kemudian, saya juga memilih untuk lebih menunjukkan diri menjadi orang yang sering berkomentar.
Dalam memberikan sebuah komentar, biasanya saya langsung mengetikkannya begitu saja dan menekan publish tanpa memperhatikan salah ketik. Terus, entah bagian yang ingin saya komentari itu penting atau tidak, saya juga merasa cuek. Misalnya saat membaca ulasan buku atau film, tapi saya belum membaca atau menontonnya. Saya sering tidak mengomentari soal kisah di buku atau film yang diulasnya itu. Saya lebih suka mengomentari hal-hal yang dia kaitkan dalam kehidupan pribadinya.
Sebagai contoh saat membaca tulisan Icha yang membahas tentang film Marlina, Pengenang Bioskop dalam Empat Babak. Saya akui kalau saya memang belum menonton filmnya. Dan entah kenapa tidak ingin mengomentari kisah Marlina itu. Saya justru mengomentari tentang Icha yang diberikan uang oleh kakaknya, tentang asyiknya menonton sendirian, dan tentang bagaimana rasanya kejar-kejaran dengan waktu tayang film kala kita masih di perjalanan menuju bioskop. Saya tidak berusaha berbeda, tapi memang itulah yang ingin saya komentari. Setelah saya pikir ulang, kok komentar saya gitu, sih? Namun, kalimat itu sudah terketik dan terkirim. Saya tidak perlu menghapusnya.
Selanjutnya, saya juga tidak begitu memedulikan kalau sudah ada yang berkomentar sejenis. Ya, saya biasanya memberikan komentar tanpa melihat-lihat dulu komentar orang lain. Membaca komentar orang lain di blog seseorang seringnya saya lakukan sesudah berkomentar. Kecuali saya agak bingung mau komentar apa atau terlupa dengan bagian-bagian dalam tulisan itu. Tapi kalau saya sudah bingung, acapkali saya tidak akan meninggalkan komentar. Berkomentar bukanlah sebuah keharusan. Dan sepertinya, ada tulisan-tulisan yang memang tidak perlu dikomentari dan cukup dibaca saja.
Seperti saat menuliskan Sajak Seorang Pecundang, misalnya. Saya tidak mengharapkan adanya komentar karena tulisan itu awalnya tidak ingin saya tampilkan kolom komentarnya, bahkan tulisannya juga tidak ingin dibaca oleh orang lain. Namun, ketika itu saya nggak tahu harus bagaimana menuliskannya kalau dalam bentuk esai atau cerpen. Sajak rasanya sudah cukup mewakilkan keresahan saya dan bisa bersembunyi di balik diksi-diksinya. Jadilah tulisan itu saya publikasikan dan tetap saya sediakan kolom komentar. Ternyata, masih ada orang yang berkomentar di tulisan sajak itu, malah ada juga yang ikutan bikin sajak.
Melihat kolom komentar di tulisan itu, saya memperhatikan ada beberapa bloger yang biasanya rutin berkomentar di blog saya, tapi tidak meninggalkan komentar di tulisan itu. Saya tiba-tiba merasa bahagia. Berarti, orang itu berkomentar hanya ketika dirinya ingin. Meskipun ada kemungkinan dia belum membacanya, tapi saya mengira dia tidak ingin sok tau soal sajak yang saya buat itu atau terdapat hal lainnya yang menjadi alasan dia tidak berkomentar.
Saya pikir, memang begitulah sebaiknya. Selama ini saya selalu berkomentar karena sebuah keinginan. Kalau lagi nggak pengin, ya nggak usah komentar. Terlepas dari nanti saya dianggap tidak mau gantian mengunjungi blognya, ya itu terserah penilaian mereka. Oleh karena itu, saya juga tidak mau pembaca blog ini mengharuskan dirinya berkomentar di setiap tulisan saya. Berkomentarlah ketika kamu memang menginginkannya. Jangan sampai terpaksa berkomentar. Apalagi merasa nggak enakan. Melakukan hal yang terpaksa bukankah tidak enak?
Jadi, apa komentarmu setelah membaca tulisan ini? Atau lebih baik tidak perlu berkomentar? Itu pilihanmu. Begitu juga dengan pilihan saya yang tidak berkomentar dan malah terinspirasi bikin tulisan di blog (walau akhirnya tidak jelas begini) setelah membaca tulisan Bayu.
52 Comments
Komentar gak yaaa. Hahaha.
ReplyDeleteKomentar gak komentar menurut gue hak pembaca sih Yog. Lagian kita tau kan mereka yang cuma komentar tanpa baca dan tujuannya cuma biar dikunjungin balik kayak gimana.
Kalau gue biasanya, setiap ada waktu buat baca blog, buka blog-blog yang emang langganan gue. Blog lo salah satunya, sama Icha. Beberapa blog gue 'open in new tab'. Saking banyak yang dibaca, kadang nggak sempet komen. Cuma baca doang. Pas sempet buka lagi, baru deh komentar.
Gue bikin blog tujuannya biar dibaca temen-temen kuliah sih. dan rata-rata mereka cuma pembaca bukan blogger, dan baca karena pengen baca. Jadi gak ada yang komentar di blog. Komentarnya kalau ketemu.
Iya, komentar lo selalu panjang-panjang gue lihat. Di blog gue juga. Hahaha, kadang malah bisa ngasih ide tulisan baru.
Btw, mau nanya dong. Lupa terus. Kemarin kan gue sempet off lama gak main blog. Pas ke blog lo lagi, kok gaya bahasanya agak beda ya? Emang lo ganti atau perasaan gue aja. Misalnya sekarang pakai kata "saya".
Btw lagi, emak kita tipe penonton sinetron yang sama.
Yah, jadi panjang komen gue -_-
DeleteYap, semua orang bebas berkomentar. Walau komentar itu seperti yang saya maksud di awal paragraf. Tapi itu tetep suuzan nggak sih, Rih? Saya ngerasa sok tahu kalau menyimpulkan mereka nggak baca begitu. Hahaha.
DeleteIya, niatnya nanti 2018 mau berubah jadi pakai "saya". Sekarang lagi masa latihan. Semoga aja nggak kaku pas dibaca. :)
Mari tos untuk emak kita~
Hahaha yaaa iya sih, suuzon dikit. Tapi ya gimana. Seringnya gitu ya, yang komentar kayak gini, paling gak baca. Yang komentar gini, paling baca setengah. Hmmm... Ikhlas aja lah, cuek aja kali Yog yang terbaik mah. wqwqwq pasrah.
DeleteOh gituu, semangat Yog kembangin terus! Tulisan lu makin padet sih, makin enak dibaca. Cuma masih kebawa "gue"nya Yoga yang dulu aja kalau gue sbg pembaca.
Iya, berprasangka kayak gitu sering. :))
DeleteApalagi tinggal di Jakarta, Rih, yang mana emang ngomongnya "gue". Lagian ini gunain "saya" buat di blog sama medsos aja, sih. Di chat sama obrolan langsung kagak. Awalnya pernah nerapin, eh diprotes, "Baku bener dah lu 'saya-saya'. Geli dengernya." Wqwq.
Aku mau komen karena emang mau komen. Dan karena tulisannya menarik. Kalok enggak, aku paksain komen walau mungkin agak gak nyambung. Wkwkwk :p
ReplyDeleteYah, gimana ya?
Sekarang ini kalok aku gak seneng sama komen yg ada di blogku, aku masukin ke spam aja, Yog. Emang sik agak makan waktu, tapi lebih puas aja. Bahahak!
Aku menghargai komen yg bahkan terkesan gak baca sampek abis, cumak liat judul. Entah apa alesannya. Tapi tetep gak bakalan aku apus atau aku masukin spam. Beda sama yg ngasih link en gaje. ._.
Sekarang ini gak banyak blogger yg cecurhatan. Jadinya yg komen jugak sekedarnya. Apalagi isi iklan semua. Bhay-lah kalok gitu. Sorry to say.
Saya juga pernah, sih, memaksakan komentar. Dulu ngerasa nggak enak. Udah dikomentarin, masa nggak gantian? Tapi lama-lama, cuek aja. Nggak akan komentar kalau beneran udah bingung mau komen apa. Wq.
DeleteIya, saya juga jarang menghapus, kok. Malah kadang saya bales godain komentarnya. Ehehe.
Kayaknya masih ada yang rajin curhat. Emang nggak sebanyak dulu, sih. Entah kenapa mulai jarang yang personal. Kalau baca tulisan iklan, ya tergantung tulisannya. Kalau nggak bisa dikomentarin, ya nggak saya komen. Malah kadang milih untuk nggak baca karena sudah terlihat dari judulnya yang terlalu ngiklan. XD
Hmm. Sejujurnya, saya salah satu orang yg kadang bingung mau komentar apa setelah membaca, ,makanya terkadang setelah beres baca langsung close tab gtu aja, kadang2 menyempatakan diri untuk komentar meski yg saya tuliskan kadang seperti “membaca judulnya saja”. Haha..
ReplyDeleteNggak apa-apa, Yan. Saya juga sering nggak komen dan langsung tutup web sehabis baca, kok. Meskipun masih lebih sering ngasih komennya. Hahaha.
DeleteSaya terkadang termasuk orang yang jarang membaca tulisan secara keseluruhan sebelum berkomentar, apalagi kalau tulisannya begitu panjang. Saya hanya berkunjung, membaca beberapa dan ketika mendapatkan sebuah poin untuk dikomentari, saya mulai berkomentar.
ReplyDeleteHmm, pengakuan yang sungguh jujur. Ah, tapi tidak apa-apa. Itu hakmu~ :D
DeleteKalau saya pribadi sih, keseringan jadi silent reader, kak. Bhahahak.
ReplyDeleteTapi sering juga dimintain komen ditulisan temen sendiri, padahal tanpa diminta pun, memang saya mau komen, tapi kadang ya lupa, jadi keseringan dia seolah-olah menagih komenan saya. 😂
Jadi inget dulu zaman sekolah tuh saya pasti selalu nyuruh temen kelas buat mampir ke blog saya. Niatnya sih biar.mereka mau komentar pas habis baca. Tapi, malah kebanyakan mereka komentar langsung ke saya kalau di kelas.
Nah, mulai dari situ, saya tau kalau komen itu ga perlu disuruh-suruh. Soalnya tanpa embel-embel nyuruh komen, malah beberapa temen tiba-tiba komen dipostingan lain. Hehe
Saya rasa, semua blog pasti ingin postingannya dikomen pembaca ya, ka Yog.
Dulu saya juga punya pikiran begitu.
Rasanya kalau ga ada yang komentar itu aneh gimanaa gitu. Padahal tulisan b ae tapi banyak mau. Hehe, maaf 🙇
Tapi sekarang mah, nggak. Lebih ke 'serah orang dah mau komen apa kaga, yang penting lanjut nulis aja. *kata si yang rajin blogwalking tapi tak rajin posting. Saya itu sayaaa* 😂😂
Tapi kalau saya komen disini nih, saya mah emang mau komen, kak. Habisnya, tiap posting pasti kayak 'otomatis' minta dikomen. Tapi gak di semua postingan, sih. Soalnya ada beberapa postingan yang emang kayaknya gak perlu dikomen, soalnya kadang mood diri ini buat komen itu ga ada banget alias yaudah cuma mai baca tok, gitu. Hehe.
Oiya, dan entah kenapa saya juga bingung kalo komen pasti panjang bener, kak. Maaf 😂😂😂
Iya, orang-orang yang pengin komentar akan langsung berkomentar tanpa disuruh. Saya juga pernah dikomentarin langsung. Malah terasa lebih dekat gitu, sih, menurut saya.
DeleteNah, begitulah. Saat awal-awal ngeblog emang suka pengin banyak dikomentarin. Apalagi kalau diberi masukan pembaca biar tulisannya lebih baik. :D
Wqwqwq. Seolah-olah tulisan saya bisikin pembaca gitu, ya? "Makasih ya udah baca. Gimana? Puas sama tulisannya? Sekarang, kamu komentarin tulisannya dong. Biar penulisnya senang dan makin semangat nulis." Halah.
Nggak apa-apa. Nggak perlu minta maaf. Justru ingin berterima kasih~ Saya selalu baca setiap komentar yang masuk, kok. Sepanjang apa pun itu. :)
Jujur, tulisan lo semakin kemari semakin matang, Yog. Gue apresiasi untuk keputusan lo pake kata ganti "saya" dan pengolahan kalimat yang berisi. Keren.
ReplyDeleteWah, makasih banyak nih udah nyempilin artikel gue di atas :D
Gue malah ga kepikiran nyambungin tulisan itu ke komentar di blog, lo malah hebatnya bisa kepikiran, haha.
Well, kalo ngomongin masalah berkomentar di blog, semua kembali ke moral masing-masing bloger. Gue pribadi punya prinsip sendiri: ketika gue pengen komentar di satu tulisan, maka gue akan komentar, kalo ngga, ya gue jadi silent reader. Dulu pas awal-awal ngeblog emang ada perasaan pengen dikomentarin banyak bloger, tapi lama-kelamaan malah jadi mikir: "kalo berkomentar balik jadi sebuah keharusan, berarti ada unsur keterpaksaan disitu". Sama kayak yang lo tulis di atas: "Melakukan hal yang terpaksa bukankah tidak enak?" Jadi sekarang gue nothing to lose aja.
Mungkin bakal dicap sombong, tapi whatever lah, hehe, soalnya gue memperlakukan aktivitas berkomenta sama kayak menulis, jadi kalo ga nyaman, mending ga usah ditulis. Tapi ini kan opini masing-masing, Yog, kebetulan aja pendirian kita sama disini, jadi gue ngerasa relate banget baca artikel lo, beneran. Oya, kalo lo memilih jadi silent reader setelah baca artikel gue pun itu ga masalah, santai aja (karena gue sendiri juga salah satu silent reader di beberapa artikel lo :p)
"Siapa pun bebas berkomentar untuk menikmati apa yang dia tonton atau baca" --> bener banget ini. Reaksi akan selalu ada saat kita menikmati sesuatu, itu wajar.
Sama wajarnya ketika orang lain punya panilaian terhadap apa yang kita lakukan. Keputusan gue untuk berkomentar sesuai keinginan juga pasti dicap macem-macem. Ga pa2, itu wajar kok, dan gue ga bisa mencegah pemikiran tersebut, karena emang gue berkomentar dengan cara gue sendiri.
Nah kan, jadi panjang begini, haha. Nice article, Yog. Good job.
ini keren sob..
Deletesatu postingan inih..
hehehe...
Gue nungguin jawaban lo, eh ada juga yang ngomentarin soal "saya". Hehehe.
DeletePadahal menurut saya, ini sebelum benar-benar matang udah diangkat, Bay. Perlu rasanya digodok beberapa saat lagi biar rasanya makin enak. Hm, tapi ya udah dipos. Ya udahlah. O iya, makasih untuk pujian dan apresiasinya. :D
DeleteIde bisa datang dari mana aja. Termasuk habis baca tulisanmu yang itu. Saya juga nggak ngerti kenapa bisa mengaitkan ke situ. Yah, namanya juga ide. Kadang suka seenaknya dateng dan minta dituangkan ke tulisan.
Iya, sekarang mah tulus aja bakalan gantian dikunjungin dan dikomentarin atau nggak. Kalau dipikirin nanti ribet sendiri. Wqwq, betul banget. Udah ngelakuin hal yang menurut kita benar aja, bisa menjadi salah menurut orang lain. Yah, sama-sama saling berkomentarlah jadinya. Toh, nggak ada kebenaran absolut untuk berkomentar. :)
Tulisan ini aku anggap sebagai komentar buat tulisannya Bayu, Yogs. Huahahaha. Ya dicampur dengan keresahan kamu soal komentir komentar. Keresahan yang kalau nggak salah udah dari kapan tau pengen kamu tulis di blog.
ReplyDeleteSebenarnya pas pertama baca tulisan Bayu yang itu, aku juga bingung mau komen apa. Aku ngerasa tulisan itu bikin speechless. Besoknya aku baca lagi dan baru 'bisa' komen. Itupun masih aja nangis pas komennya. Hah aku memang kelewat cengeng. Hahahaha. Tapi gimana ya, tulisan itu bikin aku keingat sama orangtuaku dan tulisan itu punya 'rasa' di dalamnya. Rasa yang kamu maksud di tulisan ini. Aku jadi serasa di bioskop bareng Bayu dan pasutri lansia itu. Makanya aku jadi secengeng itu. Huhuhu.
Soal komen, sekarang bisa dibilang aku lebih sering jadi silent reader sih. Hahahaha. Balas komen di blog sendiri aja udah jarang. Tunggu waktu atau mood bagus dulu. Dan ya itu, aku komen karena ingin. Sering baca dulu baru kalau ada waktu dan mood pengen komen, baru aku komen. Ada juga tulisan yang sekedar aku baca karena aku ngerasa nggak relate sama tulisan itu dan bingung mau komen apa. Daripada komen nggak nyambung, mendingan nggak usah komen kan? Aku mikirnya gitu sih.
Aku sebenan
rnya nggak masalah sih kalau ada yang gak fokus ke film pas komen di tulisan reviewku. Toh itu reviewnya review baper, aku nganggapnya aku curhat tapi bawa-bawa film aja buat kedok. Hehehehe. Terus yang soal sajak kamu itu, aku udah baca tapi gak komen. Aku senang ternyata kamu bahagia sama keputusanku itu. Ceilah, keputusanku. Pokoknya gitu deh, aku nggak komen karena aku ngerasa kamu pasti udah tau apa yang aku rasain soal sajak itu, Yogs. Itu keresahanku juga. Kita kan sehati~ Ululu~
Hm, iya juga. Jadi komentarnya itu malah menghasilkan tulisan di blog sendiri. Cari celahnya bisa banget, ya? Wahaha. Udah beberapa kali ditulis juga, Cha, soal keresahan komentar itu. :D
DeleteSaya udah baca ulang, tetep nggak tahu mau mengetik apa di kolom komentar. Ya udah, akhirnya nggak komen di tulisam Bayu. :) Sama. Akhir-akhir ini entah mengapa lebih suka baca aja. Hm, begitulah yang saya rasakan. Ketika lagi nggak ingin, ya nggak komentar. Bisa nanti pas baca ulang lagi. Bisa juga nggak sama sekali.
Ternyata sajak itu bisa mewakilkan perasaan beberapa orang. Uwuwu wqwq~
Saya memilih berkomentar karena ada keinginan berkomentar.
ReplyDeleteItu kalimat keren sob!
Ngomongin komentar, gue sendiri merasa berhutang budi sama mereka-mereka yang saya komentari lalu berkunjung balik dan komentar ek blog gue.
Kenapa hutang budi? Karena blog gue jadi ramai. Dah.. TITIK!
But ngomongin komentar, memang selalu saja ada komentar yg menurut gue dia lagi blogwalking saja.
Menurut gue, dia baru baca judulnya saja, trus komen. ASELI!
Seringkali ada yang komen di blog gue yang ternyata "tidak nyambung" dengan isi postingan gue. Karena judul postingan juga jauh banget dg isinya.. dan itu gue sengaja..Hahahaha..
TaPI GUE TETEP MENGHARGAI MEREKA SOB!
karena sudah bersusah payah komen walaupun kagak nyambung :)
Terima kasih, Sob. Iya nih, tentu merasa diapresiasi ketika blognya jadi ramai. Jadi, makasih sudah ikut meramaikan blog saya. :D
DeleteYap. Tetap menghargai sudah repot-repot mengunjungi blog kita, meski cuma biar dikunjungi balik, ya~ :)
Sip, May. Jangan ragu-ragu lagi kalau mau ikutan bersajak di komentar~ Atau boleh juga kritik tulisan fiksi itu. Wqwq.
ReplyDeleteOrang itu juga komentar di blog saya ternyata. :)) Mari berkontemplasi akan perintah itu.
Yoga... Kamu mewakili apa yg pgn aku curhatin hahaha :p. Sebeeeel banget kalo ada blogger, komen, tp kliatan banget ga baca. Udah jelas2 yaaa apa yg dia tanya ato komenin ada di dlm postingannya, masih ditanya lg. Kalo dulu ya yog, aku msh mau bw balik ke blogger yg begitu. Tp skr emoh. Kalo isi komen udh kliatn banget basa basi ato ga baca, bhaay! Jgn harep aku bw balik :p.
ReplyDeleteAku sendiri yaa, suka BW k blog yg memang aku seneng baca isinya. Tp kalo ada blog, yg isinya rada berat, dan aku sepertinya bingung komen apa, drpd kliatan maksa, dan cuma nunjukin kebodohan sendiri, aku ga bakal komen di postingan itu. Tapi aku bakal cari artikel lainnya yg mungkin aku bisa ngerti dan komenku bisa nyambung :) . Kalo g ada juga, yo wislah.. Ga ush paksain komen :D.
Sepertinya tulisan ini memang mewakili beberapa orang, Mbak. :D Kadang saya masih BW balik, Mbak. Pengin tahu apa yang dia tulis atau bagaimana pemikirannya, sih. Kurang kerjaan emang saya. XD
DeleteNah, sama. Daripada komentarnya malu-maluin karena nulisnya maksa, mending nggak usah komentar deh. :)
Dulu emang sering sih ngerasa diri kalo komen cuma seadanya, itupu kalp malas baca cuma loat komentar orang dam nyimpulin.
ReplyDeleteLama2 jadi berubah, awalnya saya komen jika tulisannya itu bagus. Lambat laun berubah lagi, menjadi berkomentar kepada setiap tulisan yang saya baca. Sekalipun secuil, namun tidak memberi kesan tidak membaca.
Saya agak tersinggung karena telah berkomentar pada pos sajak. Tapi, yah, itulah saya, sejauh ini, apa yang masuk pada dasbor saya, dan saya tertarik untuk baca, itulah yang saya komen. Meski terdengar apatis, namun ini sedikit membantu untuk peka terhadap sisi lain dalam tulisan.
Saya pernah menduga ada orang yang begini. Ternyata emang ada toh. Ehe. Tapi, ya nggak apa, kok. Saya nggak mau menghakimi lagi. :))
DeleteTersinggung karena apa? Saya membebaskan berkomentar di tulisan mana aja, kan. Ya, saya juga baca tulisan apa aja biar bacaannya lebih beragam. Cuma nggak semuanya saya coba komentarin.
Klo gue keseringan abs baca postingan, trs baca komen2nya dlu sm balesannya, kdang nimbrung jg. Eh trs lupa komen deh. Wkwk.
ReplyDeleteDulu gue komen di postingan org jujur aja biar dikunjungin balik, tp klo skrg mah gk terlalu mikirin soal itu, gue jg tau gak smuanya bsa ngunjungin balik stlah ada yg komen di postingan kita. Krna tiap org pnya ksibukan masing2. Trmasuk gue jg (halah, gue mah males kali bkan sibuk. wkwk)
Toh, klo memang kocak, atau apapun tulisan itu yg bkin "gatel" buat komen ya psti komen.. Kdang yg bkin males komen itu mikir kata2nya, trs jdnya malah puanjaang bner. wkwk. Postingan tntg sajak, cerpen, puisi, review, kontemplasi, atau ngebahas yg serius2, gue lebih milih untuk gak komen. Paling kdang2 doang.
Tp komentar bsa jg dijadikan sbgai bukti kbradaan kita di blognya. Misalnya buat nambah2 temen2 blogger jg. Biasanya klo udah komen di blognya, jadi kenal gtu. Hehee.
Komentarnya balesin komentar? Hahaha. Saya juga sering gitu kalau komentarnya seru. XD Iya, lama-lama cuek aja. Dibales syukur, nggak juga santai.
DeleteKalau cerpen biasanya emang memilih diam aja. Tergantung, sih. Ada yang pengin dikomentarin atau nggak. Intinya, udah saya jelaskan di tulisan gimana saya berkomentar. Haha.
Yap, bisa untuk silaturahmi gitu, Lu.
Aku udah baca ini sebelumnya, sampai sekarang, dan.... Masih bengong. Ini aku nggak ngerti atau gimana ya. Greget ingin beranggapan tapi, ya ada tapinya.
ReplyDeleteAku dulu seneng banget silent reader pas awal mulanya, entah diri ini kesambet apa keknya pengen dikenal di dunia per-blog-an, jadi mulai tuh berani mampir untuk baca dan komen. Tapi semenjak punya kesibukan terbaru jadi nunggu waktu sesuai dan mood baca. Komen juga ya kalo greget komen aja.
Keknya sepertinya nggak cuman kakak doang yang kesal dikomentarin dengan basa-basi. Aku kalau dikomen kek "ah-ini-apaan-dah-komenya" suka sebel sendiri. Eh nggak deng, pengunjung bebas berkomentar. Hemz.
Btw sajak kemarin aku komen emang ada unek-unek tersendiri dan bacanya juga pas lagi nyari moodbooster. Jadi... Ya... Keresahanku aku bagi juga deh ._. Apasi riska :(
Wahaha. Jadi, bebas mereka komentar apa aja? Nantinya ngerasa cuek atau kesel nih? :p
DeleteIya, nggak apa-apa komentar di tulisan itu. Saya cuma nggak nyangka kalau ada yang tetep komentar. Rupanya ada yang ngerasa relevan. XD
Secara gak langsung ketika saya ingin berkomentar di blog mas Yoga dan membaca tulisan di kolom komentar.
ReplyDeleteSaya jadi sadar, kalau komentar itu gak boleh asal, mesti menghargai yg punya tulisan..
Karena bagi saya yg cuma punya blog yg gak seberapa ini, dimana traffik gak mungkin untuk dibanggakan. Maka komentar-komentar dari blogger lain lah yg menjadi motivasi untuk ngeblog terus
Dalam setiap hal, sikap saling menghargai sebetulnya perlu, kan? Hm, komentar asal boleh-boleh aja, kok. Saya nggak begitu mikirin lagi komentar apa aja yang masuk di tulisan ini. Saya juga jarang ngapusin.
DeleteCuma, kadang kan aneh aja kalau baru pertama mampir terus udah komentar ngasal seperti nggak baca tulisannya. XD Bahkan, ujuk-ujuk promosi link. :)
Iya, dulu saya juga begitu. Ada satu komentar yang masuk senengnya bukan main. Ternyata ada yang baca tulisan saya. Merasa diapresiasi. Makin semangat ngeblog. Kayak gitulah~
Waah! Tulisan kaka bener-bener nyentil saya pribadi sih kak. Hiks. Jadi malu. Setelah baca ini jadinya insyaf deh. Semoga blogger-blogger lain juga bisa nyadar.
ReplyDeleteSaya tidak bermaksud menyentil siapa-siapa. Saya sebetulnya ingin mengingatkan diri sendiri. :)
Delete(Nice artikel, tulisan bagus, keren)
ReplyDeletehahaha
itu lah komentar yang selalu bikin kesal.. kadang merasa ingin sekali tekan tombol spam tapi kasian juga kalo mereka balik lagi dan komentarnya tidak ada
Kolom komentar itu menurut saya di tunjukkan untuk yang membaca tulisan sampai selesai
jika tidak di baca lebih baik tidak usah berkomentar.
saya juga seperti itu mas yoga, kalo lagi berkunjung k blog lain ada kalanya tidak memberikan komentar karena tidak semua postingan harus saya komentari. Ada kalanya postingan yg memang tidak saya pahami dan tidak ada ketertarikan untuk menulis komentar.
Buat sya kolom komentar juga bukan sekedar untuk berkomentar tentang artikel terkait, bisa untuk saling tegur sapa dan interaksi antar blogger
karena gak di pungkiri memang adanya komentar menjadi sumber energy untuk terus nulis.
untuk silent rider saya juga melakukannya di beberapa blog yg memang gak ada kolom komentarnya hahahahaha
di kolom komentar juga kita bisa saling kenal dan merasa sok akrab gitu kan
kayak sekarang nih..wkwkwkwk
intinya kolom komentar hanya untuk yang baca postingan sampai habis
saya tambahin deh komentar legend dan selalu ada hampir di mana saya terdampar
"nice artikel mas, balik k blog saya ya" hahahahaha biasanya ada link blog nya
Apakah mereka bakalan balik lagi dan nyariin komentarnya? Hahaha.
DeleteIya, ngerasa semangat lagi buat nulis kalau ada yang komentar. Tandanya masih ada yang mau baca dan suka.
Ada juga yang komentar salam kenal. Besoknya salam kenal lagi. Butuh berapa kali salam kenal, sih? XD
Nah, pas banget aku juga lagi pengen bahas ini, hehehe. Aku sendiri sih jarang ngomen. Biasanya komen kalau memang suka sama tulisannya aja. Soalnya itu dia, aku "malas" kalau lihat komen fake, yang intinya cuma pengen dikunjungin balik, padahal jelas banget si komentator gak baca tulisan aku :'D
ReplyDeleteKalau aku bilang aku gak butuh komen, ntar dibilang sombong. Padahal ya itu dia kaya yang kamu bilang ;)
Berarti sekarang lagi suka sama tulisannya, Mbak? Oke, saya kepedean. Haha. :D
DeleteHm, begitulah penilaian orang yang asal menilai. Dicap sombong padahal niatnya bukan itu, kan. :')
Udah berkali-kali mampir, tapi tetep suka ama tulisannya.
ReplyDelete#BiarSayaJadiContohBurukOrangYangBerkomentarEhDuluUdahPernahDicapGituSih
Kamu Hawadis Maulana, ya?
Deletekomentar: baru pertama mampir ke blog lo setelah sekian lama,baca post yang paling atas dari G+, belum baca post lainnya, dan "eh kok kata gantinya jadi 'saya'? nga tau post ini doang apa post yang lain juga, kan ku nga baca wqqwq
ReplyDeleteini post intinya dikit tapi bisa jadi tulisan panjang yha.
*saya memilih komentar seperti di atas agar supaya wqwq
Iya, saya baru-baru ini mulai mengubah kata ganti jadi "saya", Tom. :D Yah, namanya menulis suka mengalir gitu saja. Jadilah sepanjang ini~
DeleteDulu aku selalu menyempatkan buat ngunjungin balik orang yang sudah ninggalin komentar. Sekarangjuga gitu. Tapi bedanya kadang gak ninggalin komentar balik. Aku berkomentar kalo lagi pengen aja sih.. Kadang malah aku ngomentarin hal yang gak penting banget, seperti ngomentarin bumbu ceritanya ketimbang cerita utamanya.. Yah begitulah.. Eh, kok kesimpulannya jadi mirip kayak kamu waktu ngomentarin ulasannya film Icha yang belum pernah di tonton yak.. 😅😅
ReplyDeleteKarena kadang bumbu ceritanya lebih enak buat dikomentarin daripada cerita utamanya. Ya, kalau sama juga nggak apa-apa, Rum. XD
DeleteGue jarang buka blog, paling kalo lagi pengin aja. Bloger yang masih rutin gue kunjungi kalo nggak Yoga ya, Keriba-Keribo, karena gue suka tulisannya, paling nggak gue ikut komentar lah walaupun dikit. Tapi, dari dua orang yang sering gue ikuti tulisannya ini, tulisan Yoga kayaknya udah mulai geser ya? Dulu awal-awal masih komedi gue enjoy banget bacanya, tapi sekarang tulisan lo, Yog berubah gitu ya, pasti bacaan lo berubah juga ya? haha...
ReplyDeleteMasih belum terbiasa baca gaya tulisan lo yang sekarang-sekarang, Yog. Tapi, nggak apa-apa, gue akan tetap jadi salah satu pembaca setia lo
*komentar dari hati*
Sebelumnya, terima kasih udah memilih blog saya untuk rutin dikunjungi, Mas Arul. :D Iya, akhir-akhir ini saya mengubah gaya tulisan. Apalagi kata ganti itu jadi "saya". Maaf, ya. :) Entah mengapa, saya susah lagi untuk masukin komedi kayak kemarin-kemarin. Kalau saya nggak bisa campurin bumbu humor ke suatu tulisan, saya nggak paksain. Namun, sesekali saya tetep pakai, kok. Tergantung keadaannya aja. Halah. Hm, mungkin lelucon saya ini lebih ke gaya yang satire gitu kali, ya? Cuma, kurang atau malah nggak kena ke pembaca.
DeleteSelera bacaan saya emang berubah banget. Saya hampir nggak pernah baca komedi lagi. :(
Sekali lagi, terima kasih. Kalaupun udah nggak cocok dengan tulisan di blog ini, nggak apa-apa. Tapi, saya jadi terharu karena berusaha jadi salah satu pembaca setia. :')
Nice info gan!
ReplyDeleteMantap!
*Itulah contoh komentar - komentar yang kadang "sering" bikin sedikit emosi pas mbaca. Hahaha
Pandangan orang beda-beda sih ya.? Awal-awal tahu yang namanya blogwalking dulu, saya juga rajin banget ngoment kalimat kalimat sampah kaya diatas biar banyak yang komen balik. Tapi nyatanya juga nggak terlalu berhasil sih, yang tak komen ternyata blogger-blogger 'berkelas' dan kayaknya paling anti sama jenis komentar kaya gitu. Dari kasus itu, saya jadi belajar buat mosting komentar yang lebih bermutu *ya walaupun realitanya nggak bermutu-bermutu banget* haha. Bener-bener baca tulisan para blogger, biar isi komentarnya nyambung dan bener.
Setuju! Saya juga lebih seneng baca tulisan yang punya "rasa". Rasanya pas baca jadi ikutan ngrasain apa yang mereka tulis di blog. Apalagi kalau punya cerita yg sama, berasa punya temen senasib sepenanggungan XD
Artikelnya sungguh bermanfaat~ Padahal bentuk tulisannya puisi, bukan artikel. :(
DeleteEmang bloger berkelas kayak gimana, Mas Wisnu? Yang trafiknya udah rame banget dan bayaran job review-nya gede? Haha. Yoi, tulisan yang punya rasa itu keren. Diri sendiri jadi ikutan ketawa atau sedih kalau ada bagian yang senasib. :)
Dulu setiap bc artikel gak pernh komentar, sekarang sech klo kenal dan artikelnya bermanfaat saja
ReplyDeleteSaya kenal atau tidak kenal, selama ada rasa ingin berkomentar mah saya komentarin. :D
DeleteHmm, aku tipikal yang gak terlalu ambil pusing bakal dikunjungi balik atau nggak sih setelah blogwalking. Dikunjungi syukur, kalo gak dikunjungi ya gpp juga, mungkin lagi pada sibuk hehehe. Dibawa santai aja biar lebih asyik dan gak jadi beban hehehe :)
ReplyDeleteCheers,
Dee - heydeerahma.com
Iya, saya sekarang juga begitu, Dee. Dulu-dulu sempet memusingkannya, eh ribet sendiri.
Delete—Berkomentarlah karena ingin, bukan cuma basa-basi biar dianggap sudah blogwalking.