Saya kerap mendengar pertanyaan dari teman yang bingung ketika melihat saya selalu menggunakan tas kala bepergian. Pertanyaan itu bisa berupa: “Lu mau ke mana deh segala bawa tas?”; “Lu habis dari mana emang, Yog?”; atau bisa juga “Mau minggat lu?”.
Saya memang keseringan menggendong tas ransel, baik itu yang perginya jauh ataupun dekat dari rumah. Alasan saya melakukannya ialah, saya perlu membawa buku saat ke luar rumah. Tentu saja saya kurang nyaman kalau hanya menentengnya ke mana-mana. Saya juga takut jika buku itu akan rusak nantinya, kehujanan misal. Jadi, akan lebih mudah dan aman jika saya menyimpannya di dalam tas.
Bagi saya, membaca buku merupakan satu-satunya cara membunuh waktu dan mengusir bosan paling ampuh. Selagi menanti kereta di stasiun, saya bisa sambil membaca buku. Terus yang paling sering terjadi, yakni menunggu teman di suatu tempat sewaktu janjian bertemu. Saya termasuk orang yang tepat waktu saat janjian, sedangkan teman-teman saya entah mengapa hobi datang telat. Nah sembari menanti teman saya yang terlambat datang, alangkah baiknya saya menghilangkan kejengkelan itu dengan membaca buku.
sumber: Pixabay (lalu diedit sesukanya) |
Sebetulnya, saya bisa saja memainkan permainan di ponsel, tetapi kondisi ponsel saya kurang cocok untuk hal tersebut karena keterbatasan memori. Jika memang cuma ingin membaca, saya juga sebenarnya dapat membaca artikel di blog ataupun e-book. Bahkan, kadang ada beberapa teman yang aneh melihat saya repot-repot membawa buku lalu membacanya alih-alih memainkan ponsel. Ia pun memprotes atau meledek, “Zaman udah canggih juga. Lu, kan, bisa baca di hape.”
Biasanya saya diam saja atau tersenyum untuk merespons kalimat kayak gitu. Namun, saya juga kadang ingin menjawab, “Kenikmatan membaca buku fisik itu sulit tergantikan. Bau kertasnya itu, loh.” Setelah itu, saya akan gantian meledek teman saya dengan mendekati buku yang sedang saya pegang itu ke wajah. Hidung pun mengambil tugasnya untuk menghirup aroma surga tersebut.
Sejujurnya, saya bingung sejak kapan memiliki hobi membaca buku dan bisa-bisanya selalu menaruhnya dalam tas saat bepergian. Seolah-olah diri saya tidak bisa lepas dari yang namanya buku. Kalau mengingat jauh ke masa kecil, perkenalan saya dengan membaca itu bermula dari membeli komik misteri karangan Tatang S. dan Siksa Neraka di pedagang mainan. Entah kenapa saya bisa-bisanya membeli komik itu, padahal membaca saja masih harus mengeja. Namun, hal itu rupanya jadi alat belajar saya dalam membaca.
Tak lama sesudah saya dapat membaca, orang tua saya akhirnya membelikan majalah Bobo dan beberapa buku anak yang saya lupa judulnya. Tapi yang masih menempel di kepala ini, koleksi bacaan saya dulu itu paling banyak berupa komik berukuran kecil hadiah produk susu yang saya minum.
Sumber: http://www.media2give.com/2013/11/buku-cerita-dongeng-dancow-koleksiku.html |
Saya merasa bersyukur sebab sudah bisa membaca lebih cepat dari teman-teman sebaya. Saat teman-teman masih TK di usia 5 tahun, saya dengan nekatnya langsung minta sama orang tua untuk masuk SD. Begitu masuk sekolah, ternyata rasa haus akan bacaan saya pun semakin meningkat. Misalnya ketika guru baru menerangkan pelajaran di halaman 10, di rumah saya suka belajar dan baca-baca sendiri sampai halaman 20 atau lebih. Jadi, tak heran pas SD saya selalu mendapat peringkat 1 atau 2 di kelas.
Sayangnya, memasuki SMP kebiasaan ini berubah. Sejak mengenal PlayStation, lalu online games di warnet, saya mulai kurang suka membaca. Lebih-lebih buku pelajaran. Main games jelas terasa lebih asyik dan menggantikan hobi membaca buku. Sekalinya saya membaca buku, kayaknya jika ada ulangan saja atau diomelin orang tua. Yang berdasarkan kemauan sendiri palingan cuma ketika membaca Lupus dan komik Naruto atau One Piece.
Ya, setidaknya saya masih punya kesukaan dalam membaca, pikir saya kala itu. Baguslah saat SMK saya mengenal buku-buku Raditya Dika. Berkat buku kumpulan ceritanya yang kocak, kebiasaan membaca saya bangkit kembali. Apalagi kala memasuki dunia perkuliahan, masa di mana saya membuat blog dan pengin jadi penulis. Semenjak hari itu, saya selalu teringat kutipan “Penulis yang baik adalah pembaca yang rakus.” Oleh karena itu, saya pun semakin banyak melahap buku-buku hingga sekarang.
Saya jadi bermimpi memiliki perpustakaan pribadi dengan koleksi ribuan buku. Makanya dari sekarang setiap sebulan sekali saya mengusahakan seminimalnya dapat membeli satu buku. Namun, banyak yang bilang kalau membeli buku itu adalah hal yang berbeda dengan membaca buku. Saya langsung sepakat, sebab cukup banyak teman di sekitar saya yang membeli banyak buku, tapi bacanya suka ditunda-tunda. Yah, terasa menyedihkan memang. Sedangkan saya, saking butuhnya akan bacaan (seringnya untuk mengecoh kesepian dan kesedihan) pastilah langsung dengan cepat menamatkannya. Terkadang, saya berharap teman-teman saya yang gemar menunda dalam membaca bukunya itu, lebih baik meminjamkan atau memberikan buku-bukunya kepada saya.
Namun, berharap seperti itu tampaknya percuma. Mending saya main ke toko buku lalu membaca buku yang sampulnya sudah terbuka. Kegiatan seperti itu lumayanlah bisa menghilangkan jenuh ketika sedang bokek. Tapi, sekarang saya sudah jarang banget mampir ke toko buku, kecuali ada diskonan. Saat ini, saya lebih suka membeli buku di toko buku online. Selain harganya yang lebih murah dan sering ada diskon, beli buku secara online lazimnya akan mendapatkan pembatas buku. Mantap, bukan?
Omong-omong, saya kalau membaca buku sesungguhnya bisa di mana pun dan kapan pun. Seperti yang saya tulis pada awal-awal tulisan ini, saya suka membawa buku kala sedang bepergian. Entah mengapa saya sanggup berkonsentrasi saat membaca buku di dalam bus ataupun kereta. Jika keadaan tempatnya terlalu bising, saya bisa menyiasatinya dengan memakai earphone di kuping. Meskipun beberapa orang menganggap kalau mendengarkan musik sambil membaca itu sulit. Seenggaknya buat saya menjadikan musik sebagai teman membaca itu berguna untuk melatih fokus.
Biasanya buku kumpulan cerpen atau puisi yang saya ajak bepergian seperti itu. Kalau untuk baca novel dan buku-buku yang terasa berat dicerna saya butuh tempat khusus yang minim gangguan. Seperti di rumah, perpustakaan, atau kafe yang hening dan kerap dijadikan orang-orang bekerja dengan laptopnya. Berbicara tentang tempat khusus untuk membaca—yang betul-betul memfokuskan diri membaca selama dua jam atau lebih, saya pun memiliki waktu tersendiri untuk hal tersebut.
Pada hari Sabtu atau Minggu, apalagi saat sedang hujan, saya pastilah mengurung diri di kamar dan hanya ingin membaca novel saja. Liburan saya cukup seperti itu dan sudah sangat menyenangkan. Saya tidak perlu piknik ke tempat wisata, sebab buku juga bisa mengajak saya jalan-jalan lewat kisahnya. Terus, sebagaimana orang-orang yang gemar memamerkan foto buku dengan segelas kopi di media sosial, saya sendiri pasti membutuhkan minuman sebagai teman membaca.
Sayangnya, saya kurang suka kopi dan lebih menyukai air putih. Mungkin saya telah jadi korban iklan yang kudu minum air putih supaya lebih fokus. Tapi kalau dipikir-pikir hal itu ada benarnya. Tubuh memang tidak boleh kekurangan cairan. Ya, walaupun air putih itu kelihatan terlalu biasa, sih. Lagian, saya masih bisa mengganti kopi dengan teh atau susu. Lebih asyik lagi kalau sambil ditemani camilan. Jadi sebelum fokus membaca, saya biasanya akan mampir terlebih dahulu ke warung yang jual makanan ringan. Camilan favorit saya adalah yang manis-manis seperti biskuit, wafer, atau astor. Konon, makanan sejenis itu dapat meningkatkan mood. Proses membaca pun jadi semakin nyaman dan lancar.
Setelah membicarakan segala hal tentang buku di atas, kurang lengkap rasanya kalau tidak menambahkan kutipan-kutipan tentang membaca buku sebelum mengakhiri tulisan ini. Maka, akan saya pilih tiga kutipan favorit saya. Tenang saja, kutipan yang saya favoritkan bukanlah kutipan Mohammad Hatta, “Aku rela di penjara asalkan bersama buku, karena dengan buku aku bebas.” Kalimat itu sudah terlalu sering digunakan. Jadi, inilah kutipan kesukaan saya:
“Jika kamu merasa bodoh, bacalah banyak buku. Jika kamu merasa pintar, bacalah lebih banyak buku.” – Anonim
“Jika ingin menghancurkan sebuah bangsa dan peradaban, hancurkan buku-bukunya; maka pastilah bangsa itu akan musnah.” – Milan Kundera
“Kalau kita membaca buku yang sama dengan yang dibaca orang lain, kita cuma bisa berpikir seperti orang lain.” – kata Nagasawa kepada Watanabe (novel Norwegian Wood, Haruki Murakami)
Namun, dari sekian banyak kutipan tentang membaca, saya justru paling suka dengan ayat Alquran yang pertama turun: “Iqra”. Ayat itu merupakan perintah Allah yang
disampaikan kepada Nabi Muhammad melalui Malaikat Jibril untuk membaca.
57 Comments
Itu kenapa Poto orang yg lain kok diblur? G lulus sensor y? Perasaan tuh orang g keluar darah, perasaan tuh orang g nongolin belahannya? Perasaan tuh orang g ngerokok dah?
ReplyDeleteSatu lagi kutipan dari saya
Bacalah buku yg ada tulisannya
Biar fokus ke foto saya yang lagi baca buku, Nik. :p Super sekali tambahannya~
DeleteMas.menurutmu enak baca e book apa buku cetak?
ReplyDeleteDi tulisan, kan, sudah saya jelaskan kalau buku cetak itu tidak tergantikan. :(
DeleteNamun, saya juga nggak menghindari baca e-book, kok. Apalagi buku yang pengin banget saya baca itu sulit dicari.
Wahhh aku juga dari kecil suka banget baca tuh majalah bobo, biasanya ngambil pas ortu baru baru beli, iseng iseng guntingin yang tempat yang unik, haha... jadi setiap diperiksa ortu itu ada aja yang kegunting... menyenangkan sih kalo baca buku itu, kalo kecil kan lebih banyak bermainnya jadi gak tau buku diapain, tapi pas baca baca buku kayak kondisi yang sekarang kek gini seneng seneng aja, buku itu banyak ilmunya :d
ReplyDeleteSaya juga suka guntingin dulu, tapi yang emang khusus di halaman yang memang perlu digunting gitu. Hehe.
DeleteMembaca buku itu bisa memandang dunia lewat kacamata orang lain. :)
Justru kalau bepergian gak bawa tas rasanya itu ada yang kurang. Meskipun cuma belanja ke pasar saya juga bawa tas ransel, biar pas pulang gak ribet bawa belanjaan karena sudah dimasukkan ke ransel.
ReplyDeleteYap, itu bisa mengurangi sampah plastik juga, Mbak.
Deleteada beberapa hal yang sama di antara kita nih, Bang.
ReplyDeleteyang pertama suka pake tas ransel kemana pun, meski isinya nggak cuma buku, tapi laptop. aku merasa harus bawa laptop kemana pun pergi karena dituntut kerjaan. jadi kalau ada masalah tinggal buka laptop.
yang kedua, aku juga tumbuh besar dengan koleksi komik dancow.
berikutnya kesamaan lain kita adalah aku juga masih menyukai cara tradisional dengan membaca buku langsung dibanding melalui ebook atau aplikasi lainnya.
Sayangnya, laptop saya sudah banyak kendala. Jadi cuma bisa dipakai di rumah aja. :')
DeleteKomik itu betul-betul menemani masa kecil dan masih menempel, ya~ Hehehe. Dulu anjing sebenarnya bertanduk, sedangkan kambing ekornya panjang. Tanduk itu dipinjamkan ke kambing, tapi nggak dikembalikan. Akhirnya anjing marah dan menarik ekor kambing hingga putus dan tersisa sedikit saja. Maka, beginilah keadaan kedua hewan itu. Dongeng itu entah mengapa masih lucu buat saya. :D
Kalau lebih senang baca buku fisik, saya pikir banyak yang begini. :)
Sepertinya sama nih
ReplyDeleteAwal tertarik membaca tersalurkan dengan majalah bobo
Setelah itu sempat terhenti karena ps juga.
Tapi bedanya aku ga serajin abang hahaha, baru beberapa tahun mulai tertarik membeli buku buku seperti novel, kumcer atau buku lain
PS sebetulnya nggak salah untuk menghilangkan jenuh atau buat hiburan, tapi kalo kecanduan, ya begitulah~
DeleteNggak apa, Riz. Nanti juga bisa rajin. Lagian, saya belum serajin itu, sih. Banyak banget orang yang lebih gila baca buku. :)
buku katanya jendela dunia, ada keasyikan tersendiri saat baca buku.
ReplyDeleteakhir2 ini orang juga sudah meningkat budya membacanya, khususnya baca pesa WA, FB dan sejenis :)
Asalkan di WA atau FB itu bacanya sebuah diskusi di grup dan status yang baik-baik, sehingga bermanfaat buat yang baca. Bukan hoaks atau tulisan menebar kebencian. :)
Deletestyle di foto jadi nampak kamu, bukuholic banget.. :D
ReplyDeleteSaya juga kaget ada yang sempet-sempetnya motret. Haha.
DeleteKalo aku juga sering bawa-bawa tas kemanapun, tapi gak sering bawa buku karena takut rusak dan sebagainya, aku lebih sering bawa note dan bolpoin, siapa tau ada kejadian apa gitu, biar bisa aku catet.
ReplyDeleteWAAAA! Norwegian Wood, pas semalama, aku selese baca buku itu dan suka banget sama deskripsinya.
Kalau bloknot dan pulpen atau alat tulis saya juga suka bawa. Ehe. Tapi seringnya catet ide-ide semacam itu di ponsel. :D
DeleteWih, udah kelar. Terus, kena pengaruh sedih atau depresi setelah kelar baca nggak, Rul?
Ngomong2 soal telat dateng, gue pernah tuh pas ke Tangerang naek kereta, lama bener, sampe temen nungguin hampir dua jam di sana. Heuheu.. mon maaf-maaf aja rasanya ya.. :D
ReplyDeleteTATANG S. Haha.. komik siksa neraka, ads juga Petruk yg Gareng kalo ketemu cewek cantik ujung2nya si cewek berubah jadi genderuwo. Beuh fenomenal banget emang itu komik.
Kalau soal baca buku, gue juga sekarang lagi seneng2nya baca, udah kehabisan buku bacaan malah, dan kebetulan sekarang lagi tinggal di pedesaan, otomatis ke Gramedia-pun jauh. Ya untungnya saja bisa nitip ke temen yg baru balik daei kota. :D
Oh, yang akhirnya jadi cerpen? Santai aja, saya bawa buku waktu itu jadi tidak terlalu terasa saat menunggu. Wqwq.
DeleteTerus ada episode yang Petruk jadi satria baja hitam buat ngelawan setannya. XD Pesen online dong, Yan. Lebih murah biasanya dan suka ada diskon.
Selain bau kertasnya, tidak bikin sepet mata karena kontras layar, dengan buku gue terlihat tidak miskin-miskin amat karena bisa beli buku, mudah-mudahan orang mikirnya gitu :D
ReplyDeleteYoi, mata tidak mudah letih. Dan, dengan buku kamu memang bisa menjadi kaya. Kaya akan wawasan. :D
DeleteSaya malah masa kecil gak ngenal playstation mas Yoga, makanya sampe sekarang gak tau maen PS.
ReplyDeletestelah punya laptop sendiri baru main game2 gitu,
saya jadi Kutu buku sejak di sekolah dasar, waktu itu memang gak begitu punya banyak temen jadi y di ajak guru ke perpus untuk baca dan pinjem buku. Dari sana saya ketagihan dengan baca. Akhirnya melihat itu orang tua saya suka beliin saya buku majalah bobo, setelah SMP makin jadi tuh, bukan cuma buku akhirnya menjalar k komik.
sampe lupa waktu, tiduran baca buku, d skolah istirahat nongkrong di perpus akhirnya itu mata saya Minus krna baca sambil tiduran.
Bahkan sampe sekarang saya maniak buku, sama kayak mas Yoga kemana2 saya bawa buku.
Baru minggu kemarin saya k Jakarta mau ketemu salah satu blogger Harusnya turun di maggarai eh kelewatan 2 stasiun krna asyik baca buku di kereta.
Kalo baca di E-Book di Hp itu kurang enak rasanya, di Laptopun bgitu gak tau kenapa.
padahal skrang sdh praktis, buku beli d playstore banyak tapi rasanya asing. selain gak bisa di koleksi secara fisik.
Hayoo saya curhat di kolom komentar..sudah ah
Padahal PlayStation saat sudah usia segini bisa jadi kenangan. Haha. :))
DeleteBaca buku di kereta komuter yang penting bisa tetap pasang telinga, Mas. Kalau terlalu larut ke dalam cerita mah pasti bisa lupa turun. Wqwq.
Iya, kurang enak. Tapi kalau lagi nggak ada bacaan, saya tetap baca e-book yang belum pernah saya baca. Ya, walaupun mata bakalan lebih cepat lelah. Apalagi kalo e-book-nya gratis. Wahaha.
Aku juga kalau bepergian suka bawa tas, soalnya kalau gak bawa tas gak enak serasa aa yang kurang.. hhehe
ReplyDeleteMemang aa kurang apa, Kak? Yak, betul. Kurang huruf "D".
DeleteSaya juga seorang makhluk yang selalu bepergian dengan tas yang selalu menempel diatas punggung. Tapi memang bukan buku sih isinya. Lebih ke smartphone, dompet, kalau ngga buat tempat recehan. Bahkan kadang tas 'kosong-an' pun tetep saya tenteng kemana-mana. Berasa aneh aja kalau pergi ngga gendong apa-apa di badan XD. Sempet di komen sama temen juga dulu pas jaman kuliah, katanya "mbok ya sekali-kali tasmu itu ditinggal kenapa. orang cuma pergi makan kesamping situ".
ReplyDeleteKalau masalah membaca buku, saya juga lebih seneng baca di buku versi cetak. Selain karena aroma khas dari kertas buku, mata kita juga nggak gampang capek. Beda banget kalau dibandingin baca di laptop / gadget. Kadang kalau saya baru baca beberapa paragraf ebook lewat laptop, hawanya pengen buru-buru 'ngaso'. Dan akhirnya nggak kebaca sampai selesai.
Berasa telanjang kalo kagak bawa tas? :p
DeleteSebetulnya tergantung juga, sih. Kalau keadaannya lagi kagak ada buku bacaan baru, saya tetap kuat-kuatin baca e-book. Pernah namatin novel 4 hari yang saya baca di gadget. :)
"Saya datnag tepat waktu teman2 saya nggak."
ReplyDelete"Teman2 saya beli buku doang saya nggak."
SUNGGUH POSTINGAN PENUH KESOMBONGAN! Hahahah *piss
Saya nggak berniat sombong, kok. Hanya membicarakan fakta yang ada. Memang beberapa pada sering ngaret. :(
Deleteaku dulu juga koleksi cerita dancow itu
ReplyDeletetapi iya sebel klo dapetnya cerita sama
ada satu cerita yang susah banget dapetinnya
semacam huruf N di permen karet Yosan
klo nunggu temen juga suka baca2 aja
sayang sejak kerja kemampuan membaca menurun
lebih tepatnya sih udah apek haha
Kalo saya dulu kok jarang dapet cerita yang sama, ya? Tukeran sama temen aja, Mas. Ehehe.
DeleteTerlalu sibuk sama bacaan yang lain, ya, kalau jadi guru? Baca tugas anak-anak murid misal.
ASLI! Komik misteri Tatang S itu kek nya legend banget deh. Gue aja pernah beli tuh. HAHAHA
ReplyDeleteBener kata lo sih, kenikmatan hqq beli buku itu pas lo ngerobek plastik dan mulai membuka buku. Aromanya bikin kangen! :D
Ya, kalau orang-orang yang umurnya nggak jauh sama saya pasti banyak yang pernah beli dan baca, Rif. Kalau sekarang komik itu masih ada nggak kira-kira?
DeleteKalo saya sih nggak bakal bisa fokus baca buku di dalam kendaraan gitu.
ReplyDeleteSoalnya matanya bakal jelalatan buat ngebacain tulisan dan plang di sepanjang jalan. :D
Sebetulnya, saya bisa mual juga baca buku di kendaraan. Terutama bus. Tapi ya, tergantung kondisi saat itulah. Ehe. Kalo pagi atau siang, kan masih enak buat ngelihat pemandangan. Kalo malem, ya nggak kelihatan.
DeleteBedanya, mas nya selalu bawa-bawa buku to everywhere, lah saya selalu bawa-bawa laptop kemanapun dan kapanpun. Gatau kenapa, yang jelas alasannya kurang lebih seperti mas nya. Karena saya lebih demen baca artikel dan novel di hp, jadinya yang saya bawa-bawa ya laptop. hihi
ReplyDeleteYap, itu tergantung individunya lebih nyaman lewat perangkat apa. Hehehe.
Deletetempat favorit gue baca buku sampe sekarang ya tetep d kamar mandi. enggak tau juga kenapa bisa gitu.
ReplyDeletesetuju sama lu, Yog. buku fisik itu lebih enak ketimbang ebook gitu. kenikmatannya belom bisa tergantikan. dan kadang, pusing juga sih gue kalo kelamaan harus menatap layar buat baca gitu. udah gitu enggak ada yg bisa d lipet atau d coret-coret lagi. kurang asik.
asoy gitu lu, kembalinya ke "Iqra" yak. hahahaha
Biar pas buang air kagak bosen, kan? Saya juga kadang gitu, Zi. :) Karena saya nggak coret atau lipat buku, jadi nggak bisa nempelin sticky notes. Muahaha.
DeleteDari semua anjuran membaca yang keren-keren dari berbagai penulis, "Iqra" itulah yang wahyu dari Allah, Zi~ Hoho.
Yah, membaca memang bisa seasyik itu. :) Iya, sekarang juga saya sedang berusaha mengurangi. Ponsel dipakai kalau betul-betul penting saja untuk komunikasi.
ReplyDeleteMantaplah, persiapan untuk mencatat juga tersedia di dalam tas.
Ada aplikasi legalnya, May. Coba aja unduh iJak. Sistemnya seperti minjem buku di perpustakaan. Woo, maunya pakai parfum aroma buku. Biar bisa diciumin orang-orang yang suka buku fisik, ya? :))
ReplyDeleteBukan, Robby kagak ikut tur itu. Rani apalagi. Hadeh. Saya agak lupa siapa yang motret. Tapi kalo nggak salah, si pemilik blog Diary Bandung.
Kelahiran tahun berapa, Mas? Soalnya bacaannya waktu kecil sama. Majalah bobo dan dongeng Dancow itu :D
ReplyDeleteSalut sih masih konsisten untuk baca dan bawa buku kemana-mana. Dulu saya juga gitu, tapi semenjak ada smartphone lama-lama kebiasaan itu punah. Setidaknya sekarang menargetkan satu bulan minimal baca satu buku.
Saya 95, Mbak. Mungkin saya lebih muda, ya? Yang penting kebiasaan membaca buku masih bisa bertahan. Ehehe.
DeleteLove this kind of statement
ReplyDelete“Kenikmatan membaca buku fisik itu sulit tergantikan. Bau kertasnya itu, loh.”
Baunya memang sedap-sedap gimana gitu~ Hoho.
DeleteHahah. Tos dulu, aku juga masuk TK saat umur 5 tahun.. Hhh
ReplyDeleteKu juga suka baca buku ketika nunggu kereta datang atau di rumah sakit, kadang kl lagi chek up antrinya lama ku gunakan baca buku. Meski yg ku baca buku2 ringan, tp nggak bisa baca buku di dalam mobil, pusing bgt soalnya. Hhh
Tos~ Saya, sih, tergantung keadaannya. Kalau lagi di jalan yang berkelok-kelok, banyak lubang, terus akhirnya mual jelas nggak akan bisa baca. :(
Deletebaca baca emang seru banget, di kost itu sampe penuh dengan buku kamar... nambah wawasan juga, dan gak lugu
ReplyDelete((nggak lugu)) Hahaha.
DeleteKangen apaan wey? Kangen baca cerita perjalanan saya sama dia gitu?
ReplyDeleteSetuju bngat, buku cetak memang tak tergantikan. Meski memang lebih praktis e book
ReplyDeleteKarena yang praktis tidak melulu baik, kan?
DeleteAku pernah bilang ama suami, kalo aku harus ditinggal di suatu tempat sambil nungguin kamu, mending tinggalin aku di toko buku. :D. Masuk ke toko buku itu udh suatu kesenangan banget buatku. Dari luar aja wangi kertas dan buku baru udh kecium , dan itu khas! Ga ada yg bisa gantiin wangi kertas di toko buku.. Even di toko buku bekas, walo baunya lebih apek, tp ttp itu wangi buku :) .
ReplyDeletePernah juga aku bilang ke smua mantanku :p, kalo mau ngasih aku kado, please ksh buku aja. Krn cuma ini 1-1 nya kado yg aku ga bakal buang kalo suatu saat putus :p. Tp dari semuanya, cm 1 yg ngikutin apa yg aku bilang :) . Dan sayangnya bukan pak suami hahahahaha... Sampe skr, buku yg dia ksh msh aku simpen. Buku lanjutan dari Gone with the wind, Scarlett , edisi hard cover. Itu berharga bgt buatku.
Dulu awal aku suka ama buku, berkat papa yg nunjukin dr aku bayi buku2 bergambar. Makin besar, umur 3 thn aku diajarin baca, dan begitu bisa, semua buku2 yg dibeli papa dulu lgs aku lahap. Buku2 edisi bhs inggris peter and jane, yg papa dapetin kalo sedang dinas ke luar. Bukunya menarik banget dan dijamin, semua anak2 , even yg blm bisa baca jd tertarik utk baca isinya. Dan aku msh inget loh novel pertama yg aku baca setelah bisa baca :p. Lima sekawan yg karangan penulis perancis claude voilier, harta karun rockwell bukunya. :D. Dari situ, aku mulai ngelahap buku2 yg lbh tebel. Makin tebel halamnnya, aku bakal makin suka.
Ibaratnya Yog, kalo ayam, yg paling enak kan kulitnya, dimakan selalu trakhir. Nah kalo buku, yg paling tebel bakal aku baca belakangan hahahaha .
Wah, komentarmu bisa jadi satu artikel sendiri tentang buku nih. Tinggal tambahin beberapa paragraf. Haha. :D
DeleteYap, wangi buku memiliki daya magis. :) Permintaan yang keren. Ehe. :D Saya setiap ulang tahun entah mengapa malah seringnya dikasih jam tangan. Padahal berharap ada yang memberikan buku gitu. Nggak usah muluk-muluk dan mahal-mahal, kan. Haha.
Saya belum pernah denger nama penulisnya, Mbak. Beda referensi zaman kita kecil. Saya cuma Bobo, komik Dancow itu, dan beberapa ensiklopedia. Terus anehnya malah beli sendiri komik Tatang S. Wqwq.
Saya malah baca buku tebel duluan terus. Karena saya anggap macam pekerjaan gitu, sih. Pekerjaan beratnya pengin cepat-cepat selesai. Baru nanti pekerjaan ringannya. Ehe.
Halo Yog.
ReplyDeleteBener tuh, rasanya kayak ada yang kurang ya kalo ga bawa bahan bacaan pas pergi keluar rumah. Dulu gue masih bela-belain bawa buku, kadang milih yang agak tipisan biar muat di tas, tapi karena kadang malah ga kebaca, alhamdulillah sekarang kebantu banget ama e-book, jadi bisa baca lewat hape. Apalagi kalo pas nunggu, mau itu nunggu orang atau nunggu antrean... udah paling pas deh dipake buat baca, meski cuma dapet beberapa halaman aja, hehe. Eh, gue malah belom pernah coba baca di keramaian pake headset. Gue emang jarang dengerin musik pas baca, tapi mungkin kalo di keramaian, musik yang tenang bisa ngebantu fokus ya. Patut dicoba nih.
Gue juga dulu pas masa kecil tertarik ama bacaan lewat majalah Bobo, kadang minjem temen buat baca. Selebihnya, lewat perpustakaan sekolah. Dan samaan ama lo, gue juga kepengen punya perpustakaan pribadi dengan koleksi yang banyak, meski entah gimana cara baca semua bukunya, haha. Intinya, berasa bahagia aja kalo dikelilingin buku. Juara tetep buku fisik emang, karena... ya ngga tergantikan aja lah sensasi bacanya. Dan punya buku fisik itu lebih berkenang, karena ada hal-hal tertentu yang membuatnya penuh cerita :D
"Banyak yang bilang kalau membeli buku itu adalah hal yang berbeda dengan membaca buku" --> bener banget. Dan gue termasuk tipe penimbun buku, beli doang kagak dibaca :p yah, sedikit demi sedikit sekarang lagi dicoba program namatin buku koleksi sendiri. Kalo ga dipaksa baca, bakalan teronggok gitu aja. Semoga ke depannya bisa dibaca semua.
“Kalau kita membaca buku yang sama dengan yang dibaca orang lain, kita cuma bisa berpikir seperti orang lain.” --> Ah, kutipan yang luar biasa! Terkadang kita emang mesti nantang diri sendiri untuk nyoba genre bacaan yang belom pernah dibaca, setidaknya dapet wawasan tambahan dan ngeliat dunia "lain" selain genre yang biasa dibaca. Kalo ga suka, bisa ganti genre. Kalo ternyata suka, malah jadi nambah bahan bacaan favorit.
Keren. Gue suka di artikel ini, Yog :)
Hai, Bay! :)
DeleteIya, berkat adanya e-book kita jadi bisa lebih praktis. Sialnya, saya masih aja bawa-bawa satu buku fisik kalau bepergian. Hahaha. Cobain dong, Bay, ada sensasi asyik gitu meredam kebisingan dengan musik dan baca buku. :D
Kalau saya coba banget menerapkan untuk nggak beli dulu, sebelum bisa menamatkan minimal 2-3 buku yang terakhir dibeli. Pokoknya jangan beli dulu sebelum bisa namatin yang belum dibaca itu. Mau nggak mau kan saya jadi ngelarin buku di rak yang numpuk belum kebaca tuh. Haha.
Iya, Bay. Coba baca buku lainnya itu nggak ada salahnya. Kayak saya yang dulu maunya baca buku komedi terus. Tulisan pun gitu-gitu aja. Sejak baca buku genre lain, tulisan pun perlahan membaik. :)
—Berkomentarlah karena ingin, bukan cuma basa-basi biar dianggap sudah blogwalking.