Kata Albert Camus, “Aku memberontak, maka aku ada.”; sedangkan kata Jean Paul Sartre, “Aku berpikir, maka aku ada.” Kalau kata pemilik blog ini, “Aku dikomentari oleh Yose Suparto, maka aku ada.”
https://pixabay.com/id/tinju-kekuatan-kemarahan-air-mata-1148029/ |
--
Ada satu hal yang sebenarnya paling saya benci dari media sosial: FanPage. Suatu hari, ada seorang kawan yang bertanya kepada saya, apakah saya sudah memiliki akun FanPage di Facebook? Karena saya menjawab belum punya, setelah itu dia menyuruh saya untuk bikin. Katanya, kalau buat promosi tulisan blog di FanPage Facebook itu lumayan banget. Penting juga halaman itu buat memasarkan diri kita.
Saya mungkin bisa sepakat dengan pernyataannya itu. Masalahnya, saya bahkan sudah sangat jarang membuka media sosial tersebut. Mungkin dia juga enggak tahu kalau saya sebetulnya kesal sama konsep idola atau menjadi terkenal itu. Ya, entah mengapa FanPage sepertinya ialah hal yang aneh bagi saya. Persoalannya tentu bukan pada FanPage-nya itu, melainkan saya ini siapa? Ngapain saya bikin begituan segala? Saya cuma orang yang kebetulan gemar menulis di blog. Apalagi tiga tahun belakangan ini emang udah telanjur kecanduan menulis. Lalu, saya sudah kelewat bingung apakah masih punya bakat di bidang lain. Sehingga, saya pun merasa hanya blog satu-satunya wadah yang cocok buat diri saya.
Saya bisa berbagi pemikiran yang sok tahu ini melalui tulisan. Dengan sebuah tulisan, saya cukup berada di belakang layar. Tidak perlu memperlihatkan wajah saya berbicara panjang-lebar di depan kamera sebagaimana orang-orang yang bikin vlog. Intinya, saya memang enggak pengin orang lain melihat wujud saya ini. Biarlah yang mereka lihat tulisan saya saja. Jika suka, ya bilang suka karena tulisan itu bagus. Kalau enggak, ya bilang pula karena tulisan itu jelek. Jangan suka atau tidak suka karena bentuk fisik orangnya. Syukurlah sejauh ini belum ada yang komentar, “Ah, pantesan blog ini rame. Ternyata penulisnya jual tampang.”
Sebelum kamu protes, tenang saja, saya sudah sadar diri menuliskan masih kurang ganteng di kolom “About Me”. Kemudian, berbicara soal idola ini, saya pun tentunya masih mengidolakan beberapa tokoh yang keren. Hmm, tapi saya suka sebatas itu aja. Suka sama karyanya. Enggak pengin fanatik. Tidak terlalu ingin mengenal personalnya lebih dekat. Nanti takut penilaiannya jadi berubah gimana-gimana.
Namun, kalau ternyata tampang pekarya itu cakep memang bisa jadi nilai tambah, sih. Halah telek! Jadi kontradiksi kan sama paragraf sebelumnya. Tapi, hal begitu bisa jadi tambahan saat menilai, kan? Seperti yang biasa saya alami. Misalnya, saya senang mendengarkan lagu di SoundCloud. Di sana saya bisa sebatas mendengarkan musiknya, tanpa melihat rupa para personelnya. Ketika merasa lagunya banyak yang asyik, kemudian rasa iseng dan penasaran saya pasti terbit. Lalu saya memutuskan membuka Youtube untuk mencari tahu yang mana, sih, orang-orangnya. Kalau ternyata ada yang cantik—terutama penyanyinya, itu akan jadi bonus buat saya.
O iya, mari kembali lagi ke persoalan akun FanPage itu sebelum tulisan ini melebar jauh. Mungkin FanPage itu awalnya memang dibuat untuk para pekarya untuk para penggemarnya. Tapi, saya akan amat gembira jika menemukan ada beberapa pemilik akun FanPage itu yang masih menganggap orang-orang yang menyukai halaman mereka adalah para penikmat karyanya. Mereka adalah teman. Bukan malah diperlakukan sebagai fans dalam kesan buruk, lebih-lebih ke arah: “Ayo, kalian semua sembah gue!”
Nah, kalau mereka adalah teman atau orang yang kebetulan suka baca tulisan-tulisan di blog saya. Prinsip saya sampai sekarang ini ialah untuk tidak membuat akun semacam itu. Menjadi terkenal sungguh enggak cocok bagi diri saya. Apalagi di luar sana banyak manusia star syndrome, terutama seleb-seleb ampas di Instagram. Mereka menganggap dirinya begitu penting bagi khalayak. Membagikan segala hal personal ke media. Rajin InstaStory dan Live. Jalan-jalan ke mal sama pacar aja pamer, ya Allah. Hadeh. Rasanya langsung pengin teriak, “Lu siapa, bangsat? Jangan sok iye!”
Syukurlah, dunia blog tidak separah itu. Ya, meskipun ada juga beberapa bloger yang songong—atau jangan-jangan saya pun termasuk ke bagian itu? Ah, masa bodoh jugalah saya ini bloger yang termasuk dalam kategori itu atau bukan. Saya hanya ingin menumpahkan keresahan, sebab telah muak atas hal-hal yang terjadi di sekitar. Jangan jadi orang yang bungkam melulu, Yog. Sekali-sekali beranilah mengutarakan pendapat.
Terlepas dari yang barusan dan balik ke topik (duh, emang tulisan ini punya topik?), menurut saya untuk berinteraksi sama pembaca, kan, bisa di kolom komentar. Untuk yang lebih santai, pembaca pun dapat menyapa dan mengajak ngobrol di Twitter. Atau surat-suratan via email juga masih seru. Jadi, enggak usahlah saya sampai bikin FanPage begitu.
Astagfirullah, dari tadi saya mengetik apa sih ini? Serampangan banget. Ya udah, pokoknya saya cuma pengin mengingatkan kamu jangan jadi orang yang sok terkenal, Yog. Kalau orang di sekitarmu ada yang kayak gitu, senyumin aja. Mungkin tujuan dia berkarya emang mencari popularitas. Mereka sebetulnya enggak salah juga. Standar setiap orang tentu berbeda. Tapi yang jelas, itu bukan standarmu. Oke, Yog?
--
Gagasan dan draf awal tulisan ini sudah tercipta dari 2017. Kini, saya baru berani merevisi dan menampilkannya di blog.
37 Comments
Hebat euy draft tahun lalu masih disimpan aja dan akhirnya dipublish.
ReplyDeleteFanpage? Buat apa ya? Masih belum kepikiran memberdayakan Facebook untuk sharing update postingan blog
Menabung tulisan ada gunanya juga ketika lagi malas, Din. Tapi kadang rasa dalam tulisan itu sering hilang. Waktu bagus buat mengeditnya pas lagi resah akan hal yang sama. Wqwq.
DeleteSerampangan karena nulisnya sambil melamun ya maas, hehe. Aku sih melesetinnya "Aku melamun, aku ada, hehe. Setidaknya melamun juga kan perlu mikir :D
ReplyDeleteOrang yang sembunyi atau bermain di belakang layar kan orang hebbat mas
Enggak melamun juga, Mas. Sambil melamun mana bisa nulis? :( Itu ditulis oleh narator yang marah. Orang emosi, kan, sering asal jeplak. Terus serampangan deh. Draf awal sewaktu 2017 bahkan belum sehalus ini. Wqwq.
DeleteElaaah typo beut gue yak, oke tulis ulang lg dah
ReplyDeletePaling males klo udahlah disuruh ngelike fp temen trus dianggap kitanya cumak sesefans dia, interaksi di blog aja (saling berkunjung) ga pernah, cuma dimanfaatkan sbg bala2 follower. aku si ogah.
makanya aku jarang bgt like fp blogger hahahaaa
Aku jg sama..
ngeblog ya karena suka nulis, pingin dikenal karena tulisan di blog, bukan status di medsos like fb, instagram r lainnya...bukan beramah tamah di sana. Aku lebih suka interaksinya ya di blog
ngeshare di sosmed tu muales klo cm dilike or dikomen di link fbnya, mbok yao komen di blognya aku lebih seneng, makanya aku klo di medsos lain aras arasen alias bahasa jawane ga seantusias klo nanggepin di blog.
Komentar sebelumnya--yang banyak salah ketik--mau dihapus atau gimana, Mbak? :p
DeleteSaya juga kayaknya kagak pernah menyukai FP bloger. XD Waduh, Mbak Nita anak blog banget berarti. Saya sih membebaskan pembaca mau komentar di mana aja. Bahkan, ada yang sampai japri nanya maksud tulisan itu. Hahaha.
Namun, kalau tulisan saya enggak dikomentari pun santai. Blog di wordpress sering sekali nol komentar. Ehe. Tapi komentar di blog itu emang beda, sih. Ketika ada orang yang komentar di blog, entah mengapa muncul kesenangan khusus. :)
Yg byk typo apus aja gpp yog hahaaa, biar ga menuh menuhin
DeleteGa tau gw klo sesama blogger sukanya mang interaksi di blog, klo diadd blogger di fb, instegreim misal pas gw promo blog, pinginnya si tetep nampangnya di blog, bukan di media selain itu hahaaa, maksudnya klo di selain blog kliatan basa basinya
Andai dia mau komen opsinya enakeun mn, maksud gw ya di blog jwbnnya, bukan di link promonya..
Tp klopun ga dikomen jg gw ga masalah sih sebenernya, blog gw yg lain bahkan ga gw woro woroin, cm ngandelin pembaca random yg beneran butuh infonya dari apa yg gw tulis...jd gw ga capek hahaha
Pertanyaannya adalah: emang ada ya blogger yang bikin fanspage sampai ngerasa sok ngartis gitu? Gue belum nemu sih. Tapi kalau emang ada, emang parah sih. Huhu.
ReplyDeleteSoal pamer, menurut gue pribadi ada garis tipis antara pamer nyombong dan pamer bangga. Maksudnya kayak ketika lo bisa beli motor pake duit sendiri dan lo share itu ke publik, menurut gue itu sah-sah aja sih. Agak susah bedain yang pamer nyombong sama pamer karena mau bangga.
Kalau yang Insapgan, alhamdulillah gue tipe orang yang suka upload IG Story tapi jarang nonton IG Story orang lain. Bukan egois, emang miskin kuota aja. HAHAHA. Insapgan jahat cuy (terutama video), makanya gue selalu menghindari yang lagi Live. Huhuhu
Mungkin saja ada.
DeletePada dasarnya, setiap orang pasti pengin pamer, kok. Tergantung caranya aja. Bisa keren atau malah jadi norak. Saya pun sering pamer setiap kali habis baca buku atau nonton film bagus gitu. Karena kalau mau pamer harta, tentu belum bisa. Wqwq.
Saya jarang banget nonton juga dari dulu, tapi sering baca keresahan banyak orang yang enek sama seleb Instagram--apalagi zaman Awkarin sempet dibilang relationship goals itu. Saya coba cari tahu beberapa. Kemudian, hal itu sudah cukup menyimpulkan bagaimana pamernya para seleb itu. Wahaha.
Kalau saya, main FB paling cuma buat share tulisan lomba blog (yang kadang memang salah satu syarat utamanya suruh share ke sosmed, salah satunya ya FB itu?. Selain itu, udah jarang banget buka. Lebih sering ke IG sama sesekali liat timeline Twitter, sih.
ReplyDeleteFanpage? Dulu pernah kepikiran buat bikin. Tapi setelah itu kurang lebih punya pemikiran yang hampir sama dengan kamu, Yog. Saya ini siapa? Terus kan, tulisan saya kebanyakan juga tulisan curhatan receh-receh gitu. Misal di share ke Fanpage (yang mana sebagian besar likersnya sepertinya ya cuma temen-temen fb kita sendiri), malu juga. Hahaha.
Kayaknya saya buka Facebook juga karena itu deh, Wis. Atau mau login Goodreads dan main suatu game yang kudu konek FB. :(
DeleteSaya mikirnya bukan soal malu, tapi sadar diri duluan karena promosi lewat akun biasa aja jarang yang ngeklik. :)
"Kalo listrik mati, aku seperti gak ada." - Faktor Kulit.
ReplyDeleteKalo fanspage facebook, saya punya dong tapi buat akun jualan hehe. Dulu pas smk bikin juga fp, itu pun buat jadi akun meme sekolah.
Secara facebook pada hari ini isinya kebanyakan emak-emak, fp itu penting buat jualan online bang, apalagi kalo pasang iklan di fb hasilnya manjur, kalo dibandingin twitter dan instagram.
Kalo buat fp yang personal, orang juga ngeliat ini siapa sih? Tokoh publik bukan, tukang bikin hoax bukan, udah gitu isi kontennya gak menarik. Gak ngeliatin belahan. Ngapain diikuti. Jadi kalo mau bikin fp personal harus terkenal dulu, minimal punya pengikut garis garis.
Tau ya, harga kuota mahal kecepatan akses gak cepet. Bingung juga sama ISP di Indonesia -_-
Karna circle saya kebanyakan maen instagram, saya pun lebih seneng buka instagram sih, tapi terkadang explorenya jadi toxic, ya gitulah intinya #apaansi
Efektif ya jualan di sana? Saya belum pernah mencobanya. Pasang iklan begitu juga masih bingung. Apa yang mau diiklanin? Ehehe.
Delete((belahan))
Garis keras apa lembek nih pengikutnya, Sep?
"Aku membaper, maka aku ada." Icha, tukang baperin film
ReplyDeleteDulu pas tahun 2016-2017 kayaknya rame deh pada bikin fanspage di Facebook ya nggak sih, Yogs? Bahkan bikin grup di whatsapp atau di Line hehehe. Eh tapi yang aku tau cuma segelintir sih hehehe. Pikiranku pun sama kayak kamu, aneh aja gitu kalau bikin fanspage gitu. Tapi ya hak orang masing-masing sih, mungkin pembuatan fanspage kayak gitu memudahkan dia buat share tulisan-tulisan terbarunya, nggak cukup dibagikan di medsos pribadinya hehe.
Lupa saya, Cha. Mungkin waktu itu ramai karena biar bisa konek ke IG Business kali, ya? Ingetnya justru 2015 itu banyak bloger personal yang bikin. :(
DeleteMungkin akun medsos pribadinya itu ya khusus buat personal, bukan buat promo tulisan blog. :)
Kayaknya tajuk seputar perblog/bloggeran jadi segmen yg paling saya sukai di blog yoga. Sekilas sih kayak sepele memang, tp menarik aja gitu bacanya. Bahas blogwalking, pernah. Ngomongin budaya ngiklan, tuntas. Ngebahas gaya menulis, sering. Ya walopun gak selalu poin-poin yg disampein saya setujui, tp seenggaknya saya bisa nemu perspektif2 lain yg seger. Apalagi yg jujur kayak gini.
ReplyDeleteBtw sejauh ini saya belum pernah ngeliat satu pun fanpage blog ha ha. Tapi saya yakin poin utama tulisan ini bukan sesimpel soal fanpage facebook doang kan?
Aduh, bisa aja ini ceesku~ Mungkin karena itu dunia yang paling dekat dengan saya. Jadi itu yang kerap saya tulis. Wqwqwq. Ya, bagus dong, Son. Jangan sampai setuju semuanya, nanti pikirannya jadi seragam. Terus, kita enggak bisa diskusi dan melihat sudut pandang baru. :p
DeleteBiar pembaca yang menyimpulkan sendiri. :D
"Aku ingin mati, maka aku ada." #LAH
ReplyDeleteGue mau komen apa ya tadi, jadi lupa gara-gara kedistrak analogi-analogi bangsat. Haha. Gue punya fanpage buat nambah-nambah views aja sih, soalnya sumber pembaca dari facebook juga masih lumayan dan di blog ada icon buat facebook jadi sekalian bikin. Beberapa klien juga ada yang minta facebook page buat promosi, bukan personal.
Oh ini blogger sok ngartis yang dimaksud Yoga. Hmm..
DeleteFirman: waduh, ingin mati. Sungguh ngeri~ Ya, emang enggak apa-apa kok, Man. Hak setiap orang. Saya cuma merasa diri ini enggak cocok bikin begituan. Ehehe.
DeleteGigip: Ini malah menyimpulkan sendiri. XD Saya enggak menyebut satu pun nama.
LOL
DeleteHahahahaha... Aku sukaaaa nih bacanya :p. Krn sbnrnya ug kamu tulis itu, aju rasain bangeeet :p. Akupun ga PD yog utk bikin fan page. Siapa akuuu :p?? Tulisan aja blm bisa semeledak tulisan mba trinity ato para seleb blog lain :p. Jd buatku, ga ushlah bikin fanpage segala. Malah malu kalo g ada yg follow, apalagi sampe menginvite org utk follow :). Uuupss.. Jgn ada yg tersinggung yaaa :). Aku pribada ga masalaaah kalo ada temen yg bikin fan page, ato temen blogger minta aku utk follow fanpage nya. Okeeee aku follow, krn emg temen sendiri toh. Bantu2 temen lah. Akunya aja yg ga bisa mengikuti cara mereka :). Lagiaaan, blog kan cm cara aku melepas stress. Jd ga Ushlah pake fan page segala :). Cukup komen di blog, aku reply, dan aku BW hahahahha..
ReplyDelete((malu kalau enggak ada yang follow)) Nah, itu dia. Apalagi kalau setelahnya minta tolong sukai akun itu. Jadi kayak terpaksa gitu, sih. :(
DeleteBerarti standar ngeblog kita enggak jauh beda, Mbak. :)
Apa ditahun 2018/2019 masih ada blogger yang niche nya cerpen, keseharian, dll.
ReplyDeleteKamu bisa melihat sendiri blog ini memiliki tema seputar itu.
DeleteSebagai orang yang punya Fanpage, saya membuat sedikit pembelaan: Fanpage saya perlakukan sebagai media sosial seperti yang lain. Sebagaimana adanya. Kadang-kadang bercerita. Kebanyakan promo. Jadi, ehm, Fanpage lebih luas dari media sembah-sembahan. Itu hanya media.
ReplyDeleteApakah saya terlihat seperti membuat pernyataan bahwa FanPage itu media sembah-sembahan? Haha.
DeleteKenapa harus bilang sedikit pembelaan? Banyak pun santai. Berbeda pendapat kan wajar. Ehehe. Meski saya enggak suka FanPage karena itu enggak cocok buat saya, bukan berarti saya membenci pemakainya juga, Hul. XD
"Orang padang mesen minuman mineral, maka akua, Da."
ReplyDeleteSaya punya page di facebook udah sejak lama. Tapi nggak bisa disebut fanspage karena nggak ada yang mau ngefans. Kumau Popular padahal. Biar bisa ketemu Sasha Carissa.
Boleh juga pelesetanmu, Haw. XD
DeleteMotivasimu untuk terkenal sungguh memukau~ Hahaha. Eh, tapi anggaplah kamu mau terkenal betulan. Terus, menurutmu jadi terkenal itu lebih banyak untung apa ruginya? Dari yang saya perhatikan kan beberapa orang yang terkenal biasanya mengeluhkan malas jadi terkenal ketika ruang privasinya seakan-akan enggak ada lagi.
Super Sekali... Aku mah apa atuh... Cuma selingkuhan kamu... eh kok malahnyanyi...
ReplyDeleteEm... Kalo menurut w sih, ada baik dan buruknya punya FP, tinggal kitanya aja... Mau dibawa keman tuh FP... W pernah punya tp kok wegah ya ngurusinya... Wkwkwk... Salam Super... Ahihihi..
Iya, semua kembali ke urusan masing-masing. Saya hanya berpendapat itu enggak cocok buat diri saya. Entah hanya untuk sekarang ini, atau nanti juga~
DeleteAkun fanspage kalau aku mikir buat apa ya toh saya pribadi bukan artis haha saya sebenernya bingung mau komentar bagaiamana soalnya facebook saya juga pernah dibikinin fanspage sama teman, ya begitu endingnya malah geli sendiri haha. Toh sebenarnya tergantung yang make juga, tujuannya apa. Yang penting kalau saya gak ikut2 an yang sekiranya saya gak suka aja deh haha
ReplyDeleteSalam
Lah, sampe dibikinin temen. Terus jadi enggak kepake dong? :(
DeleteYang aku tau nih, blogger2 di luar umumnya punya fanpage juga di facebook. Aku juga sepemikiran denganmu. Ngapain bikin fanpage woii. Ngerasa artis ato bagemanah..hahahha Tujuanku bikin blog cuma numpang nyampah perasaan dan keluhan aja supaya gak setres atau bahkan jadi depresi...jadi gilaaaak...bukan mau jadi terkenal hahah. Lagian kan sekarang facebook udah bisa follow2an... hehehe... bisa dijadiin sekalian fanpage kan kalo mau. Tinggal atur mau di share ke temen2 sendiri atau public. ga perlu bkin fanpage segala lah. hahahha tapi bagi yang mau terlihat profesional, yg blognya udah rame banget.... ya kalo merasa perlu bikin fanpage ya monggo...
ReplyDeleteRame dari segi komentar atau trafik atau keduanya? Wahaha. Standar blog rame juga belum tahu seberapa. Setiap orang pasti punya standar sendiri. Patokan terlihat profesional itu juga pasti punya standar sendiri-sendiri, kan? Kalau bagi saya, ketika bloger itu tulisannya rapi, rutin mengisi blognya, dan pasang domain udah termasuk profesional. Tanpa harus punya FP itu. Ehe. :)
DeleteNah iya juga, setiap orang punya standarnya masing-masing. Bagi aku pribadi, belum merasa perlu untuk bikin fanpage. Dan gak pd juga sih utk bikin itu. Ntar diteriakin, "Emang lo siapa, dah??" Haha. *tepok jidat* Tapi blogmu rame banget, yoga. Tulisanmu juga menarik dan banyak manfaatnya. Gak kayak blogku tulisannya seputar curhatan apalah gak jelas. Hahahaa. Aku dah gak main ke sini sebulan, udah nongol 3 pos baru aja >_< Ketinggalan banyak. Maksudku yg profesional itu bisa jadi blognya juga dibuat utk kerja gitu kayak endorse hehe, kan makin lama makin rame tuh. Nah, kali ada fansnya bistu bikin fanpage deh. Kan ada selebgram, ada selebtwit, ada selebblog juga ... apaan selebblog dah.. hahahah
Deleteah, pendapat org pasti beda-beda, ada yg begini ada yg begitu, ada yg negatif ada yg positif, bagi saya, selama yg saya rasain enjoy dan gak merugikan org byk, ngapain dipikirin, mau bikin FanPage silahkan, gak bikin juga silahkan. FanPage bagi saya pribadi, cm sebagai tempat promosi blog doank, sama halnya kita nyebarin link dikolom komentar. daripada nyampah dikolom-kolom komentar org yg berharap utk dikunjungi balik, msh mending kan kita nyampah di area kita sendiri, yaitu FanPage kita sendiri. Soal mereka mau berkunjung ke link blog kita atau enggak, terserah mereka.
ReplyDelete—Berkomentarlah karena ingin, bukan cuma basa-basi biar dianggap sudah blogwalking.