Rendam dan dinginkan kepalamu di kolam berwarna langit itu, Sayangku. Jangan kau sunggi lagi nerakanya. Kau manusia, bukan malaikat, iblis, ataupun Tuhan. Kasihan gagasanmu yang suci itu kalau terus-menerus terbakar oleh dosa, lalu berjatuhan. Menyisakan abu. Tertiup angin. Kehilangan ingin. Tak ada arti. —Potongan puisi saya yang berjudul “Katalis”, terhimpun dalam buku Disforia Pengusik Kenangan.
--
Saya harap ini terakhir kalinya saya mengeluhkan kesedihan karena ada beberapa oknum yang memakai foto-foto saya sebagai foto profil mereka. Di blog ini, saya telah membahasnya sebanyak tiga kali; Tulisan Populer, Vakum, dan Hati-Hati di Internet. Untuk dua yang pertama, saya masih bisa menyikapinya dengan santai dan menjadikannya komedi, sedangkan yang terakhir saya sudah kelewat muak dan murka. Saya sudah tak tahu buat menyebut perasaan saya kali ini seperti apa. Yang jelas, hati saya remuk dan kondisi mental yang belakangan ini mulai membaik mendadak berantakan lagi.
Kamu bebas menyebut saya lebay, hiperbola, mendramatisir, atau sejenisnya. Silakan aja. Namun, saya betul-betul berharap, semoga di antara pembaca blog ini tak ada yang mengalami kejadian serupa. Karena ketika foto dirimu disalahgunakan berulang-ulang kali ini rasanya sungguh bajingan anjing.
Kabar duka ini berawal dari sebuah pesan di Instagram dari seorang cowok pada kemarin malam sebelum saya beranjak tidur. Dia menanyakan tentang nama asli saya. Atas dasar bingung dan curiga, tentu saya bertanya balik ada keperluan apa. Saya pun ketiduran setelahnya. Begitu terbangun, saya kembali membaca pesan yang masuk pada pagi harinya sehabis Subuhan: “Apa bener ini Made?”
“Bukan, saya Yoga.”
“Benar? Soalnya ada yang bernama I Made merugikan saudari saya, dan berwajah persis seperti Anda.”
Dia mengirimkan foto dan kembali memastikan apakah itu benar bukan saya, bahkan meminta kirimkan foto KTP demi membuktikan identitas.
Ya Allah, buat apa saya repot-repot membuktikan diri bahwa saya benar-benar seorang manusia bernama Yoga Akbar? Akun Instagram saya pun tertera jelas nama asli. Jadilah saya klarifikasi hal tersebut sembari mengirimkan tautan blog saya yang pernah membahas pencurian identitas ini lagi. Tapi biar bagaimanapun, saya tetap mengucapkan permintaan maaf sebagai berikut: Mas, sebelumnya saya mohon maaf. Saya sangat sedih jika ada yang dirugikan atau ditipu menggunakan foto saya. Wajah saya sering dipakai berulang kali oleh orang lain entah siapa. Saya juga dirugikan berkali-kali, padahal saya tak ingin merugikan orang lain.
Saya mendadak mau nangis saat mengetikkan kalimat itu. Saya jadi berpikir, memangnya saya punya salah apaan, sih? Kok sampai terjadi lagi dan lagi. Saya kali ini cuma mau hidup tenang tanpa mengusik orang lain.
Sampai saya membuat tulisan ini, saya masih belum tahu jenis kerugian apa yang diterima oleh si korban. Apakah itu berbentuk uang atau hal lain? Sang pelapor belum kunjung membalas pesan saya. Saya lagi-lagi hanya bisa meminta maaf dan berduka kepadanya karena saudarinya telah dirugikan gara-gara foto saya. Sekalipun saya sendiri termasuk korban atas tindakan keparat itu.
Sumpah, saya capek banget dapat laporan begini hampir setiap tahun. Mana kali ini kelihatannya sangat serius, sebab si pelapor sempat bilang ingin menyeret kasus ini ke ranah hukum.
Saya sih jelas enggak takut karena tak merasa bersalah, dan betulan tak tahu atas permasalahan yang terjadi. Saya pun bisa membuktikannya lewat bukti-bukti. Misalnya, foto yang digunakan si Made juga pernah dipakai oleh oknum bernama Aryoga Dinan Rajasa. Mentang-mentang ada nama ‘Yoga’-nya, terus dia bisa semena-mena menggunakan wajah saya sebagai topeng? Kurang ajar!
Yang menjadi pertanyaan saya lagi, apakah para korban benar-benar belum melek internet? Masih terlalu lugu? Entahlah. Saya sih berusaha banget untuk tidak menyalahkan korban. Biar bagaimanapun mereka telah dirugikan oleh manusia-manusia jahanam tersebut. Tapi, kali ini saya berharap kepada siapa pun yang membaca tulisan ini agar lebih berhati-hati di internet.
Jika waktu itu Dinan Rajasa mencantumkan domisili di Surabaya, lalu kali ini si Made di Bandar Lampung, sementara saya sendiri tinggal di Jakarta, saya pikir itu sudah jadi bukti yang kuat bahwa mereka mencuri foto saya. Perhatikan juga informasi lain tentang akun tersebut seperti riwayat sekolah, kuliah, dan pekerjaan. Mana mungkin saya sekolah di Las Vegas, kuliah di Universitas Indonesia, serta menjadi marketing di Pertamina. Saya enggak setajir itu.
Hawa ingin menangis pun tiba-tiba pergi sewaktu saya membaca kebohongan yang keterlaluan tololnya. Meski begitu, saya juga tak bisa tertawa. Aneh sekali. Mungkin kondisi hati ini telanjur dibikin hancur lebur oleh kabar terkutuk.
Saya berniat memulai hari dengan baik kok malah jadi berantakan begini, sih? Ya Tuhan, saya betulan mau nangis ketika mengetahui ada manusia yang berbuat jahat di dunia maya pakai foto-foto saya. Izinkan saya meneteskan air mata supaya lega. Sialnya, cairan bening ini tetap tak kunjung mengucur. Apakah saking nelangsanya, sehingga tangisan tak mau keluar?
Yang bikin saya semakin sedih lagi ialah foto sampul si pencuri identitas yang menggunakan foto saya zaman bocah. Anak itu wajahnya masih polos. Belum tahu apa-apa tentang kejahatan, dosa, apalagi penderitaan hidup. Jangan rusak senyuman manisnya. Jangan jadikan dia sebagai tameng dalam berbuat jahat. Kontol asu! Saya betulan enggak terima!
Kenapa para penipu tai ini begitu niat dalam melancarkan aksinya? Kenapa kalian, wahai para pencuri identitas, mengubek-ubek foto Instagram saya dengan niat sekeji itu? Saya punya salah apa, sih?
Sejak pagi sampai sekarang saya terus merenung, apakah saya memiliki kesalahan fatal sama seseorang hingga dapat balasan semacam ini? Oke, saya akui diri ini terkadang suka kelewat batas dalam mengkritik tulisan orang lain. Tapi, saya harap mereka bisa gantian membalas tindakan itu dengan mengejek balik tulisan-tulisan saya di blog. Kritik dibalas kritik, ejekan dibalas ejekan. Biar adil. Jangan menyerang dengan hal-hal yang tak ada kaitannya dengan menulis, atau memfitnah, lebih-lebih memakai identitas saya buat merugikan orang lain.
Apakah ada orang-orang yang dendam terhadap saya? Sekiranya ada, kamu tak perlu libatkan orang lain. Selesaikan langsung urusan itu sama saya. Kalau mulut atau kata-kata saya pernah melukai hatimu, silakan gantian hina saya sepuasnya. Saya tak akan keberatan. Namun, saya minta jangan pernah bawa-bawa orang tua, khususnya ibu saya. Umur saya sudah masuk kategori dewasa, saya akan berusaha bertanggung jawab sepenuhnya akan kesalahan diri sendiri. Seandainya itu memang ada.
Saya sungguh tak ingin menuduh siapa-siapa atas kejadian yang sedang saya ceritakan. Saya pikir palingan ini juga orang asing atau oknum yang kebetulan menggunakan foto saya. Itu konsekuensi dari keteledoran saya yang bisa-bisanya memamerkan banyak potret diri di blog. Lucunya, pikiran saya terlalu liar untuk terus menerka-nerka sekaligus menyalahkan diri sendiri.
Berhubung peristiwa ini lagi-lagi korbannya perempuan, saya pun bertanya kepada diri sendiri: apakah saya pernah menjahati seorang perempuan? Apakah hal ini bentuk dari karma? Seingat saya, saya tak pernah melecehkan perempuan ataupun bertindak macam-macam dalam enam tahun terakhir—ini batas kemampuan saya mengingat. Toh, sekitar 2012-2014 saya lebih sering jadi korban sakit hati oleh perempuan (diselingkuhi, misal), makanya tak mau menggali kenangan lebih jauh. Pada tahun berikutnya hingga saya terakhir pacaran, apakah ada salah satu mantan saya yang teramat sakit hati, sampai-sampai menyumpahi saya hidup sial dan menderita? Saya tak tahu. Saya harap, sih, enggak ada. Biarpun saya pernah memutuskan hubungan secara sepihak (alasannya: saya tak mau berpura-pura ataupun membohongi diri bahwa perasaan sayang saya kepadanya itu memudar, kemudian lenyap), saya percaya mereka baik-baik. Selepas benar-benar putus pun saya tak ada sedikit pun niat untuk mengusik mereka, lalu berusaha mendoakan mereka yang baik-baik. Semoga ini memang bukan karma, melainkan hanya nasib apes lantaran saya mengunggah banyak foto diri di blog.
Berbicara soal karma, apakah para pelaku kejahatan itu tak pernah kepikiran dan takut sama hukum alam, ya? Bagaimana jika mereka suatu hari gantian dibalas yang lebih parah? Bagaimana kalau saya mengutuk mereka? Doa orang teraniya itu konon terkabul, kan? Terlepas dari pertanyaan-pertanyaan barusan itu, terkadang saya ingin tahu, apa orang-orang kayak mereka tuh bisa tenang dalam menjalani hidupnya? Saya yang berusaha hidup normal tanpa punya maksud dan keinginan berbuat jahat aja sering terkena gangguan kecemasan. Bagaimana dengan mereka? Apakah enggak memiliki perasaan bersalah? Daftar pertanyaan ini bisa terus bertambah dan mungkin tak akan ada habisnya. Rumit banget ternyata untuk memahami hal-hal jahat atau kenapa manusia melakukan kejahatan.
Saya tak mau mengklaim diri ini termasuk manusia baik, juga sadar diri bukanlah orang jahat, tapi anehnya salah seorang teman cewek yang berdomisili di luar Jabodetabek (saya lupa letak percisnya) pernah bilang bahwa saya “jahat banget” cuma karena saya tak bisa menemuinya kala dia sedang bertandang kemari. Saya kebetulan lagi sibuk-sibuknya sama urusan kantor yang tak bisa ditinggal, sehingga kerja pagi dan pulang terlalu malam, lalu dia sudah keburu balik ke tempat asalnya. Apakah hal itu termasuk jahat? Bisa jadi. Dari sudut pandangnya dia mungkin menganggap saya hanya cari-cari alasan. Hm, bukankah yang jahat sebetulnya dia karena sudah menuduh?
Sepertinya semua manusia punya sisi jahat, ya? Tingkatannya aja yang berbeda-beda. Ada yang jahatnya cukup terjadi sebatas di kepala atau imajinasinya, ada pula yang melakukannya secara nyata. Ada yang berbuat jahat sebab tabiatnya memang buruk, ada juga yang terpaksa atau dalam keadaan terdesak.
Membaca atau menonton berita kejahatan selalu bikin saya sedih, marah, jengkel, dan putus asa. Saya merasa frustrasi karena merasa tidak bisa berbuat apa-apa untuk mengurangi, lebih-lebih menghentikan, kejahatan di dunia ini. Emosi semacam itu dinamakan: kuebiko. Terus, bagaimana jika saya yang sewaktu-waktu menjadi korban kejahatan itu? Silakan bayangkan sendiri.
Waktu itu, saat benar-benar kurang kerjaan, saya sempat mencari-cari artikel terkait hal jahat, lalu menemukan esai A. S. Laksana tentang otak manusia penjahat. Katanya, ada bagian otak yang bernama amigdala. Bagian ini berperan dalam merespons emosi (marah, takut, sedih, dan sejenisnya). Intinya, manusia yang volume amigdalanya kecil bisa tiga kali lebih kasar, agresif, dan psikopat dibandingkan manusia normal. Orang-orang itu hampir tak punya rasa takut, sulit berempati sama orang lain, serta tak mengenal belas kasihan.
Saya tiba-tiba terkenang dengan suatu adegan di komik Black Clover, ketika salah satu ksatria sihir mempertanyakan kenapa kelompok penjahat melakukan hal-hal berbahaya? Nacht—wakil kapten dari grup Banteng Hitam yang memiliki iblis di dalam dirinya—pun menjawab begini: “Tak ada alasan untuk mengerti mereka. Para bajingan yang menyakiti orang lain karena kehendaknya sendiri, tak akan memiliki rasa kepedulian selama diri mereka baik-baik aja, serta tak punya rasa bersalah atas perbuatan mereka. Kejahatan di luar akal sehat, aku paling membenci mereka. Bahkan, jika Tuhan dan iblis mengampuni mereka, aku sendiri tak akan pernah.”
Saya merasa terwakilkan oleh jawaban Nacht. Bedanya, saya masih berupaya buat memaafkan kejahatan-kejahatan yang pernah menimpa diri saya maupun orang-orang terdekat. Meskipun saya tak berani menjamin untuk bisa melupakan kebiadaban kalian yang menjahati saya. Sampai kapan pun. Sampai kita bertemu di neraka.
--
Tambahan: Saya enggak pernah—dan berusaha tak akan pernah—menggunakan aplikasi kencan daring semacam Tinder, OkCupid, dan sejenisnya. Seandainya ada yang menggunakan nama maupun foto saya, itu jelas bukan diri saya. Jadi, jangan mudah terkecoh dan berhati-hatilah di internet.
Gambar pembuka saya comot dari Pixabay, sedangkan komik itu saya screenshoot dari https://read-blackclovermanga.com/manga/black-clover-chapter-263/
12 Comments
Saran saya kalau udah segininya orang-orang yang nggak bertanggung jawab menyalahgunakan identitas kamu, di archive aja nggak sih foto-foto di Instagram-nya dan untuk foto-foto yang terlanjur di share di blog di tarik lagi aja.
ReplyDeleteSemoga masalahnya cepat selesai, saya speechless bacanya, saya nggak tahu apakah memberikan komentar disini tepat atau tidak. Tapi saya berdoa dengan tulus semoga kedepan tidak ada lagi kasus-kasus seperti ini menimpa kamu, semoga cepat berlalu kesedihannya.
Dari 400-an foto di Instagram, sudah saya arsipkan lagi hingga kini tersisa 200-an.
DeleteSoal menghapus foto di blog, silakan baca tulisan hati-hati di internet. Pada akhir tulisan, kamu bisa menemukan jawabannya.
Terima kasih buat doanya, Sov. Saya juga mendoakan para pembaca blog ini semoga baik-baik aja dan tak mengalami peristiwa serupa.
Yog, gue turut berduka atas kejadian ini lagi. Gue nggak tau mau ngomong apa, tapi itu beneran jahat sih kalo sampe dipake untuk merugikan orang lain.
ReplyDeleteSemoga kejadian kayak gini berhenti sampe disini ya, Yog. Semoga sedih dan marah lu lekas reda.
Kalau tahu bakal begini, dulu gue enggak akan bikin tulisan yang menampilkan foto-foto narsis. Telanjur masuk halaman satu Google pula.
DeleteAamiin. Makasih ya.
Sebagai orang yang cukup aktif dimedia sosial, saya belum pernah dan mudah-mudahan jangan pernah mengalami hal demikian. Ini mungkin sudah tergolong fitnah yah? Artinya lebih kejam dari membunuh.
ReplyDeleteSaya sudah mulai meng-archive foto-foto di Instagram, karena platform itu yang paling banyak penggunanya. Semoga lekas pulih dari kejadian ini, Yog
Lebih tepatnya bersembunyi di balik wajah orang lain.
DeleteMakasih, Hul.
Duh ada-ada saja ya ulahnya. Kebayang pastinya menyebalkan sekali ditambah kalau sampai merugikan orang lain, padahal mas Yoga sebagai pemilik foto nggak kenal sama orangnya. Phfftt. Semoga yang berniat mau pakai foto mas Yoga dimasa depan bisa berpikir ulang ~ dan semoga yang dirugikan bisa belajar dari pengalaman.
ReplyDeleteSemangat mas! :)
Boro-boro kenal. Awalnya juga enggak tahu kalau ada yang pakai foto saya. Setelah dapat laporan barulah kaget kejadian ini terulang lagi.
DeleteAamiin. Nuhun, Kak.
dis, sekarang makin gila aja oknum tak bertanggung jawab
ReplyDeletebiasanya foto para pria berseragam yang dijadiin umpan buat jebak para korban
eh ini malah mas yoga kena juga
kapan anu saya juga sempat liat salah seorang blogger yang juga mengalami kasus serupa dengan mas yoga dan juga dipakai untuk menipu
semoga engga terulang lagi mas.
Saya juga heran kenapa foto saya lagi yang dipakai buat menipu.
DeleteRisiko bloger yang mengunggah potret diri dan kebetulan masuk halaman satu Google sepertinya rawan, Mas.
Aamiin.
Kok serem ya Yog :(. Sampe beberapa kali kejadian pula. Semoga pelaku kena batunya suatu hari nanti.
ReplyDeleteOrang yg terlalu sering mencari untung dengan cara haram, hatinya mati rasa Yog. Udah ga ada perasaan menyesal,ato sedih kalo melihat korban2nya dia. Percuma bertanya apa salah kita,kok dia tega, Krn memang yg bersalah bukan kita.hanya Orang berhati iblis yg tega menipu orang lain dengan menggunakan foto muka org ga bersalah lain.
Yg sabar ya Yog. Tetep semangat :)
Terbiasa berbuat jahat berarti mematikan hati nurani, ya? Ya Allah. :(
DeleteSaya kayaknya enggak cocok jadi orang jahat. Anaknya masih gampang terpicu kesedihan. Haha.
Makasih ya, Mbak Fanny. Sekarang udah baikan, kok.
—Berkomentarlah karena ingin, bukan cuma basa-basi biar dianggap sudah blogwalking.