Suatu kali dalam hidupnya yang jauh dari kata sejahtera, Raka Bagoy pernah berusaha mencermati hal-hal positif dari segala sesuatu yang menimpanya. Begitu pun mensyukuri apa yang dia miliki. Kala itu, kehidupannya dalam sekejap terasa seratus kali lipat lebih baik. Seberapa pun kacaunya perekonomian, semua tak jadi masalah lagi. Mau bagaimana lagi, toh krisis ini memang menyerang berbagai pihak. Setidaknya, dia masih bisa makan berkecukupan sampai akhir tahun nanti jika melakukan penghematan seketat-ketatnya. Tak apa untuk sementara ini lebih mengencangkan ikat pinggang, siapa tahu pada kemudian hari akan muncul kesempatan baik selama dia terus bertahan.
Tak ada sedikit pun dia tergoda dengan kondisi di luaran sana; teriakan “paket” dari kurir beserta bunyi ketukan dari salah satu pintu tetangganya, suara desahan sepasang kekasih yang indehoi dari kamar sebelah kanan tiap malam Minggu, senyuman manis anak gadis sang induk semangnya, serta foto-foto makanan maupun liburan yang dipamerkan di Instagram.
Hiburannya selama tidak keluar ruangan tentu mendengarkan musik asyik via Youtube seperti biasanya, supaya dirinya dapat merasakan apa itu karunia Tuhan. Salah satu lagu itu bagaikan menerbangkan ingatannya kembali ke masa bocah saat ibunya pernah mengajaknya tamasya ke Taman Mini Indonesia Indah, lalu dia gembira bukan main pada hari itu sebab bisa merasakan sensasi unik sewaktu naik kereta gantung. Lagu lain membawanya pada masa remaja, persisnya kala dia pertama kali bisa bergandengan tangan bersama pacar. Ada pula lagu lain yang menyeretnya jauh ke dunia fiksi. Dia menjadi protagonis dalam anime Parasyte, yang mulai berpikir bahwa beberapa manusia bisa lebih jahat ketimbang monster ataupun iblis. Namun, dia sendiri tetap bisa menjadi seorang manusia yang perlahan-lahan memahami sekaligus peduli pada makhluk-makhluk lain di sekitarnya. Agar dia bisa menerapkan falsafah memanusiakan sesama manusia.
Pokoknya, semua lagu yang Raka dengarkan itu terasa sangat oke. Tak ada racun-racun negatif yang menyerangnya. Mungkin inilah yang orang-orang sebut sebagai rileks dalam menikmati hidup. Akan tetapi, semuanya buyar begitu saja dalam seketika lantaran tetangga sebelah kirinya tiba-tiba memutar lagu Hindie - Secukupnya dengan pengeras suara dan volume maksimal.
Persetan, tak ada satu pun yang perlu Raka syukuri dari kehidupan bajingan anjing semacam ini. Menganggur, orang tua bercerai, kini kudu tinggal di indekos kumuh dan murah dengan sisa tabungan, apalagi mesti bersebelahan dengan manusia sialan yang selera musiknya buruk. Lebih baik aku mendengar bunyi desahan orang ngewe, pikirnya. Dia pun bertanya pada diri sendiri, bagaimana mungkin hidup bisa terasa cukup? Keinginan manusia terus menumpuk setiap harinya, bukan?
Raka semakin mengeluh betapa hidup terasa sia-sia kalau menjadikan lagu jelek semacam itu sebagai terapi dan penyembuhan diri. Apakah tetangganya itu tak mampu menemukan cara lain? Jika memang suatu lagu bisa menenteramkan hati dan pikiran, paling tidak, tolonglah pilih lagu yang benar-benar ciamik. Seolah-olah tak ada lagu lain yang lebih bagus di dunia ini untuk menghibur diri. Andaikan orang itu sudah tak bisa terselamatkan lagi, pikir Raka, maka pakailah earphone. Jangan bunuh para tetanggamu dengan menulari sisi rapuhmu lewat lagu-lagu sendu yang amburadul.
Raka menjeritkan asu, tetapi musik masih tetap dimainkan. Raka pun beristigfar seratus kali. Upaya terakhir yang bisa Raka lakukan: menempelkan kertas bertuliskan “Hindie tai, berhentilah kau mendengarkan lagu mereka pakai speaker” di depan pintu tetangganya yang bedebah itu. Seandainya cara itu masih gagal juga, barangkali sudah saatnya Raka pergi dari indekos dan kembali ke rumah orang tuanya. Adakalanya keluh kesah, omelan, dan khotbah dari mulut orang tua masih jauh lebih asyik didengar daripada kupingnya harus dijejali lagu-lagu busuk.
--
Sebagian kisah hidup Raka Bagoy dan pandangannya tentang musik dapat dilihat di: Musik Asyik.
Gambar dicomot dari Pixabay serta SS anime, lalu dimodifikasi menjadi hitam putih serta penambahan teks.
8 Comments
Tahu g sih Yog, aku pas baca cerpenmu kali ini langsung aku asosiasikan sama musik yang biasanya aku dengar. Jadi di paragraf awal aku kasih playlist nya Idealism, soalnya hawa-hawanya cocok.
ReplyDeleteMasuk tengah-tengah cerita nih, langsung kepikiran playlist nya FKJ, udah mulai ada gejolak-gejolak tapi masih slow bae.
Nah pas penutupan, sebelum kasih playlist tau ini playlist nya siapa, aku ngakak dulu tadi. Wadidaw, abis ke FKJ kenapa jadi ngegas gini? Ya mending kita puterin lagu-lagunya Queen, biar makin semerbak!
Ahaha. Kadang pemicu kemarahan bisa berasal dari mana aja, kan. Lagi enak-enaknya dengar lagu kesukaan, terus ada tetangga yang menyetel lagu yang orang itu enggak suka pun bisa menghancurkan mood. XD
DeleteAku penasaran Ama reaksi si tetangga kalo baca kertas tempelen ituuuu wkwkwkwkkw. Tapi memang sih, di saat sedang ngekos dulu ,aku kdg juga harus tenang2in diri kalo temen sebelah puter lagu kekencengan dan jenis lagunya ga sesuai seleraku :p. Rasanya kayak lgs pengen ngedein musikku juga tp kok yaaa malah kasianm aku termasuk yg sadar diri kalo lagu2 fav ku, yg cendrung keras dan 'ribut' ga bisa disukai semua orang :D. Prnh ga sadar nyetel lagu Motley Crue terlalu kenceng, lgs diprotes wkwkwkwkwk.
ReplyDeleteYa ampuuun baca ini, langsung ngebayangin suamiku yg namanya Raka juga. Tapi ga bisa masuk bayangan, karenaaaa aku ga prnh denger Raka ngucapin kata2 Asu hahahahahaha. Dia terlalu halus soalnya :p.
Berbalas speaker dan gede-gedean suara, eh lama-lama jadi kena tegur induk semangnya deh. Haha. Nah kan, ketika ada yang merasa terganggu pasti ada yang menegur. Si Raka pun spontan berbuat segitunya demi menyadarkan tetangga sebelah kirinya.
DeleteJangan dibayangkan, Mbak. Karena jelas beda karakter.
Penggmbaran suasana kurang lebih sama sprti yg gue rasakan skrg.. "mengencangkan ikat pinggang" bahkan iri sama tetangga yg didatengin kurir sambil teriak, "pakeet", ah, tentu bukan paket buat gue. soalnya udh lama banget gak belanja onlen. btw itu nama raka bagoy bukan akbar yoga yang dibalik kan??
ReplyDeleteTapi selama pandemi ini betulan jadi lebih sering dengar kurir teriak paket deh.
DeletePemilihan nama Raka ini memang anagram dari nama gue kok, Lu. Pernah ngetwit juga itu sebenarnya bermaksud bikin alter ego. Seiring berjalannya waktu, dia berubah jadi karakter lain yang punya kehidupannya sendiri.
Setuju klo musik itu ngaruh banget ke mood. Lagu2 favorit bisa bikin mood naik. Tp lagu2 yg ga sesuai memang mood jd jungkir balik. Klo aku aing males pas di kantor, ada yg pasang musik ga cocok di kubikalnya (pake speaker n kedengeran seruangan) bs ngaruh bgd ke mood aku saat kerja. Huhu..
ReplyDeleteBtw, kira2 temenny bakal gimana pas liat catt yg dia tinggalin ya? 😅
Kalau di kantor yang kubikel gitu, pengalaman saya ada tuh salah seorang, khususnya atasan yang doyan ngedangdut. Teman sebelah saya pun mengeluh pusing enggak bisa konsen kerja. Ahaha.
Delete—Berkomentarlah karena ingin, bukan cuma basa-basi biar dianggap sudah blogwalking.