—Buat AI
--
“Tumben. Hahaha. Sontak tersenyum aku,” tulisnya di WhatsApp.
Aku juga langsung tersenyum saat membaca pesan itu.
*
Subuh
telah berlalu dan aku masih belum bisa memejamkan mata sejak semalam.
Suasana hati begitu risau karena tak sengaja membaca berita yang kacau
tentang pemerintahan, dan otomatis membuatku semakin pesimis memandang
hari esok. Walaupun biasanya juga sering terjadi hal semacam ini, kali
ini aku hawanya ingin lebih marah-marah. Aku teramat jengkel memulai
hari dengan situasi seperti ini. Tapi apanya yang memulai hari ketika
diriku belum terlelap sama sekali? Masalahnya, jika aku tidur dengan
pikiran buruk tentu bisa melahirkan mimpi buruk. Mimpi itu bagiku
mestinya bisa jadi tempat pelarian terbaik dari kenyataan yang
menyedihkan. Jadi, aku enggak mau kenyataan dan bunga tidur sama
busuknya. Aku ingin memperbaiki suasana pikiran maupun hati terlebih
dahulu sebelum mengistirahatkan diri.
Mengapa hari ini sangatlah
berbeda ketimbang kemarin? Aku kemarin bisa tidur sebelum pukul satu,
bangun sekitar pukul lima. Biarpun tak sampai lima jam, aku betulan bisa
nyenyak dan itu terasa cukup. Apalagi keadaan setelahnya, aku justru
bisa berjumpa dengan seseorang yang belakangan ini membuat hari-hariku
lebih bergembira. Lebih banyak tersenyum.
Demi bisa mengobati perasaan runyam, saat ini di kepalaku hanya bisa memutar sebuah adegan film:
Seorang lelaki sedang duduk memandangi layar laptop di kamarnya.
Semenit kemudian terdengar suara seorang gadis yang memanggil dengan
kata, “Oi!” percis di depan pintu kamar sang lelaki yang dibiarkan
terbuka sebagian. Kamar lelaki ini letaknya mirip seperti kamar indekos
yang langsung terhubung keluar atau jalanan.
Lelaki itu pun
menoleh, mendapati wajah sang gadis yang tersenyum manis. Dia terpana saat memandangnya. Gadis itu rupanya
juga mengajak adik perempuannya yang masih balita dan menggemaskan.
Lelaki itu bangkit dari duduknya dan segera memberikan sebuah kantung
plastik berisi tiga buah yoghurt kepadanya. Gadis itu menitip lewat
WhatsApp saat sang lelaki bilang sedang berbelanja ke minimarket 15
menit silam.
Sang gadis memberikan selembar uang dan mengucapkan
terima kasih seraya tersenyum. Lagi-lagi senyumnya membuat lelaki itu
salah tingkah. Ketika lelaki itu menyerahkan duit kembaliannya, dia
ingin bilang sesuatu, tapi lidahnya kaku. Saking terpukaunya oleh
senyuman perempuan manis di hadapannya, lelaki itu merasa wajahnya
memalukan sekali untuk dilihat dan benar-benar tampak tolol. Meskipun
adegan ini sangat memalukan baginya, tapi saat itu juga dia berharap
waktu bisa berhenti.
Dia sadar waktu tak mungkin berhenti. Paling tidak dia masih bisa mengamini teori relativitas Einstein bahwa
kejadian yang cuma sebentar itu bisa berjalan begitu lambat. Dia ingin
momen itu tidak lekas berakhir.
*
Di kepalaku
terus memutar ulang film tersebut. Mungkin itu adegan klise, tapi bagiku
merupakan film terbaik yang pernah kutonton sepanjang 2020, tepatnya
selama pandemi.
Sebuah pesan masuk ke ponselku. Tertera
nama seorang gadis yang menjadi tokoh dalam film di kepalaku barusan.
Aku mengucapkan selamat pagi kepadanya, dan dia merespons seperti yang
tertulis di kalimat pembuka tulisan ini.
Aku spontan
mengoceh tidak jelas membahas berita yang membuat pagiku benar-benar
buruk. Itu tentu kesalahan fatal karena aku seharusnya tidak mengajak
orang lain terlibat. Bukankah lebih baik merongseng sendirian? Jangan
libatkan dia dalam kekacauan pikiranmu, pikirku. Biarkan dia menjalani
harinya dengan tenang. Aku pun meminta maaf kepadanya.
Aku tak
tahu apakah hari-hariku ke depannya bisa bertambah buruk, tapi mumpung
masih sempat aku ingin sekali mengucapkan terima kasih kepada dia yang
telah menyuguhkanku senyuman manis. Senyuman yang menegaskan bahwa
duniaku masih baik-baik aja, sekalipun di luar sana terjadi huru-hara.
Dia
bilang ingin mencari sarapan dan menawarkanku mau apa. Aku yang
setengah sadar karena belum tidur dengan tololnya menjawab begini: Mau
apa? Mau disenyumin kamu lagi, gitu? Boleh?
Dia mengirimkan
stiker peluk dan tertawa. Aku menyuruhnya segera mencari sarapan, bukan malah
membalas pesanku melulu, serta mengucapkan hati-hati di jalan.
Setengah jam berlalu dan dia tiba-tiba mengirim pesan, “Jangan tidur dulu ya, aku mau kasih kamu sesuatu.”
Aku sejujurnya bingung, apa maksud dari pesannya itu. Aku lantas mendadak
panik dan langsung bergegas ke toilet buat mencuci muka. Aku entah
kenapa malu jika harus berjumpa dengan wajah kusut karena pikiran butek
dan belum tidur.
Terdengar ketukan pintu di kamarku beberapa
kali. Tak lama terdengar pula bunyi notifikasi di ponsel. Apakah dia
sungguh-sungguh ingin memberikanku sesuatu?
Aku membuka pintu
kamar dan mendapati sosoknya. Dari jarak sedekat ini, dia terlihat
semakin lucu dan manis. Apakah seperti ini sudut pandang orang yang
sedang kasmaran? Yang jelas, diriku lagi-lagi kayak orang bego yang
enggak mampu mengucapkan kalimat bagus, sebab yang keluar dari mulutku cuma, “Hah? Apaan?”. Ucapan itu sepertinya terlontar dibarengi
oleh ekspresi mukaku yang tolol dan kebingungan. Dan dia buru-buru pergi
tanpa menungguku berbicara lebih lama. Aku malu sekali karena telat
bilang terima kasih. Aku juga mengutuk diri sendiri kenapa mendadak jadi
sekikuk ini, padahal sebelumnya mulutku bisa lebih luwes saat
mengajaknya pergi.
Kenapa seseorang yang dalam kesehariannya
terbiasa menyusun kata, tapi bisa menjadi goblok dalam sekejap saat
berhadapan dengan perempuan jelita? Apakah karena selama pandemi ini aku
nyaris tak pernah mengobrol dengan lawan jenis? Apakah karena aku sudah
terlalu lama menutup diri, tak ingin membiarkan perempuan mengenalku
lebih dekat? Aku sungguh tak tahu. Mungkin sekarang aku akhirnya
mengerti, mengapa Jamrud bisa-bisanya bikin lirik seperti ini: “Mungkin
butuh kursus merangkai kata, untuk bicara. Dan aku benci harus jujur
padamu tentang semua ini. Jam dinding pun tertawa, karena ku hanya diam
dan membisu. Ingin kumaki diriku sendiri. Yang tak berkutik di depanmu.”
Lirik itu pasti tercipta dari sebuah pengalaman. Pengalaman yang mungkin serupa dengan apa yang barusan terjadi padaku.
Notifikasi
di ponselku terdengar kembali. Dia bilang, siapa tau apa yang dia
berikan barusan itu dapat mengobati perasaanku. Aku pun sampai lupa
mengecek bingkisan yang dia kasih tadi. Kala aku mendapati segelas es
krim McFlurry Oreo, aku refleks mengetik: Ini es krim rasa cinta?
Aku
lalu menikmati es krim sembari mengingat-ingat bentuk parasnya yang
manis dan membuatku terpukau. Setelah es krim itu habis, aku mengambil
segelas air putih, meminumnya hingga tandas, dan tanpa sadar mengetik: Kira-kira, apakah ada kata,
frasa, atau kalimat yang lebih baik buat menggambarkan betapa berterima
kasihnya aku buat pagi ini selain “aku sayang kamu”?
Dia
menyuruhku segera tidur dan mengucapkan selamat beristirahat. Aku
lagi-lagi bilang terima kasih, sebab aku masih kaget dengan caranya yang
bisa membuatku bahagia dalam sekejap.
Apa yang barusan terjadi
ini bukan mimpi, kan? Dia membawakanku es krim buat menghibur kondisi
hatiku yang buruk ini betul-betul kenyataan? Biasanya orang enggak mau
bangun dari mimpi, sedangkan kali ini aku rasanya tak mau bermimpi
karena kenyataan terlalu indah.
Mungkin aku benar-benar
terkejut atas hal menggembirakan yang baru saja kualami. Bicara soal
terkejut, aku pernah mengetik “terkejut” dengan tipo menjadi “terjekut”
ketika membalas pesannya seminggu yang lalu. Dia pun meledekku beberapa
kali menggunakan diksi itu. Konyol sekali. Aku yang akrab dengan dunia
tulis-menulis dan terbiasa mengoreksi naskah langsung merasa tolol
banget lantaran bisa-bisanya salah ketik semacam itu. Bagaimana mau jadi
editor ataupun penulis jika akhir-akhir ini saat bertukar pesan sama
dia justru keseringan tipo?
Namun, aku sepertinya enggak
keberatan kalau sering salah ketik, apalagi tampak bodoh di depan dia.
Aku enggak perlu jadi sosok penulis ataupun pencerita saat bersama dia,
kan? Aku juga enggak harus tampil dewasa dan berwibawa. Kadang-kadang
aku malah bisa menempatkan diri sejenak menjadi seseorang yang masih
seumuran dengannya. Menjadi mahasiswa kembali.
Adakalanya terdapat sosok di dalam diriku yang
juga ingin menjadi remaja lagi. Remaja yang baru mengenal kasmaran dan melupakan
bahwa diriku pernah patah hati sehebat-hebatnya, sampai takut memulai
hubungan baru. Aku jadi ingin terus mempertahankan secuil sisi
kanak-kanak di dalam diri. Agar aku bisa tetap jadi seorang bocah yang
disuguhkan es krim dan dengan gampangnya merasa bahagia. Syukur-syukur
aku bisa menjadi anak kecil dalam novel Ziggy Z. yang mengartikan masa
depan sebagai minggu depan, bukan dunia yang miskin kesempatan. Serta
menjadi anak kecil yang bisa percaya tanpa takut kecewa, yang bisa
menyayangi tanpa takut dikhianati.
Barangkali kalimat-kalimatku
barusan sangatlah berlebihan. Lagi pula itu cuma dikasih es krim McFlurry
Oreo kan, kenapa bisa-bisanya aku langsung luluh? Tapi tak apa-apa.
Karena sepanjang masa pagebluk ini aku memang keseringan bersedih,
sedangkan kini aku justru bisa bahagia dengan hal yang teramat receh.
Aku sepertinya belum pernah sebahagia ini pada 2020. Mungkin juga es krim itu
secara tak langsung mengingatkanku tentang filosofi hidup tentangnya:
“Nikmatilah sebelum meleleh.” Jadi, sementara ini aku ingin menghabiskan
rasa manisnya, menikmati hidup sebaik-baiknya, tanpa merasa terlalu
cemas lagi. Walaupun jauh di dalam diri ini aku begitu paham, bahwa di
depan sana pasti ada kesedihan yang telah menantiku kembali.
Berhubung
aku kerap takut mendoakan kebahagiaanku sendiri, bahkan aku lupa kapan
terakhir kali berdoa demi kebaikanku, sebab terkadang percuma atau tak terkabul. Kenyataan yang kejam itu hampir tak pernah berjalan sesuai niat dan kehendakku.
Setidaknya, kali ini saja izinkan aku berdoa untuk perempuan yang
menyuguhkanku es krim dan membuat pagiku menjadi manis: Semoga kebaikan
yang telah kamu berikan kepadaku selalu menjadi hal baik bagi dirimu
sendiri ke depannya. Aamiin.
Akhir kata, terima kasih sudah membuat pagiku yang mulanya gundah menjadi indah.
--
Gambar saya ambil dari anime The Tatami Galaxy.
8 Comments
Aduh penutupannya, I can't handle this, takut diabetes, terlalu manis!!
ReplyDeleteTapi nih, saat penyampaian "tak pernah mendoakan diri sendiri", aku kayak berkaca, soalnya aku udah jarang mendoakan diriku. Hahaha..
Lebih enak mendoakan orang lain
Kenapa begitu, ya? Hahaha. Rasanya mendoakan orang lain tuh ringan sekali, giliran buat diri sendiri berat. XD
DeleteWuisssh bikin ngiri aaja sih ah...
ReplyDeleteAndai aku juga dikirimin eskrim...
pasti hari-hariku juga indah..
Enggak usah iri, itu tertera kisahnya fiksi, kan? :p
DeleteIsshhhhh so sweeeet banget bacanya :D. Memang ya Yog, perhatian kecil seperti itu aja, kdg bisa sangat berarti dan make a day untuk si penerima :). Apalagi dalam bentuk eskrim yg dingin dan manis. Mendinginkan hari dan hati ;) ..
ReplyDeleteIya, Mbak. Justru perhatian kecil semacam itu bisa jadi spesial. Kadang malah yang berlebihan itu juga enggak baik.
DeleteGak kuat bacanya. Yoga kalau punya pacar kayaknya antara jadi romantis banget, atau psiko abis. Kan itu beda-beda tipis ya. Hahahahha
ReplyDeleteSialan. Ahaha. Tapi gue kayaknya kalau sayang memang sampai mendalam gitu. Bahkan yang sebentar aja kalau betulan menyentuh perasaan pasti sulit terlupakan.
Delete—Berkomentarlah karena ingin, bukan cuma basa-basi biar dianggap sudah blogwalking.