Tulisan berikut ditulis ulang dari teks-teks yang tertempel di mading Universitas Alazon dan penulisnya berinisial SM. Tak ada keterangan lebih lanjut.
--
1.
Mereka menuntut para penyair berhenti menuliskan sajak-sajak sedih sekaligus pedih, tapi adakah suatu upaya menggembirakan kami dengan membeli satu puisi seharga empat liter beras?
Tapi, apakah itu puisi? Di mana ia tinggal? Kapan ia lahir? Siapa yang merawatnya hingga tumbuh dewasa? Mengapa ia kini kabur dari rumah? Bagaimana puisi bisa menghidupi dirinya sendiri?
2.
Apa yang Puisi lakukan terhadap Sylvia Plath hingga dia harus menyembunyikan kepalanya ke dalam oven? Bukankah kita tahu bahwa parasnya sangat jelita? Apakah Puisi membocorkan rahasia kepadanya tentang kecantikan yang cuma melahirkan duka dan luka?
Apa yang membuat Bolano menyerah terhadap Puisi, menerima kekalahannya, dan mulai menulis prosa, padahal rasa cintanya terhadap Puisi terlampau tinggi hingga nyaris menyentuh langit ketujuh?
Apa yang Puisi lakukan kepada Jacques Rigaut, sampai dia bikin pernyataan, “Kalian semua adalah penyair dan aku berada di sisi kematian,” lalu saat berumur 27 dia harus menepati janjinya pada revolver untuk mengisi jantungnya dengan peluru? Mungkinkah dia hanya tak ingin Puisi menerornya terus-menerus? Sebab Puisi telah menyewa pembunuh bayaran psikopat bernama Kekosongan dan Kesedihan, yang gemar menyiksa si korban perlahan-lahan seperti Waktu yang menggerogoti usia.
3.
Sebagian penyair kerap menghibur diri sendiri ataupun sesamanya dengan bilang bahwa puisi bisa meringankannya dari penderitaan hidup. Larik-larik itu bagaikan mantra-mantra sakti yang sanggup menghilangkan sakit.
Singkat kata, puisi merupakan eskapisme. Jika kenyataan terlalu burik dan buruk, puisi dapat menjadi bunga tidur yang kelak menumbuhkan buah-buah harapan. Konon, puisi bisa menyanyikan lagu Nina Bobo yang membuat tidurmu lebih nyenyak.
Tapi, sebagaimana yang kami tahu, tidur sebelas jam pun tetap tak bisa menyelamatkan penyair dari mimpi buruk yang sebenarnya.
--
Sumber gambar: Pixabay.
2 Comments
keren juga yog
ReplyDeleteini nerjemahin kah?
aku kok penasaran yang sylvia itu maksudnya nyembunyiin kepala di oven kiasan saja kan?
aku suka bagian penjabaran nomor 3 yog...ada kalanya penulis fiksi, entah prosa atau puisi itu kadang ga memungkiri menulis untuk menghibur dirinya sendiri kok...jadi jika ada yang sefrekuensi suka fiksi entah puisi atau modelan lainnya pastinya akan sama sama ngerti kebutuhan nulis fiksi itu tuh lebih ke situ sih aslinya...memuaskan batin dengan rangkaian kata kata bersayap yang banyak makna hehehe..mari kita tetap semangat menulis, biarpun yang baca kita seorang :D
Bukan terjemahan, kok.
DeleteItu cara Sylvia bunuh diri, Mbak.
Hahaha. Iya, tapi tetap sementara efeknya. Kalau dia tak sanggup lagi menghibur dirinya, mungkin bakal berhenti dengan sendirinya. Mau enggak mau, si penulis itu sendiri pasti yang jadi pembaca pertama tulisannya.
—Berkomentarlah karena ingin, bukan cuma basa-basi biar dianggap sudah blogwalking.