Sebuah puisi berjudul Buku Harian Gelap dari buku harian gelap seorang pemurung yang pernah tinggal di dalam diriku. Aku harap sosok itu benar-benar sudah mati, dan tulisan suram ini hanyalah warisannya untukku, yang sebetulnya sempat ingin kubakar, tetapi aku sengaja membuangnya ke blog ini demi suatu hari kelak bisa mengingatkanku bahwa ada fase-fase brutal yang pernah kulalui dan ternyata aku berhasil selamat berkat puisi.
1
Kau memberiku sebuah kompas
yang menunjukkan jalan pintas
jika aku bersedia menunda mati
demi mewariskan segala sesuatu
Ketika harapan perlahan memudar
dan tak ada jalan lagi untuk diikuti,
kau terus menunjukkan jalan kepadaku
Refleksi kesedihan seolah bersinar
di kehampaan jiwaku, kau memelukku
dalam kegelapan pekat nan abadi
seakan-akan aku sedang menunggu
kematian untuk datang menjemput
2
Aku telah melakukan pencarian
yang teramat panjang, tapi tak pernah
cukup dekat untuk bisa menyentuhnya
Tak bisa menemukan siapa pun
Tak mampu menghasilkan apa pun
Tak mendapatkan tempat di mana pun
Tapi tak kenal ampun sampai kapan pun
Aku memang belum kehilangan apa-apa
selain fragmen mimpiku sendiri
3
Gagasan jahat mulai muncul
dengan senyum mematikan
Ia menyabotase air mataku,
sehingga aku tak bisa menangis
Ia menyuruhku melarikan diri
dari kehidupan, dan menyia-nyiakan
segala yang kupunya dengan berbaring
di tempat yang kedap cahaya dan suara
Jika ia akhirnya berhasil
membunuh seluruh mimpiku,
adakah atau siapakah
yang akan menyelamatkanku?
4
Aku masih sering kesulitan bernapas
saat kecemasan mulai menghempas,
dan apa gunanya kau memberiku kompas?
Untuk membantuku agar tidak tumpas?
Jika aku mati sebelum mimpi terwujud,
benarkah kau akan membayar semua ini?
Sekilas tak ada harapan untukku,
sebab penderitaan ini sulit dipercaya,
dan siksaannya melampaui rasa sakit
Aku sudah tahu hari ini akan datang
Kala cinta yang dulu aku tanam
mulai jatuh dalam keputusasaan
5
Anjinglah, aku cuma ingin tidur!
0 Comments
—Berkomentarlah karena ingin, bukan cuma basa-basi biar dianggap sudah blogwalking.